Maksud Hadits “Hidupkan Aku Dalam Keadaan Miskin”
Dari Abu Said Al Khudri radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
اللَّهمَّ أحْيِني مسكينًا، وأمِتْني مسكينًا، واحشُرْني في زُمرةِ المساكينِ
“Ya Allah hidupkan aku dalam keadaan miskin, wafatkan aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkan aku bersama orang-orang miskin”
(HR. Ibnu Majah no. 4126, dihasankan oleh Al Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no. 308).
Syaikh Muhammad bin Ismail al-Muqaddam menjelaskan:
والمساكين هم: أهل السكينة والتواضع، وذلك لأن الفقير أرق قلباً، وأقرب إلى الله سبحانه وتعالى، والمسكنة مأخوذة من السكون، فهو إذا لم يستطع كسباً، أو لم يجد
مالاً فإنه يسكن ويقعد.
“Orang miskin dalam hadits ini maksudnya adalah mereka yang memiliki sakinah (ketenangan hati) dan tawadhu (kerendahan hati), karena orang fakir biasanya hatinya lebih lembut dan lebih dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala. Kata “al-masakanah” (kemiskinan) berasal dari kata “as-sukūn” (diam), yakni ketika seseorang tidak mampu mendapatkan penghasilan atau tidak punya harta maka biasanya ia akan duduk diam.
فقوله: (اللهم! أحيني مسكيناً) ليس فيه دعاء بالفقر؛ لأن الفقر إذا وقع فإنه بلاء، وقد قرنه النبي صلى الله عليه وآله وسلم بالكفر في أذكار الصباح والمساء فقال: (اللهم! إني أعوذ بك من الكفر والفقر)، إذاً: فليس هذا الدعاء دعاءً بالفقر وهو بلاء، وإنما هو دعاء بأخلاق المساكين من الخشوع والسكينة والتواضع
Maka sabda Nabi: “Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin” bukanlah doa agar diberi kemiskinan harta. Karena kefakiran, bila terjadi, ia adalah ujian. Bahkan dalam hadits lain, Nabi ﷺ menggandengnya dengan kekufuran dalam doa pagi dan petang beliau, dalam sabdanya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran”.
Jadi, doa tersebut bukan permintaan agar menjadi fakir, melainkan doa agar diberikan akhlaknya orang-orang miskin, yaitu sifat tawadhu‘, tenang, dan penuh kekhusyukan”.
(Tafsir Al Qur’an Al Karim Syaikh Al Muqaddam, 6/120).
Fawaid Kangaswad | Support Ma’had : https://trakteer.id/kangaswad
