Kamis, 09 Oktober 2025

Musnad Imam Ahmad bin Hanbal

Maktabah Riyadhus Shalihin – Khazanah Ilmu 

📚 Faidah Kitab no. 2

📖 Musnad Imam Ahmad bin Hanbal
 
✍️ Oleh: Andre Satya Winatra 

Kitab ini termasuk salah satu musnad atau kitab besar dalam khazanah Islam khususnya di bidang hadits dan cukup dengan menyebut namanya sudah terlihat kedudukan dan kemuliaannya.

Kitab ini berjudul Musnad karya Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal asy-Syaibani. Imam Ahmad lahir pada tahun 161 H dan wafat tahun 241 H. Beliau adalah salah satu imam besar Islam, ahli hadits, sekaligus seorang faqih.

Musnad ini memiliki sejarah panjang. Kami akan coba ringkas beberapa poin pentingnya. 

Imam Ahmad dikenal dengan perjalanan ilmiahnya. Beliau pernah keluar dari Baghdad menuju Mekah.

Di Mekah, beliau berniat melanjutkan perjalanan ke Yaman untuk mendengar langsung hadits dari Abdurrazzaq bin Hammam ash-Shan’ani, seorang ulama besar ahli hadits. 

Perjalanan dari Baghdad ke Yaman tentu sangat jauh. Namun ternyata, Imam Ahmad mendapati Abdurrazzaq sedang berhaji di Mekah. Saat itu, Imam Ahmad ditemani Imam Yahya bin Ma’in, ulama besar dalam bidang jarh wa ta’dil.

Yahya berkata kepada Imam Ahmad, “Kita sudah menemukan yang kita cari. Kenapa harus jauh-jauh ke Yaman kalau kita bisa mendengar hadits dari Abdurrazzaq di sini, di Mekah saat haji?” 

Tetapi Imam Ahmad menjawab, “Niat saya dari awal adalah mendengar hadits darinya di Yaman, maka saya tidak akan mengambil hadits darinya kecuali di sana.”

Subhanallah. . 

Maka, Abdurrazzaq pulang lebih dulu ke Yaman. Imam Ahmad pun berangkat menyusulnya. 

Dalam perjalanan, beliau kehabisan bekal sampai harus bekerja sebagai kuli angkut barang selama tiga hari agar bisa makan. 

Setelah sampai di Yaman, beliau mendengar hadits dari Abdurrazzaq dalam jumlah yang sangat banyak, khususnya dari riwayat Sufyan ats-Tsauri dan yang lainnya. Setelah itu, beliau kembali ke Baghdad. 

Sepulangnya inilah beliau mulai menulis Musnad, kira-kira pada awal abad ketiga Hijriyah, sekitar tahun 200 H. Waktu itu usianya belum sampai 40 tahun.

📌 Sekarang mari kita pahami dulu istilah “musnad”. 

Dalam ilmu hadits, kata musnad memiliki beberapa pengertian. Yang paling utama adalah hadits yang disandarkan dengan sanad lengkap sampai kepada Nabi ﷺ. Jadi setiap hadits yang sanadnya bersambung dan sampai kepada Nabi ﷺ disebut musnad.

Oleh karena itu, kitab seperti Shahih al-Bukhari juga disebut “al-Jami’ al-Musnad”, begitu pula Imam Muslim menamakan kitabnya musnad.

Makna lain dari musnad adalah kitab hadits yang disusun berdasarkan nama sahabat. Misalnya, seorang ulama ingin mengumpulkan seluruh hadits Abu Bakar ash-Shiddiq dalam satu tempat, lalu hadits Umar, lalu Utsman, Ali, dan seterusnya.

Dengan metode ini, banyak ulama hadits menulis musnad. Misalnya Musnad al-Humaidi, murid Imam asy-Syafi’i, yang mengumpulkan hadits per sahabat tanpa memperhatikan urutan tema (bisa bercampur antara bab shalat, haji, wudhu, dll) yang penting hadits-hadits dari satu sahabat terkumpul.

Imam Ahmad bukan orang pertama yang menulis musnad dengan metode ini. Sudah ada sebelumnya, seperti Musnad al-Humaidi, Musnad Ubaidillah bin Musa, Musnad Musaddad bin Musarhad (guru al-Bukhari), dan lain-lain. Bahkan, teman seangkatannya, Ishaq bin Rahawaih juga memiliki musnad.

Pada tahun 225 H, Imam Ahmad mulai mengumpulkan anak-anaknya yaitu Abdullah yang saat itu berusia sekitar 13 tahun dan Shalih, serta sepupunya Hanbal bin Ishaq. Beliau mendiktekan hadits-hadits Musnad kepada mereka, lalu mereka menulisnya. 

Proses ini berlangsung lama. Kadang, setelah selesai, Imam Ahmad meminta agar beberapa hadits dihapus. 

Misalnya, “Hapus hadits ini, jangan masukkan dalam Musnad.” Atau, “Coret nama syaikh ini, saya tidak ingin namanya ada dalam kitab ini.” Proses penyaringan ini berlangsung bertahap.

Beberapa tahun menjelang wafat, Khalifah al-Mutawakkil meminta Imam Ahmad meriwayatkan hadits kepadanya. 

Tapi Imam Ahmad bersumpah tidak akan meriwayatkan hadits lagi. Kalau pun beliau menyebut hadits, hanya sebatas menyebut matan ringkas, tanpa sanad.

Putranya, Abdullah, berkata: “Wahai Ayah, biarkan saya yang menanggung kafarat sumpah itu, tolong ceritakan hadits kepadaku agar aku bisa menuliskannya.” 

Tapi Imam Ahmad tetap menolak, sehingga muncul cerita panjang yang terkenal antara beliau dan Khalifah al-Mutawakkil.

Ini mirip dengan sikap Imam Malik ketika diminta oleh Khalifah Harun ar-Rasyid. Imam Malik menolak meriwayatkan hadits khusus untuk khalifah secara pribadi. Beliau hanya mau menyampaikannya di majelis terbuka bersama para murid sehingga hadits tetap dihormati.

Demikian pula Imam Ahmad, beliau menolak meriwayatkan hadits hanya untuk khalifah seorang diri.

Pada akhirnya meriwayatkan Musnad secara penuh hanyalah putranya, Abdullah. Sementara putranya yang lain Shalih, tidak sempat karena sibuk dengan urusan keluarga dan pekerjaan. 

Maka, jalur periwayatan Musnad berpusat pada Abdullah bin Ahmad.

Dari Abdullah, riwayat itu diteruskan oleh al-Qathi’i (wafat 368 H). Lalu dari al-Qathi’i diteruskan lagi hingga abad-abad berikutnya.

Imam Ahmad disebut hafal sekitar 700 ribu hadits. Angka besar ini mencakup hadits marfu’ (sampai Nabi ﷺ), mauquf (perkataan sahabat), dan maqthu’ (perkataan tabi’in). Juga mencakup variasi sanad: bila satu matan diriwayatkan banyak jalur, maka dihitung sebagai hadits-hadits terpisah. Dari jumlah itu, Imam Ahmad memilih sekitar 30 ribu hadits untuk dimasukkan ke dalam Musnad.

Lalu, muncul pertanyaan: Apakah dalam Musnad ada hadits palsu (maudhu’)?

Ibnu al-Jauzi mengatakan ada, dan beliau menyebut 29 hadits. Namun Abu al-‘Ala al-Hamadzani menolak keras pendapat ini. 

Ibnu Taimiyah mengambil jalan tengah: kalau maksud “maudhu’” adalah hadits buatan dengan sanad palsu dari perawi pembohong, maka Musnad bersih darinya. Tetapi kalau maksudnya hadits yang sangat lemah, maka memang ada.

Al-Hafizh al-‘Iraqi menghimpun 9 hadits yang dinilai sangat lemah dan dituduh maudhu’. Lalu muridnya, Ibnu Hajar, menulis al-Qaul al-Musaddad untuk membela Musnad dan menolak klaim Ibnu al-Jauzi. As-Suyuthi juga menulis lanjutan, tapi bantahan Ibnu Hajar lebih kuat.

Ada juga klaim dari Abu Musa al-Madini bahwa semua hadits dalam Musnad adalah shahih menurut Imam Ahmad. Namun Ibnu al-Qayyim membantahnya dalam kitab al-Furusiyyah dengan menunjukkan bahwa ada hadits-hadits dalam Musnad yang justru dilemahkan oleh Imam Ahmad sendiri.

Keistimewaan lain, Musnad Ahmad banyak memuat hadits-hadits tsulatsiyat (tiga perawi antara Imam Ahmad dan Nabi ﷺ). Jumlahnya lebih dari 600, dan telah dihimpun oleh ad-Dhiya al-Maqdisi serta disyarah oleh as-Saffarini.

Kemudian kita lanjutkan pembahasan tambahan riwayat, hadis-hadis tsulatsiyyat, syarat penyusunan, susunan kitab, penjelasan, para perawinya dan cetakan terbaiknya. 

Dalam bagian ini akan dibahas banyak hal terkait dengan Musnad. Pertama, ada istilah ziyadat (tambahan riwayat) dalam kitab-kitab hadis, baik Shahihain, Sunan, maupun Musnad.

Maksud dari ziyadat adalah bahwa penulis kitab atau murid yang meriwayatkan darinya terkadang menambahkan sanad atau komentar dalam kitab.

Tambahan itu tetap disebut sebagai ziyadat dari periwayat. Hal ini juga ada dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Bahkan pada Sunan yang empat, khususnya Sunan Ibnu Majah, terdapat cukup banyak ziyadat yang ditambahkan oleh Ibnu al-Qaththan.

Dalam Musnad Imam Ahmad, putranya Abdullah bin Ahmad memiliki tambahan riwayat atas ayahnya. Terkadang ia meriwayatkan langsung dari ayahnya, tapi ada kalanya ia menyebut guru lain tanpa menyebut ayahnya.

Kadang pula ia menyebutkan sanad lengkap dari ayahnya, lalu di akhir menambahkan: “Hadis ini juga aku dengar dari fulan yang telah meriwayatkannya kepada ayahku.”

Total tambahan dari Abdullah bin Ahmad berjumlah 229 hadis marfu‘ (sampai kepada Nabi ﷺ), 31 atsar dari sahabat, dan 4 atsar dari tabi‘in.

Sedangkan periwayat Abdullah, yaitu al-Qathi‘i, apakah juga memiliki ziyadat? 

Para ulama berbeda pendapat:

1. Ada yang mengatakan ada 11 hadis tambahan (pendapat Ahmad al-Banna as-Sa‘ati dalam Fath ar-Rabbani).

2. Ada yang mengatakan hanya 1 sanad (seperti Dr. ‘Amir Hasan ash-Shabri, peneliti Irak).

3. Syaikh al-Albani berpendapat tidak ada tambahan sama sekali.

Jika pun ada tambahan, jumlahnya sangat sedikit dibanding 27 ribu lebih hadis dalam Musnad. 

Jadi klaim sebagian orang bahwa Musnad bukan karya Imam Ahmad atau putranya, melainkan karya al-Qathi‘i, jelas tidak benar.

Selanjutnya, soal syarat Imam Ahmad. Beliau mensyaratkan tidak memasukkan perawi pendusta, tapi beliau tidak terlalu ketat. Beliau tetap meriwayatkan dari sebagian perawi majhul (tidak dikenal), atau yang lemah meski jumlahnya tidak banyak.

Ibn Taimiyah berpendapat bahwa syarat Imam Ahmad lebih kuat daripada Abu Dawud. Tapi menurut sebagian peneliti, itu tidak sepenuhnya benar. Karena Abu Dawud lebih fokus pada hadis hukum, sedangkan Musnad tidak dibatasi pada itu saja.

Dari segi penyusunan, Imam Ahmad membagi Musnad menjadi 18 musnad besar, dan di dalamnya terdapat musnad-musnad kecil.
Jumlah totalnya 1065 musnad dengan jumlah sahabat yang diriwayatkan sebanyak 904 orang di antaranya 100 perempuan.

Beliau memulai dengan musnad Khulafa’ Rasyidin, kemudian Ahlul Bait, lalu sahabat lainnya. Susunan ini menunjukkan penghormatan beliau kepada Khulafa’ Rasyidin.

Setelah itu beliau menyusun berdasarkan wilayah: sahabat yang tinggal di Makkah, lalu Madinah, lalu Syam, lalu Kufah, lalu Bashrah. Ini menunjukkan bahwa menurut Imam Ahmad, Makkah lebih utama daripada Madinah, berbeda dengan Imam Malik.

Jumlah hadis dalam Musnad menurut cetakan al-Risalah adalah 27.647 hadis. Setelah diteliti oleh Syaikh Syu‘aib al-Arna’uth, sekitar 12% dinilai lemah. Artinya mayoritas hadis dalam Musnad shahih atau hasan.

Jika dihapus yang berulang, maka jumlah hadis yang tersisa sekitar 9.556. Sepertiganya (sekitar 3.115 hadis) ada dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Sekitar 2905 hadis ada dalam Sunan. Sisanya sekitar 3546 hadis adalah tambahan khusus Imam Ahmad.

Tambahan-tambahan ini sangat berharga dan bisa menjadi bahan penelitian akademik tersendiri, misalnya tentang Zawa’id Abu Hurairah dalam Musnad Ahmad.

Selanjutnya tentang tsulathiyyat, yaitu hadis dengan rantai sanad hanya tiga orang antara Imam Ahmad sampai Nabi ﷺ. Musnad Ahmad memiliki banyak sekali tsulathiyyat. Ini pernah dikumpulkan oleh adh-Dhiya’ al-Maqdisi dan dijelaskan oleh as-Saffarini.

Imam adz-Dzahabi pernah berharap bisa menulis syarah Musnad Ahmad, tapi karena usia lanjut, beliau tidak sempat. Ahmad al-Banna as-Sa‘ati kemudian menyusun ulang Musnad berdasarkan bab fikih dalam kitabnya Fath ar-Rabbani.

Di sini terlihat bahwa tradisi keilmuan Islam adalah melanjutkan dan menyempurnakan karya ulama terdahulu, bukan memulai dari nol. 

Misalnya, kitab Tahdzib al-Kamal karya al-Mizzi, lalu disempurnakan oleh al-Husayni dalam al-Ikmal kemudian dikritisi oleh Ibn Hajar dalam Ta‘jil al-Manfa‘ah.

Salah satu tokoh penting dalam pelestarian Musnad Ahmad adalah Abdullah bin Salim al-Bashri asy-Syafi‘i al-Makki (abad 12 H). Pada masa itu banyak naskah Musnad yang hilang, tapi beliau berhasil mengumpulkannya kembali dan menyusunnya dalam 56 majelis di Madinah, bahkan di Raudhah dekat makam Nabi ﷺ.

Cetakan terbaik Musnad Ahmad yang ada sekarang bersumber dari naskah beliau. Namun sayangnya, penelitian khusus tentang jasa beliau masih sangat sedikit.

Cetakan pertama Musnad muncul tahun 1313 H. Kemudian Syaikh Ahmad Syakir melakukan tahqiq dan menerbitkan 16 jilid, meski tidak sempat menyelesaikannya.

Ada kisah menarik, ketika naskah Musnad dikirim dari Mesir ke India. Para ulama hadis di India menyambut kedatangannya dengan penuh suka cita, bahkan membuat perayaan besar saat peti naskah itu dibongkar. Ini menunjukkan betapa mulianya kedudukan hadis Nabi ﷺ di hati mereka.

Cetakan terbaik Musnad Ahmad ada dua:

1. Cetakan al-Risalah dengan tahqiq Syu‘aib al-Arna’uth (52 jilid).

2. Cetakan Dar al-Makniz dengan pengawasan Dr. Ahmad Ma‘bad (12 jilid).

Keduanya memiliki kelebihan masing-masing.

Wallahu yahfazukum wa yar‘akum.
__
Andre Satya Winatra
TPQ Imam Asy-Syafi'i (TPQI) 
Ibnu Utsman Boarding School
Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau Indonesia

┈┈┈••✦✿✦••┈┈┈

🕹️ قناة مكتبة رياض الصالحين خزانة العلم

https://t.me/MaktabahRiyadhShalihin

📡 Ikuti dan bantu follow ya platform media sosial kami:
▶️ Youtube: Andre Satya Winatra Maktabah Riyadhus Shalihin
https://www.youtube.com/@AndreSatyaWinatraMRS
📗Facebook: Andre Satya Winatra
https://www.facebook.com/share/1EhUPw3j4d/
📩Telegram Catatan Andre:
https://t.me/catatanAndreSatyaWinatra
📻 Saluran Whatsapp Catatan Andre Official: https://whatsapp.com/channel/0029VawEBXA5K3zVFQBwds0i
📤 Instagram: @ANDRESATYAWINATRA_ASW
https://www.instagram.com/andresatyawinatra_asw?igsh=Z3dlamVzZmZxOXJ1
📂 Grup Whatsapp Ayo Belajar Islam: https://chat.whatsapp.com/JjDdGmRybtaGihoGo2YVFM?mode=r_c
📩Telegram Maktabah Riyadhus Shalihin: https://t.me/MaktabahRiyadhShalihin
▶️ Youtube: TPQ Imam Asy-Syafi'i Tanjungpinang  https://youtube.com/@tpqimamasy-syafiitanjungpinang?si=ckfMKC_9ia_72dxO
📘Facebook: TPQ Imam Asy-Syafi'i
https://www.facebook.com/share/19TA1FmPMd/
===

#Maktabah_Riyadhus_Shalihin
#Khazanah_Ilmu
#Khazanah Ilmiah
#Kutub_Para_Ulama
#Ilmu_bermanfaat