Kamis, 16 Oktober 2025

Keseimbangan Hak dan Kewajiban Suami-Istri dalam Islam

📝 Keseimbangan Hak dan Kewajiban Suami-Istri dalam Islam
__________

Hubungan suami-istri dalam Islam dibangun di atas prinsip keadilan, kasih sayang, dan saling menghormati. Keduanya memiliki hak dan kewajiban yang harus dijaga agar tercipta kehidupan rumah tangga yang harmonis. Islam menuntun agar suami dan istri saling melengkapi dan berbuat baik satu sama lain sesuai dengan tuntunan syariat.

Prinsip keseimbangan ini dijelaskan oleh Allah Ta‘ālā di dalam  firman-Nya:

﴿وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ﴾

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang makruf.” [QS. Al-Baqarah: 228].

Ayat ini menunjukkan keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam hubungan suami-istri. Menjelaskan makna ayat di atas, Syaikh Abdurrahman as-Sa‘dī - rahimahullāh - berkata:

لِلنِّسَاءِ عَلَى بُعُوْلَتِهِنَّ مِنَ الحُقُوْقِ وَالَّلوَازِمِ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ لِأَزْوَاجِهِنَّ مِنَ الحُقُوْقِ الَّلازِمَةِ وَالمُسْتَحَبَّةِ

“Dan para wanita memiliki hak dan kewajiban atas suami mereka sebagaimana suami memiliki hak dan kewajiban atas istri mereka, baik hak-hak yang wajib maupun yang bersifat sunnah.” (Taisīr al-Karīm ar-Rahmān, 101).

Penjelasan di atas, sejalan dengan pemahaman para sahabat Nabi, di antaranya Ibnu ‘Abbās - radhiyallāhu ‘anhu - yang mencontohkan bagaimana keseimbangan hak dan kewajiban itu diwujudkan dalam kehidupan rumah tangga. Beliau berkata: 

إِنِّي لَأَتَزَيَّنُ لِامْرَأَتِي كَمَا تَتَزَيَّنُ لِي، وَمَا أُحِبُّ أَنْ أَسْتَنْظِفَ كُلَّ حَقِّي الَّذِي لِي عَلَيْهَا، فَتَسْتَوْجِبَ حَقَّهَا الَّذِي لَهَا عَلَيَّ، لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ: ﴿ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوف﴾ 

“Aku benar-benar berhias untuk istriku sebagaimana ia berhias untukku. Dan aku tidak suka menuntut seluruh hakku yang menjadi kewajibannya kepadaku, karena jika aku menuntut seluruh hakku, maka ia pun akan menuntut seluruh haknya atasku. Sesungguhnya Allah Ta‘ala berfirman:

﴿ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوف﴾ 

 ‘Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang makruf’ [Al-Baqarah: 228]. (Al-Jāmi’ li-Ahkām al-Qur’ān, 3/123).

Perkataan Ibnu ‘Abbās ini menunjukkan bahwa hubungan suami istri seharusnya dibangun atas dasar saling memahami dan saling memperhatikan hak masing-masing, bukan semata-mata menuntut. Hal ini juga ditegaskan oleh Al-Qurthubī - rahimahullāh - ketika menjelaskan bagian lain dari ayat tersebut. Beliau berkata:

وَكَذَلِكَ فِي شَأْنِ الْكُسْوَةِ، فَفِي هَذَا كُلِّهِ ابْتِغَاءُ الْحُقُوقِ، فَإِنَّمَا يُعْمَلُ عَلَى اللَّبَقِ  وَالْوِفَاقِ، لِيَكُونَ عِنْدَ امْرَأَتِهِ فِي زِينَةٍ تَسُرُّهَا وَيُعِفُّهَا عَنْ غَيْرِهِ مِنَ الرِّجَالِ.

“Demikian pula dalam urusan pakaian. Dalam semua hal ini, yang dicari adalah pemenuhan hak-hak masing-masing. Maka seharusnya (suami) bersikap dengan kelembutan dan kesesuaian (antara keduanya), agar ia tampil di hadapan istrinya dalam keadaan yang menyenangkannya dan menjaga (istri tersebut) dari pandangan serta ketertarikan kepada laki-laki lain.” (Al-Jāmi’ li-Ahkām al-Qur’ān, 3/124).

Dari penjelasan para ulama, terlihat bahwa hubungan suami istri dalam Islam harus seimbang antara hak dan kewajiban. Keduanya dianjurkan saling berbuat baik, menghormati, dan memperhatikan hak masing-masing, sehingga rumah tangga menjadi harmonis, penuh kasih sayang, dan dirahmati oleh Allah.
Ustadz khairullah tekko