Ibnu Qudamah Membid'ahkan Asy'ariyyah
Betul, Ibnu Qudamah tidak mengkafirkan Asy'ariyyah, tapi jelas-jelas beliau membid'ahkannya. Meskipun perkataan bid'ah mereka lazimnya (konsekwensi logisnya) bisa terjatuh kepada kekafiran. Tapi yang lebih tepat lazim dari suatu madzhab bukanlah madzhab itu sendiri. Karena memang mereka tidak memaksudkan kekafiran tersebut, karena adanya syubhat yang menghalangi pikiran mereka. Misalnya enggan menetapkan lafazh-lafazh Al-Qur'an itu sebagai kalamullah, karena menganggap lafazh itu identik dengan makhluk, sehingga mereka berpegang kepada konsep kalam nafsi.
Ibnu Qudamah sangat keras mengkritik konsep kalam nafsi ini dalam beberapa kitab beliau, yang menganggap bahwa kalamullah itu hanya berupa nafsi/maknawi yang ada pada diri Allah, bukan lafazh yang terucapkan. Kalau lafazhnya menurut mereka adalah makhluk. Jelas ini menyalahi aqidah Ahlus Sunnah yang menyatakan bahwa baik lafazh maupun maknanya semuanya adalah kalamullah, bukan makhluk.
Orang yang menganggap Ibnu Qudamah salah paham terhadap Asy'ariyyah, justru dialah yang tidak paham aqidah Asy'ariyyah, konsep kalam nafsi ini dari mulai dicetuskan oleh imam mereka (yaitu Abul Hasan Al-Asy'ari) sampai sekarang masih dipegang kuat oleh mereka. Dan Ibnu Qudamah tidak keliru, karena jelas konsep kalam nafsi ini sebagai sebuah kebid'ahan.
Bahkan Ibnu Qudamah sangat keras mengkritik Abul Hasan Al-Asy'ari karena konsep yang dibawanya ini. Meskipun tentu, Abul Hasan Al-Asy'ari lebih dekat aqidahnya kepada Salaf dan Ahlus Sunnah dibanding dengan para pengikutnya, apalagi para pengikutnya yang belakangan. Di akhir hayat beliau, jelas beliau rujuk kepada aqidah Salaf dan berpegang teguh seperti yang dipegang oleh imam Ahmad, sebagaimana yang beliau nyatakan dalam kitab beliau yang terakhir yaitu Al-Ibanah dan Maqalat Al-Islamiyyin dengan menetapkan sifat-sifat khobariyyah seperti wajah, tangan, istiwa, dll. Hanya saja masih ada sisa-sisa pengaruh ilmu kalam pada beliau yang masih membuat rancu sebagian aqidah beliau, seperti konsep kalam nafsi ini.
Untuk itulah Ibnu Qudamah mengkritiknya dengan keras :
وَمن الْعجب أَن إمَامهمْ الَّذِي أنشأ هَذِه الْبِدْعَة رجل لم يعرف بدين وَلَا ورع وَلَا شَيْء من عُلُوم الشَّرِيعَة الْبَتَّةَ وَلَا ينْسب إِلَيْهِ من الْعلم إِلَّا علم الْكَلَام المذموم.
وهم يعترفون بِأَنَّهُ أَقَامَ على الاعتزال أَرْبَعِينَ عَاما ثمَّ أظهر الرُّجُوع عَنهُ فَلم يظْهر مِنْهُ بعد التَّوْبَة سوى هَذِه الْبِدْعَة فَكيف تصور فِي عُقُولهمْ أَن الله لَا يوفق لمعْرِفَة الْحق إِلَّا عدوه وَلَا يَجْعَل الْهدى إِلَّا مَعَ من لَيْسَ لَهُ فِي علم الاسلام نصيب وَلَا فِي الدّين حَظّ.
ثمَّ إِن هَذِه الْبِدْعَة مَعَ ظُهُور فَسَادهَا وَزِيَادَة قبحها قد انتشرت انتشارا كثيرا وَظَهَرت ظهورا عَظِيما وأظنها آخر الْبدع وأخبثها وَعَلَيْهَا تقوم السَّاعَة وَأَنَّهَا لَا تزداد إِلَّا كَثْرَة وانتشارا.
"Dan sungguh mengherankan bahwa imam mereka (Abul Hasan Al-Asy'ari) yang menciptakan bid’ah ini adalah seorang laki-laki yang tidak dikenal karena agama, tidak memiliki sifat wara’, dan sama sekali tidak memiliki ilmu-ilmu syariat. Tidak ada ilmu yang dinisbatkan kepadanya kecuali ilmu kalam yang tercela.
Mereka sendiri mengakui bahwa ia menetap dalam paham Mu’tazilah selama empat puluh tahun, kemudian menampakkan diri telah meninggalkannya. Namun setelah pertobatannya, tidak tampak darinya kecuali bid’ah ini. Maka bagaimana mungkin dalam akal mereka tergambar bahwa Allah tidak memberi petunjuk kepada kebenaran kecuali kepada musuh-Nya, dan tidak meletakkan hidayah kecuali pada orang yang tidak memiliki bagian dalam ilmu Islam dan tidak pula dalam agama?
Kemudian bid’ah ini, meskipun jelas kerusakannya dan bertambah buruknya, telah menyebar dengan sangat luas dan tampak dengan sangat nyata. Aku menduga bahwa ini adalah bid’ah terakhir dan yang paling buruk, dan padanya akan terjadi kiamat, serta ia tidak akan bertambah kecuali dalam jumlah dan penyebaran." (Hikayat Al-Munazharah fil Qur'an, hal. 51-52).
Dengan hakikat ini, maka tentu sangat naif kalau menyamakan aqidah Ibnu Qudamah dengan Asy'ariyyah dalam soal tafwidh. Jelas-jelas sangat berbeda. Kalau beda katakanlah beda, jangan melakukan pengelabuan dan penipuan. Aqidah para ahli kalam seperti Asy'ariyyah ini jelas sangat jauh dan bertentangan dengan aqidah Ahlus Sunnah Atsariyyah. Harusnya gentle saja mengakui, seperti tokoh besar Asy'ariyyah zaman ini, yang menjadi junjungan kalian, yaitu Sa'id Faudah yang terang-terangan mengelompokkan Ibnu Qudamah sebagai mujassimah.
Wallahul Muwaffiq.
(Muhammad Atim)
t.me/butirpencerahan