Kamis, 02 Oktober 2025

Ahli Bid'ah Lebih Selamat Dari Lisan Mereka

Ahli Bid'ah Lebih Selamat Dari Lisan Mereka

Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- berkata: "Telah tersebar pada masa sekarang ini orang yang menisbatkan kepada ilmu dan dakwah kepada kebaikan (mereka) menjatuhkan kehormatan saudara-saudara kita para dai' yang dikenal. Dan mereka mencela kehormatan para penuntut ilmu, dai' dan penceramah. Mereka melakukan hal itu secara rahasia di majelis-majelis mereka, bahkan terkadang mereka rekam dalam kaset untuk disebar kepada manusia. Dan terkadang mereka melakukannya secara terang-terangan dalam ceramah umum di masjid. Perbuatan ini jelas menyelisihi perintah Allah ta'ala- dan Rasul-Nya -shallallahu 'alaihi wasallam- dari beberapa sisi, diantaranya:

[PERTAMA] hal ini telah melampaui batas terhadap hak kaum muslimin secara umum, bahkan para penuntut ilmu, dan dai secara khusus yang telah mengerahkan segala usaha untuk mengajar manusia, membimbing dan membenahi aqidah dan manhaj mereka, serta berusaha keras untuk mengatur pelajaran, ceramah, dan menulis buku yang bermanfaat.

[KEDUA] hal ini membuat perpecahan terhadap persatuan kaum muslimin, merobek barisan mereka. Padahal mereka sangat butuh kepada persatuan, jauh dari perpecahan, dan banyaknya katanya dan katanya di antara mereka. Terlebih lagi, bahwa da'i yang mereka serang adalah dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang dikenal memerangi bid'ah, khurorat, dikenal menghadapi para da'i yang mengajak kepada bid'ah, menyingkap gerakan dan permainan tipu daya mereka.

Kami tidak melihat kemaslahatan dalam perbuatan semacam ini kecuali untuk musuh yang selalu mengintai dari orang kafir maupun munafik, atau dari ahli bid'ah yang sesat.

[KETIGA] perbuatan ini justru menolong kaum sekuler dan barat yang berpaling dari agama, dan selain mereka dari kaum atheis yang sudah dikenal sering mencela para da'i dan berdusta terhadap mereka,  memprovokasi orang lain untuk membenci kitab dan ceramah mereka. Tidaklah termasuk ukhuwah Islamiyyah, orang yang cepat menyalahkan saudaranya ini, ketika justru membantu musuh mereka melawan saudaranya dari para penuntut ilmu dan para dai'.

[KEEMPAT] perbuatan ini merusak hati orang awam dan orang khusus, menyebarkan dan melariskan kedustaan dan kabar bohong yang batil, menyebabkan ghibah dan namimah, membuka pintu keburukan bagi orang-orang yang terkapar dengan fitnah karena lemahnya hati mereka, yang tekun menyebarkan syubhat dan menebar fitnah, serta semangat dalam mengganggu dan melukai orang yang beriman dengan apa yang tidak mereka lakukan.

[KELIMA] kebanyakan dari tuduhan yang dilontarkan tidak ada hakikatnya, ia hanyalah berupa persangkaan yang dihiasi oleh setan kepada penyangkanya dan setan menipu mereka. Allah telah berfirman:

"Wahai orang yang berikan, jauhilah kebanyakan prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa." Q.S. Al-Hujurat: 12

Orang yang beriman akan menggiring perkataan saudaranya kepada kemungkinan yang paling baik. Para salaf telah berkata:

"janganlah berburuk sangka kepada perkataan yang keluar dari saudaramu, padahal kamu masih mungkin berbaik sangka kepadanya."

[KEENAM] apa yang didapatkan dari ijtihad sebagian ulama dan penuntut ilmu dalam hal yang dibolehkan ijtihad, maka mereka tidak boleh dicela dan tidak boleh menjelekkannya, jika mereka ahli dalam ijtihad. Apabila ia menyelisihi mereka maka yang lebih patut adalah membantahnya dengan baik sebagai bentuk semangat dalam mencari kebenaran dengan jalan yang paling dekat. 

Apabila tidak mudah melakukannya dan melihat bahwa harus dijelaskan kesalahannya, maka harus dengan ungkapan yang baik, isyarat yang lembut bukan dengan menyerang, melukai, atau keras dalam berbicara, - terkadang justru hal ini menyebabkan penolakan terhadap kebenaran dan berpaling darinya-, tanpa merendahkan seseorang atau menuduh niat, atau menambah ucapan yang tidak diperbolehkan. 

Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- biasa melakukan hal seperti ini: "Mengapa suatu kaum mengucapkan ini dan itu...."

[Ash-Shuhuf Al-Yaumiyyah As-Su'udiyyah, Riyadh, Sabtu 22-6-1412 H, dinukil dari Al-Mukhtashor Al-Hatsits, hal. (410-412)]

Dika Wahyudi 

2 Oktober 2025