Di antara ujian kekasih Allah adalah sering disakiti dengan kata-kata.
Manusia seolah selalu mendapatkan jalan untuk menyakitinya.
Apapun yang dilakukannya akan selalu disuuzani.
Orang seperti puas jika terus merendahkan dan menghinakannya.
Walaupun dia selalu sabar. Senantiasa santun, terus diam dan tidak pernah menjawab atau mengklarifikasi sepatah katapun.
Juga tidak pernah membalas kecuali dengan kebaikan saja.
Sampai-sampai terpaksa harus menghindar dan bersembunyi jika bertemu dengan orang-orang yang menyakitinya itu!
Bukan karena takut, tetapi khawatir orang lain berdosa melalui wasilah dirinya.
Terkadang ujian seperti ini justru muncul kerabatnya sendiri!
***
Diriwayatkan, Uwais al-Qarnī bukanlah kekasih Allah yang hidupnya bergelimang harta dan kemewahan.
Malahan, beliau memilih hidup miskin dan tidak terkenal.
Beliau hanya dikenal masyarakat suka ke masjid saja.
Dengan cara hidup yang nyaris sebenarnya tidak ada alasan untuk di-dengki-i semacam ini, sepupunya masih saja menemukan celah untuk memuaskan dirinya dengan merendahkan dan menghinanya!
jika Uwais suatu hari bergaul dengan orang kaya, maka sepupunya ini berkomentar,
“Pasti dia cari makan!”
Jika Uwais bergaul dengan orang miskin, sepupunya berkomentar,
“Pasti dia ingin menipu mereka!”
al-Ẓahabī meriwayatkan,
«وَكَانَ رَجُلٌ يَلْزَمُ المَسْجِدَ فِي نَاسٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، وَكَانَ ابْنُ عَمٍّ لَهُ يَلْزَمُ السُّلْطَانَ، يُوْلَعُ بِهِ، فَإِنْ رَآهُ مَعَ قَوْمٍ أَغْنِيَاءَ، قَالَ: مَا هُوَ إِلَاّ يَسْتَأْكِلُهُم. وَإِنْ رَآهُ مَعَ قَوْمٍ فُقَرَاءَ، قَالَ: مَا هُوَ إِلَاّ يَخْدَعُهُم. وَأُوَيْسٌ لَا يَقُوْلُ فِي ابْنِ عَمِّهِ إِلَاّ خَيْراً، غَيْرَ أَنَّهُ إِذَا مَرَّ بِهِ، اسْتَتَرَ مِنْهُ، مَخَافَةَ أَنْ يَأْثَمَ فِي سَبَبِهِ». «سير أعلام النبلاء - ط الرسالة» (4/ 25)