๐๐ฎ๐ถ๐ฑ๐ฎ๐ต ๐๐ฎ๐ฟ๐ ๐ฆ๐๐ฎ๐ฟ๐ต ๐๐ธ๐ถ๐ฑ๐ฎ๐ต ๐ง๐ต๐ฎ๐ต๐ฎ๐๐ถ๐๐ฎ๐ต (๐ ๐ฎ๐ท๐ฒ๐น๐ถ๐ ๐ฃ๐ฒ๐ธ๐ฎ๐ป๐ฎ๐ป ๐ฆ๐๐ฎ๐ถ๐ธ๐ต ๐ฆ๐ต๐ฎ๐น๐ฒ๐ต ๐ฆ๐ถ๐ป๐ฑ๐ถ๐ ๐ต๐ฎ๐ณ๐ถ๐ฑ๐๐ฎ๐ต๐๐น๐น๐ฎ๐ต)
Imam ath-Thahawiy mengatakan:
َูุฐَุง ุฐِْูุฑُ ุจََูุงِู ุนَِููุฏَุฉِ ุฃَِْูู ุงูุณَُّّูุฉِ َูุงْูุฌَู
َุงุนَุฉِ ุนََูู ู
َุฐَْูุจٍ ََُูููุงุกِ ุงْูู
َِّูุฉِ؛ ุฃَุจِู ุญََِูููุฉَ ุงُّููุนْู
َุงِู ุจِْู ุซَุงุจِุชِ ุงُِِّْููููู، َูุฃَุจِู ُููุณَُู َูุนُْููุจَ ุจِْู ุฅِุจْุฑَุงِููู
َ ุงْูุฃَْูุตَุงุฑِِّู، َูุฃَุจِู ุนَุจْุฏِ ุงِููู ู
ُ ุญَู
َّุฏِ ุจِْู ุงْูุญَุณَِู ุงูุดَّْูุจَุงِِّูู -ุฑِุถَْูุงُู ุงِููู ุนََِْูููู
ْ ุฃَุฌْู
َุนَِูู-.
“Ini adalah penjelasan akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah menurut madzhab fuqaha agama ini:
(1) Abu Hanifah an-Nu‘man bin Tsabit al-Kufi,
(2) Abu Yusuf Ya‘qub bin Ibrahim al-Anshari, dan
(3) Abu ‘Abdillah Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibani – semoga Allah meridhai mereka semua.”
⸻
Penulis rahimahullah memulai dengan menyebutkan tema risalah ini. Beliau berkata: “๐๐ฃ๐ ๐๐๐๐ก๐๐ ๐ฅ๐๐ฃ๐๐๐ก๐๐จ๐๐ฃ ๐ฉ๐๐ฃ๐ฉ๐๐ฃ๐ ๐๐ ๐๐๐๐ ๐ผ๐๐ก๐ช๐จ ๐๐ช๐ฃ๐ฃ๐๐ ๐ฌ๐๐ก ๐
๐๐ข๐๐๐” hingga akhir dari baris-baris tersebut.
Dari sini terdapat empat poin penting:
๐ฃ๐ผ๐ถ๐ป ๐ฃ๐ฒ๐ฟ๐๐ฎ๐บ๐ฎ
Alasan penulis rahimahullah menulis risalah ini adalah untuk menjelaskan akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Penjelasan tentang akidah yang benar sangat diperlukan ketika merebaknya akidah error, pihak berseberangan dan para pengabur kebenaran. Begitulah hiruk pikuk keadaan pertarungan akidah di zaman penulis, Abu Ja’far ath-Thahawiy rahimahullah.
Jika anda menelaah sejarah pada paruh kedua abad ketiga hijriyah dan setelahnya, yaitu masa Abu Ja’far ath-Thahawiy hidup, akan terlihat bahwa kekuatan ahlul bid‘ah semakin besar dan bergelombang.
Mereka menyebar luas dengan berbagai macam kelompoknya: para filsuf dengan filsafatnya, kaum Mu‘tazilah dengan ajarannya, mereka memiliki pengaruh, buku-buku, sekolah, serta pengikut. Begitu pula kelompok-kelompok bid‘ah lainnya yang setara atau lebih rendah dari mereka. Dengan itu kebutuhan untuk menjelaskan kebenaran yang dipegang dan dianut para salaf sangat mendesak. Karena itu Abu Ja’far bangkit menjelaskan kebenaran akidah salaf agar tetap hidup dan semerbak di kalangan umat.
Ini adalah pelajaran penting bagi setiap penuntut ilmu yang mengikuti manhaj salaf: ketika musuh-musuh sunnah beramai-ramai menyerang, maka wajib memperkuat upaya menjelaskan akidah ini, menyebarkannya dengan semua cara: pengajaran, penulisan, penerbitan, apa pun medianya. Yang terpenting kebenaran harus tersebar, hujjah harus ditegakkan, risalah harus tersampaikan, sebagaimana firman Allah: “Agar aku memberi peringatan kepadamu dengannya, dan juga kepada siapa saja yang sampai kepadanya (peringatan itu).” (QS. Al-An‘am: 19).
Zaman kita sekarang sama: musuh-musuh kebenaran dan Islam menyerang dari segala arah. Tidak layak dan pantas pengikut salaf dan penuntut ilmu menyikapinya dengan dingin dan malas. Mereka harus serius dan sungguh-sungguh dalam menjelaskan akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah dengan berbagai sarana.
๐ฃ๐ผ๐ถ๐ป ๐๐ฒ๐ฑ๐๐ฎ
Beliau rahimahullah berkata: “๐๐ฃ๐ ๐๐๐๐ก๐๐ ๐ฅ๐๐ฃ๐๐๐ก๐๐จ๐๐ฃ ๐๐ ๐๐๐๐ ๐ผ๐๐ก๐ช๐จ ๐๐ช๐ฃ๐ฃ๐๐ ๐ฌ๐๐ก ๐
๐๐ข๐๐๐, ๐ข๐๐ฃ๐ช๐ง๐ช๐ฉ ๐ข๐๐๐ฏ๐๐๐ ๐ฅ๐๐ง๐ ๐๐ช๐ฆ๐๐๐ ๐ช๐ข๐๐ฉ ๐๐ฃ๐…” lalu beliau menyebut tiga imam:
1. Abu Hanifah (w. 150 H),
2. Abu Yusuf (w. 182 H), dan
3. Muhammad bin al-Hasan (w. 189 H).
Beliau menyebut mereka sebagai “para fuqaha umat”. Maksudnya tentu “sebagian dari fuqaha umat”, sebab fuqaha umat Islam tidak terbatas hanya pada tiga imam ini saja. Seandainya beliau berkata: “di antara fuqaha umat…” maka akan lebih mencakup ulama lainnya juga.
๐ฃ๐ผ๐ถ๐ป ๐๐ฒ๐๐ถ๐ด๐ฎ
Alasan penyebutan tiga imam ini, wallahu a‘lam, ada dua:
1. Guna menyeru para pengikut madzhab Hanafi. Yaitu sebagai ajakan: “๐
๐๐ ๐ ๐ ๐๐ก๐๐๐ฃ ๐๐๐ฃ๐๐ง-๐๐๐ฃ๐๐ง ๐ข๐๐ฃ๐๐๐ ๐ช๐ฉ๐ ๐ผ๐๐ช ๐๐๐ฃ๐๐๐๐ ๐๐๐ฃ ๐๐ข๐๐ข-๐๐ข๐๐ข ๐ข๐๐๐ฏ๐๐๐ ๐๐๐ฃ๐๐๐, ๐ข๐๐ ๐ ๐๐ฃ๐๐ก๐๐ ๐๐ ๐๐๐๐ ๐ข๐๐ง๐๐ ๐. ๐๐๐ฃ๐๐๐ ๐ช๐ฉ๐ ๐ข๐๐ง๐๐ ๐ ๐๐๐ก๐๐ข ๐ข๐๐จ๐๐ก๐๐ ๐๐ ๐๐๐๐ ๐ก๐๐๐๐ ๐ช๐ฉ๐๐ข๐ ๐๐๐ง๐๐ฅ๐๐๐ ๐จ๐๐ ๐๐๐๐ง ๐ข๐๐ฃ๐๐๐ ๐ช๐ฉ๐ ๐๐๐ก๐๐ข ๐ข๐๐จ๐๐ก๐๐ ๐๐๐ ๐๐.”
2. Membersihkan madzhab Hanafi dari para ahli bid‘ah. Karena pada masa itu, banyak tokoh Mu‘tazilah dan Maturidiyah mengaku bermadzhab Hanafi dalam fikih, sehingga muncul kesalahpahaman seolah madzhab Hanafi identik dengan bid‘ah. Maka penulis ingin menegaskan bahwa madzhab para imam besar Hanafi sejati bersih dari bid‘ah tersebut.
Bagaimanapun juga, akidah tidaklah khusus terkait para ulama bertentu. Akidah itu hanyalah diterima dari Kitab Allah ‘Azza wa Jalla, dari Sunnah Rasul-Nya ๏ทบ, serta dari apa yang telah menjadi ijma‘ (kesepakatan) para salaf umat ini. Berdasarkan hal ini, maka tidak ada perbedaan antara akidah Abu Hanifah dengan akidah Syafi‘i, dengan akidah Ahmad, dengan akidah Sufyรขn ats-Tsaurรฎ; semuanya berada di atas akidah yang satu.
Masalah dalam bab akidah tidaklah sama dengan masalah dalam bab fikih. Dalam fikih memang ada mazhab-mazhab, karena ada perkara ijtihadiyah yang para ulama berijtihad di dalamnya, lalu mazhab itu dinisbatkan kepada mereka. Maka dikatakan: ini mazhab Abu Hanifah, ini mazhab Syafi‘i, ini mazhab Mรขlik, dan seterusnya.
Adapun dalam akidah tidaklah demikian; secara umum kita hanya mendapati dua akidah: akidah salafiyah dan akidah khalafiyah.
Akidah khalafiyah ada cabang-cabang yang banyak, tetapi pada akidah salafiyah tidak ada cabang, melainkan satu akidah saja yang diwarisi oleh orang-orang terdahulu dan orang-orang setelahnya dengan pujian kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Sementara selain Ahlus Sunnah wal-Jama‘ah, sungguh terdapat perbedaan yang sangat besar di antara mereka itu sebagaimana telah diberitakan oleh Nabi ๏ทบ bahwa hal itu akan terjadi di tengah umat ini.
Kembali ke penamaan ulama tadi, akidah tidak khusus bagi sebagian ulama saja. Karena itu tidak tepat disangka bahwa akidah ini adalah akidah Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad bin al-Hasan saja. Tidak, bahkan ini juga akidah Mรขlik, ini juga akidah Syafi‘i, ini juga akidah Ahmad, dan juga akidah selain mereka dari kalangan ulama, walaupun ada beberapa masalah yang masih diperdebatkan dan akan dijelaskan kemudian.
Aangkah indahnya perkataan Syaikhul Islam –rahimahullah– dalam majelis yang diadakan untuk munazarah dengannya, sebagaimana tercatat dalam jilid ketiga Majmรป‘ al-Fatรขwรข. Beliau –rahimahullah– berkata:
ุงูุงِุนْุชَِูุงุฏُ: ََููุง ُูุคْุฎَุฐُ ุนَِّูู ََููุง ุนَู
َّْู َُูู ุฃَْูุจَุฑُ ู
ِِّูู؛ ุจَْู ُูุคْุฎَุฐُ ุนَْู ุงِููู َูุฑَุณُِِููู َูู
َุง ุฃَุฌْู
َุนَ ุนََِْููู ุณََُูู ุงูุฃُู
َّุฉِ))
“๐ผ๐๐๐ฅ๐ช๐ฃ ๐๐ ๐๐๐๐, ๐ข๐๐ ๐ ๐ฉ๐๐๐๐ ๐๐๐๐ข๐๐๐ก ๐๐๐ง๐๐ ๐ช, ๐ฉ๐๐๐๐ ๐ฅ๐ช๐ก๐ ๐๐๐ง๐ ๐ฎ๐๐ฃ๐ ๐ก๐๐๐๐ ๐๐๐จ๐๐ง ๐๐๐ง๐๐ ๐ช, ๐ฉ๐๐ฉ๐๐ฅ๐ ๐๐๐๐ข๐๐๐ก ๐๐๐ง๐ ๐ผ๐ก๐ก๐๐, ๐๐๐จ๐ช๐ก-๐๐ฎ๐, ๐๐๐ฃ ๐๐๐ข๐‘ ๐จ๐๐ก๐๐ ๐ช๐ข๐๐ฉ.”
๐ฃ๐ผ๐ถ๐ป ๐๐ฒ๐ฒ๐บ๐ฝ๐ฎ๐
Tiga imam yang disebutkan itu adalah pilar utama madzhab Hanafi. Jika dalam kitab Hanafi disebut: “Imam kita berkata…” maka maksudnya mereka bertiga. Jika disebut “kedua syaikh” maksudnya Abu Hanifah dan Abu Yusuf. Jika disebut “dua sahabat” maksudnya Abu Yusuf dan Muhammad bin al-Hasan.
Mereka adalah imam besar yang diakui. Bahkan Ibnu Taimiyah sering memasukkan mereka dalam daftar ulama yang memiliki kedudukan tinggi.
Namun, ada keunggulan masing-masing: Abu Hanifah lebih unggul dalam fikih, Abu Yusuf lebih kuat dalam hadits, Muhammad bin al-Hasan lebih ahli dalam bahasa Arab. Mereka semua sosok berilmu dan memiliki keutamaan.
Hal yang perlu disebutkan dan layak ditampilkan adalah penisbatan dua tokoh murid Abu Hanifah (Abu Yusuf dan Muhammad) bukanlah pengikut yang bertaklid buta. Mereka murid yang penuh penghormatan dan kecintaan terhadap imam Abu Hanifah tetapi tetap berijtihad bahkan mereka banyak berijtihad dan banyak bersilang pendapat dengan Abu Hanifah. Mereka sering berbeda pendapat dengan Abu Hanifah dalam banyak masalah.
Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan dalam fikih wajar, tapi dalam akidah mereka tetap satu, tidak menyelisihi Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Abu Ja’far ath-Thahawiy rahimahullah sendiri, penulis akidah thahawiyah ini, pun tidak fanatik buta. Beliau menjadi murid para imam dan pengaruhnya pada beliau amat terlihat.
Ada kisah masyhur yang terjadi antara bekiau dengan Abu ‘Ubaid bin Harbuwaih, seorang faqih Mesir yang terkenal bermazhab Syafi‘i. Suatu ketika keduanya berdiskusi dalam sebuah masalah, lalu Abu Ja‘far memilih satu pendapat. Maka Abu ‘Ubaid berkata: ‘Itu bukan mazhab Abu Hanifah.’
Abu Ja‘far menjawab: ‘Apakah engkau ingin aku meniru Abu Hanifah dalam setiap masalah?’
Abu ‘Ubaid berkata: ‘Aku kira engkau hanyalah seorang pengikut mazhab.’
Abu Ja‘far pun berkata: ‘Bukankah yang bertaqlid itu hanyalah orang fanatik?’
Abu ‘Ubaid membalas: ‘Atau orang bodoh!’
Maka kisah ini pun tersebar dan menjadi perumpamaan yang sering disebut oleh penduduk Mesir
Intinya:
Para imam besar yang mendalam ilmunya adalah orang-orang yang mengikuti (dalil), mereka tidak mendahulukan apapun dibanding makna kitabullah dan sunnah.
Akidah adalah keyakinan yang menetap di hati tentang iman kepada Allah dan segala cabang-cabangnya. Semua akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah kembali kepada iman kepada Allah sebagai fondasi utama.
Mereka adalah orang-orang yang berpegang kepada Islam murni tanpa campuran, bersandar hanya kepada Kitab Allah dan sunnah Rasulullah ๏ทบ, tanpa menyimpang.
Maka merekalah Ahlus Sunnah wal Jamaah yang sejati. Adapun yang mengaku-ngaku tanpa dasar, itu hanyalah klaim dusta dan kebohongan.
____
Madinah, Jumat Pagi.
Penyusun: Yani Fahriansyah
ุฌุฒุงูู
ุงููู ุฎูุฑุง ุงุณุชุงุฐ Yani Fahriansyah