Senin, 21 Juli 2025

kisah Hamra'ul Asad

Beberapa hari lalu, Ustadzna Khalid Basalamah mengirimi saya pesan wa, "Akhi, pernah ada khatib Masjidil Haram menyebutkan kisah Hamra'ul Asad dan dua orang bersaudara yang heroik itu. Mohon siapa khatibnya dan dua orang anak muda tersebut." 

Saya jawab, "Oh iya Ust, saya ada resensinya." ini khutbah 6 tahun lalu.
Sembari saya kirim link khutbahnya.

Ada dua pelajaran penting dari wa beliau malam itu. Pertama, sikap tawadhu' dan tidak segan bertanya terhadap sesuatu tidak diketahui. Kedua, pertanyaan yang presisi dan tepat sasaran. Untuk mencari tahu tentang khutbah jumat Masjidil Haram, ya memang pasnya tanya ke petugas terkait. Dua hal ini mesti kita biasakan. Mencari tau dan tau ke mana harus mencari.

Bila anda juga penasaran dengan cerita tersebut, silahkan baca catatan ringkas berikut:
▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

*Pelajaran Dari Hamra'ul Asad*
(Catatan pinggir dari Khutbah Masjidil Haram)

Banyak orang yang tahu tentang kisah Uhud. Tentang kekalahan yang dialami oleh kaum muslimin di bukit itu. Tentang darah yang mengalir dari pelipis Nabi dan remuknya geraham beliau. Ya. Tentang pasukan yang tidak taat dengan arahan komando di medan perang. Dan tentang sahabat-sahabat mulia yang berguguran menjadi syuhada, di antaranya adalah paman Nabi tercinta, Hamzah bin Abdul Muththalib.

Hari ini, dari mimbar Masjidil Haram saya dapat mendengarkan kembali lanjutan kisah Uhud yang legendaris itu. Satu babak baru dari kehidupan heroik sang Nabi beserta para sahabatnya yang mulia. Hari yang disebut oleh Allah SWT di dalam al-Qur’an dengan kisah orang-orang yang tiada peduli dengan perih luka mereka saat panggilan Allah dan rasulNya datang (3:172). Itulah perang Hamra’ul Asad. Episode baru, sehari setelah kekalahan Uhud yang banyak orang tidak tahu.

Setelah hari Uhud berlalu, dengan segala pilu dan luka, di mana di medan itu terbunuh tujuh puluh sahabat Nabi yang mulia, kaum Musyrikin merasa mereka sudah di atas angin karena mereka mengira telah meluluhlantakkan pondasi-pondasi kekuatan kaum muslimin. Di saat itu, Nabi saw merasa sangat khawatir kalau saja kaum musyrikin memanfaatkan kesempatan ini untuk menggempur Madinah yang di sana ada anak-anak, kaum wanita dan harta benda mereka.

Setelah menunaikan shalat shubuh bersama para sahabat, Nabi saw memerintahkan Bilal untuk mengumumkan kepada para sahabat yang kemarin ikut berperang untuk mengejar kaum musyrikin. Aksi kali ini, hanya boleh diikuti oleh mereka yang kemarin bergabung bersama pasukan Uhud, titah sang Nabi. 

Anda bisa membayangkan betapa beratnya tugas ini. Mereka baru saja melepas penat, darah masih basah dan perih itu masih terasa lekat di tubuh mereka, tiba-tiba mereka mendapat perintah untuk kembali mengangkat senjata. 
Allahu Akbar..

Saat mendengar perintah Nabi saw yang dikumandangkan oleh Bilal itu, Sa’ad bin Muadz segera beranjak menuju kaumnya untuk memberitahu mereka agar memakai kembali pakaian perang. Sa’ad berkisah, “Aku menyaksikan darah di tubuh mereka masih merah. Mayoritas Bani Asyhal terluka, bahkan semuanya.” Ketika itu juga, Usaid bin Hudhair yang sedang didera tujuh luka bangkit dan berkata, “Aku menyambut seruan Allah dan rasulNya” lalu ia ambil senjatanya, tanpa peduli dengan perih luka yang ia derita. Sa’ad bin Ubadah juga segera mendatangi kaumnya, dan mereka pun menyambut dengan sigap. Demikian halnya Abu Ubadah, dia datang kepada kaumnya yang sedang mengobati luka-luka mereka, dan mereka pun bersegera menyambut panggilan Allah dan rasulNya tanpa peduli luka-luka yang menganga itu.

Salah seorang perawi kisah ini menyebutkan, dari Bani Salimah keluar empat puluh orang yang sedang mengalami cedera berat, ada Thufail bin Nu’man yang membawa tiga belas lukanya, ada Bakhrasy bin ash-Shamah dengan derita sepuluh luka, Ka’ab bin Malik mengalami belasan luka, begitu juga Quthbah bin Amir dengan sembilan lukanya. Mereka berkumpul bershaf menghadap Nabi saw di Bi’r Abi ‘Anabah di puncak Tsaniyah, lengkap dengan pedang dan semangat mereka yang membara. Ketika melihat kondisi mereka, dengan darah yang masih basah dan luka yang masih merah, sang Nabi bersabda dengan penuh rasa, “Ya Allah, sayangilah Bani Salimah.”

Saat menyampaikan doa Nabi di atas, Syaikh terhenti. Sang khatib tak kuasa membendung isak tangisnya. Demikian juga sesiapa yang mengerti betapa manusia-manusia hebat nan mulia itu sangat sigap dengan panggilan Allah dan rasulNya. Tangispun tumpah. Ya Allah.. sayangilah kami sebagaimana Engkau menyayangi sahabat nabiMu.

Al-Waqidi juga menceritakan tentang manusia-manusia hebat itu. Adalah dua bersaudara, Abdullah bin Sahl dan Rafi’ bin Sahl bin Abdul Asyhal. Keduanya pulang dari Uhud dengan luka serius. Namun, ketika besoknya mereka berdua mendengar komando jihad dikumandangkan kembali, salah seorang dari keduanya bilang kepada yang lain, “Demi Allah, jika kita tidak ikut berperang bersama Rasulullah sungguh kita sangat merugi. Namun apa daya kita tidak punya tunggangan, lalu bagamana ini?” saudaranya menimpali, “Mari kita berangkat” dia menjawab, “Demi Allah, Aku tidak dapat berjalan dengan baik.” Saudaranya berkata, “Baiklah, kita berjalan pelan-pelan”, lalu mereka berdua berjalan tertatih-tatih. Ketika Rafi’ merasa tidak kuat, saudaranya menggendongnya. Dan ketika Abdullah merasakan payah, maka giliran Rafi’ yang menggendong, hingga mereka sampai di camp Nabi saw di waktu isya. Ketika melihat dua sahabatnya ini, Nabi saw mendoakan kebaikan bagi mereka. Tabaarakarrahmaan..

Nabi keluar bersama mereka dalam kondisi masih cedera berat, tubuh beliau terluka, kening beliau masih basah dengan darah dan geraham beliau hancur. Beliau dan para sahabat membuat camp di daerah Hamra’ul Asad dengan perbekalan yang seadanya. Namun demikian, semangat yang terpancar dari aura sang Nabi dapat ditangkap jelas oleh para sahabat, bahwa itu pertanda kemenangan yang semakin dekat. Di suatu kesempatan Beliau bertutur kepada Thalhah, “Wahai Thalah, sungguh mereka tidak akan mampu menaklukkan kita seperti kemarin, sampai Allah mengizinkan kita menaklukkan kota Mekah kelak.”

Hamra’ul Asad adalah saksi sejarah tentang keahlian Nabi saw dalam merancang strategi perang. Siang hari, beliau perintahkan para sahabat untuk mengumpulkan kayu bakar. Kemudian pada malam harinya, setiap prajurit harus membuat api unggun. Maka pada malam itu, terjadilah parade api unggun yang jumlahnya sampai lima ratus api unggun. Kepulan asap dan nyala api yang dahsyat ini yang dikirim oleh Allah sehingga menggentarkan kaum musyrikin yang sejak kemarin masih beristirahat di daerah Rauha’. Menyaksikan kobaran api itu, kaum musyrikin yang sama sekali tidak pernah berpikir akan dikejar dan dalam kondisi sangat tidak siap, akhirnya melarikan diri tunggang langgang kembali ke Mekkah.

Hamra’ul Asad, kisah keberanian dan keteguhan. Hamra’ul Asad adalah cerita tentang pengorbanan dan kesigapan. Hamra’ul Asad adalah riwayat tentang strategi dan ketawakkalan. Hamra’ul asad, di sana ada manusia-manusia mulia yang jauh lebih mencintai Akhirat dibanding dunia yang fana. SEKIAN.(repost)

Oleh: Dr. Ahmad Musyaddad
Penerjemah Khutbah Masjidil Haram
___________________
PUSTAKA MAKKAH: Jembatan Literasi Anda