Bersucinya Orang Yang Terluka
---
Bismillah, walhamdulillah.
Biasanya digambar-gambar meme disebutkan: “1 jam baru paham.” Saya pribadi untuk kasus yang menurut saya cukup daqiq dan jlimet ini, 3 tahun baru paham setelah melalui beberapa kitab hehe. Walhamdulillah. Berikut perinciannya:
1. (Keadaan pertama) Jika orang yang terluka tidak Menggunakan Perban, Gips Atau Semacamnya.
Maka bersuci dengan Membasuh bagian yang tidak sakit semampu mungkin, hingga area dekat bagian yang luka dengan lemah lembut. Dan jika tidak mampu maka meminta tolong kepada yang lain sekalipun harus membayar upah (al-Iqna’ 1/84). Dan harus bertayamum sebagai pengganti bagian sakit yang tidak terkena air.
Dan tayamum dilakukan ketika hendak membasuh bagian wudhu yang ada lukanya tersebut. Dan boleh tayamum dulu atau membasuh dengan air dulu. Namun afdolnya tayamum dulu kemudian air, agar anggota badan tidak kotor. Itu untuk wudhu. Adapun Untuk mandi maka boleh tayamum sebelum mandi, atau ditengah-tengah, atau setelah mandi. Dan ketika tayamum, maka tidak wajib untuk mengenai perban (al-Kanz: 1/128 dalam hal ini ada khilaf).
Dan maksud ibarot Fukoha’ “Tayamum anil jarih” adalah: “tayamum sebagai pengganti bagian luka yang tidak terkena air.” Dan yang ditayamumi adalah bagian tayamum itu sendiri alias tangan sampai siku dan muka. Jadi bukanlah maksud dari ibarot tersebut seseorang diperintahkan mengusap dengan tanah pada bagian luka sebagaimana dipahami para pemula hehe
Jika orang yang terluka menggunakan Gips, Perban atau semacamnya, maka ketika itu tidak terlepas dari 2 kemungkinan:
2. (Keadaan kedua) Kemungkinan pertama, perban digunakan secara press luka, artinya tidak mengambil bagian yang tidak sakit sedikitpun. Dan ini sulit -kalau tidak boleh dikatakan mustahil-.
Maka dalam kondisi demikian, perincian hukumnya sama sebagaimana orang yang tidak menggunakan perban diatas: Yaitu membasuh bagian yang tidak luka semampu mungkin, dan tayamum sebagai pengganti bagian luka/perban yang tidak terkena air. Dan tidak perlu mengusap perban/gips. Karena yang menjadikan perban/gips wajib diusap dengan air adalah tidak terbasuhnya bagian lebih tersebut dengan air. Dan Jika bagian tersebut sudah dibasuh dengan air, maka tidak perlu membasuh perban (al-Iqna’ 1/48).
Kemungkinan kedua, perban digunakan melebihi bagian luka. Artinya mengambil sedikit dari bagian yang tidak sakit. Maka dalam hal ini ada 2 kemungkinan:
3. (Keadaan ketiga) Kemungkinan pertama: Bagian lebih tersebut diambil sucukupnya saja. Artinya hanya seukuran untuk merekatkan perban utama.
Dalam kondisi demikian, maka ada 2 keadaan (dan kondisi ini yang sebenarnya dibicarakan oleh fukoha di matan-matan mereka seperti Abu Syuja atau Umdatus Salik): [1] Dia Sudah bersuci, atau [2] dia belum bersuci: Jika sudah bersuci, Maka cara bersucinya sebagaimana diatas: Yaitu bersuci dengan berusaha membasahi semua bagian yang tidak luka, dan tayamum sebagai pengganti bagian luka yang tidak terkena air. Dan cara mencuci bagian lebih yang digunakan untuk mempererat perban tersebut, yang notabene ia adalah bagian yang tidak luka yang wajib untuk dicuci adalah, dengan ia mengambil kapas atau potongan kain yang basah, kemudian diperaskan kebagian tersebut, yang mana dengan tetesan-tetesan dari perasan itu, bagian tubuh tersebut akan terbasuh. Dan disyaratkan harus menyeluruh mengenai bagian tersebut. (al-Kanz 1/128)
Namun jika tidak memungkinkan untuk melakukan hal itu, boleh baginya untuk tidak membasuh bagian lebih tersebut, dengan 2 syarat: (a) yang pertama harus mengusap seluruh perban dengain air sebagai pengganti bagian lebih yang tidak terkena air. (b) syarat kedua luka/Perban tidak pada bagian tubuh tayamum. Maka dalam kondisi demikian, yaitu meskipun ada bagian sakit yang tidak terkena air ketika bersuci, seseorang tidak perlu mengulang solatnya.
Namun jika perban ada dibagian tubuh tayamum, maka bagian lebih tersebut wajib dibasuh. Caranya dengan ia mengambil kapas atau potongan kain yang basah, kemudian diperaskan sebagaimana cara diatas. Dan ketika itu tidak perlu mengusap perban: Karena yang menjadikan perban wajib diusap adalah tidak terbasuhnya bagian lebih tersebut dengan air. sebagaimana dijelaskan diatas.
Dan jika tidak memungkinkan untuk membasuh dengan cara tersebut, maka ia melepas perbannya kemudian berwudhu sebagaimana orang yang tidak memakai perban. Jika tidak memungkinkan untuk melepas, maka dia melakukan sebagaimana keadaan diatas, yaitu: membasuh yang tidak sakit semampunya, tayammum sebagai pengganti bagian luka yang tidak terkena air, dan mengusap seluruh perban dengan air. Dan dia harus mengulang solat. Dikarenakan tayamum yang dia sebagai pengganti, tidak bisa dilaksanakan secara sempurna karena ada luka dibagian tersebut. Ibarot Fukoha: “Linaqsil badal wal mubdal minhu” (al-Kanz 1/145)
Dan perlu diketahui, maksud bersuci disini adalah bersuci pada bagian tubuh tersebut. Semisal lukanya pada tangan, maka setelah tangan selesai dibasuh, ia boleh dikenakan perban. Jadi tidak disyaratkan bersuci secara sempurna baru memakai perban sebagaimana pada bab mambasuh khuf. Ini sebagaimana dijelaskan Syaikhuna Said al-Jabiri hafidzahullah dalam Pelajaran Minhaj at-Tolibin di Mahad Imam Nawawi. Ini yang harus diketahui oleh para pelajar maupun pengajar!
Kita ingatkan kembali (karena panjangnya pembicaraan diatas dikawatirkan pembaca lupa tema) bahwa Poin diatas adalah perincian keadaan apabila seseorang telah bersuci sebelum memakai perban. Sekarang perincian Apabila seseorang belum bersuci:
Maka ketika itu wajib mambasuh bagian lebih tersebut dengan air dengan cara diperas sebagaimana diatas. Dan jika tidak bisa/memungkinkan untuk membasuh dengan tidak melepas perban, maka wajib melepasnya dan berwudhu sebagaimana wudhunya orang yang tidak menggunakan perban. Dan Jika tidak memungkinkan untuk melepas, maka dia melakukan sebagaimana keadaan diatas, yaitu: membasuh yang tidak sakit semampunya, tayammum sebagai pengganti bagian luka yang tidak terbasuh dengan air, dan mengusap seluruh perban dengan air. kemudian jika dia solat, maka wajib untuk mengulang solatnya dengan kondisi seperti itu. Dan dia berdosa apabila menyengaja menggunakan perban dalam kondisi belum bersuci sementara dia mengetahui ketika perban sudah dipakai, tidak memungkinkan untuk dilepas. (Umdatus Salik hal. 28)
4. (Keadaan keempat) Kemungkinan kedua: bagian lebih tersebut over atau lebih dari secukupnya.
Maka sama dengan keadaan diatas, namun tidak dirinci apakah bersuci dulu ataukah belum. Artinya sama saja baik bersuci dulu ataukah belum bersuci. Dan juga tidak dirinci apakah bagian tubuh tayamum ataukah tidak. Artinya sama saja. Yaitu dia wajib membasuh bagian over tersebut dengan air dengan cara diperas sebagaimana diatas, atau melepasnya kemudian berwudhu sebagaimana keadaan orang yang tidak menggunakan perban. Jika tidak memungkinkan untuk melepasnya, maka dia melakukan sebagaimana keadaan diatas, yaitu: membasuh yang tidak sakit semampunya, tayammum sebagai pengganti bagian luka yang tidak terbasuh dengan air, dan mengusap seluruh perban dengan air. Kemudian wajib mengulang solatnya.
NB:
1. Diatas kita jelaskan bahwasannya membasuh perban tidak mutlak wajib. adapaun Maksud ibarot fukoha (diantara contohnya bisa dilihat ibarot Umdatus Salik dan al-Minhaj) yang memutlakan wajib membasuh perban, yaitu karena umumnya orang yang mengenakan perban itu mengambil bagian tubuh yang tidak sakit untuk merekatkan perban utama, dan sulit untuk membasuh bagian tersebut. Sehingga dikarenakan tidak terbasuh bagian tersebut, maka perban wajib diusap. (al-Iqna’ 1/84)
2. Jika lukanya di 2 anggota tubuh wudhu, semisal di lengan bawah dan di pipi, maka wajib tayamum 2x. Jika 3 anggota tubuh, maka 3x. Namun jika 4 anggota tubuh wudhu terluka, maka tayamum 1x saja untuk 4 anggota tubuh yang terluka tersebut, karena ketika itu gugur tartib. (al-Iqna’ 1/85)
3. Luka di kepala supaya bisa mengambil hukum-hukum diatas, disyaratkan harus menyeluruh. Sedangkan pada anggota tubuh yang lain maka tidak disyaratkan menyeluruh. (al-Iqna’ 1/85) Karena membasuh kepala wajibnya hanya Sebagian kepala saja, sehingga jika yang luka hanya sebagian kepala, maka bisa membasuh area yang lain. Berbeda dengan anggota tubuh yang lain seperti tangan, jika lukanya ada pada bagian lengan bawah misalnya, maka otomatis tidak bisa membasuh tangan dengan semestinya.
4. Penomoran diatas untuk mengurutkan keadaan orang yang terluka sebagaimana digambar. Sehingga kita berikan keterangan (keadaan sekian)
Wallahu a’lam bis sowab.
Ponpes Ummu Salamah, Ngantang Kab. Malang