Ketika Harun Ar-Rasyid melihat banyak mujahid dalam pasukannya menolak mencatatkan nama mereka di daftar gaji dan tunjangan tentara karena ingin jihad mereka semata-mata lillahi ta'ala, ia menyadari bahwa para pejuang mulia ini memiliki ayah, ibu, istri, dan anak-anak yang membutuhkan nafkah dan perhatian selama mereka pergi berjuang. Maka Harun Ar-Rasyid pun memikirkan sebuah langkah mulia.
Para mujahid biasanya berjihad dalam satu waktu dan bekerja di waktu lain untuk menghidupi diri dan keluarga mereka. Namun Harun Ar-Rasyid melihat bahwa hal itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka, dan bahkan bisa membuat mereka teralihkan oleh urusan keluarga di tengah jihad.
Maka ia memerintahkan kepada para gubernur dan pejabatnya untuk mencari siapa saja dari keluarga para mujahid yang membutuhkan bantuan. Ia juga memerintahkan agar informasi itu dikumpulkan secara diam-diam melalui panglima perangnya, Hamid bin Ma'yuf.
Karena keinginannya untuk ikut langsung melayani para pejuang dan keluarga mereka, Harun Ar-Rasyid turun sendiri pada malam hari ke rumah-rumah keluarga para mujahid dengan menyamar sebagai rakyat biasa. Ia memberikan bantuan, hadiah, dan bingkisan kepada mereka. Hingga ia kemudian dikenal di kalangan rakyat dengan sebutan "Khadim al-Mujahidin" (Pelayan para Mujahid). Ia juga mewasiatkan kepada para pejabatnya agar menjaga dan merawat keluarga para mujahid sebaik-baiknya selama mereka berada di medan jihad dan kehormatan.
Suatu kali, ketika Harun mengunjungi beberapa keluarga para pejuang secara terbuka, ia bertanya:
"Apakah kalian kekurangan sesuatu yang bisa kami bantu?"
Mereka menjawab:
"Telah datang kepada kami seorang lelaki saleh yang kami panggil "Pelayan para Mujahid", ia memberikan segala yang kami butuhkan, bahkan sampai minyak wangi pun dihadiahkannya kepada kami."
Harun Ar-Rasyid tersenyum mendengar gelar itu dan merasa bangga. Lalu ia berkata kepada panglima perangnya, Ma’yuf:
"Itulah gelar paling mulia yang pernah disematkan kepadaku dalam hidupku. Aku berdoa kepada Allah agar aku wafat dalam keadaan menyandang gelar itu, dan kelak dipanggil dengannya pada hari kiamat."
Maka di manakah kisah ajaib seperti ini dari Harun Ar-Rasyid dibandingkan dengan citra yang sering digambarkan di media, yang menggambarkannya hanya sebagai lelaki haus wanita?
Sumber:
– Siyar A’lam An-Nubala karya Adz-Dzahabi
– Al-Bidayah wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir
– Al-Kamil fi At-Tarikh karya Ibnu Al-Atsir
Ustadz zico pratama putra