Jumat, 19 September 2025

๐—ฆ๐˜†๐—ฎ๐—ฟ๐—ต ๐—”๐—ธ๐—ถ๐—ฑ๐—ฎ๐—ต ๐—ฎ๐˜๐—ต-๐—ง๐—ต๐—ฎ๐—ต๐—ฎ๐˜„๐—ถ๐˜†๐—ฎ๐—ต (๐—ฃ๐—ฎ๐—ฟ๐˜ ๐Ÿฎ)

๐—ฆ๐˜†๐—ฎ๐—ฟ๐—ต ๐—”๐—ธ๐—ถ๐—ฑ๐—ฎ๐—ต ๐—ฎ๐˜๐—ต-๐—ง๐—ต๐—ฎ๐—ต๐—ฎ๐˜„๐—ถ๐˜†๐—ฎ๐—ต (๐—ฃ๐—ฎ๐—ฟ๐˜ ๐Ÿฎ)

ูˆَู…َุง ูŠَุนْุชَู‚ِุฏُูˆู†َ ู…ِู†ْ ุฃُุตُูˆู„ِ ุงู„ุฏِّูŠู†ِ، ูˆَูŠَุฏِูŠู†ُูˆู†َ ุจِู‡ِ ุฑَุจَّ ุงู„ْุนَุงู„َู…ِูŠู†َ.

"Dan apa yang mereka yakini sebagai pokok-pokok agama/akidah (Ushul ad-Din), itulah yang mereka jadikan sebagai agama untuk beribadah kepada Rabb semesta alam."

๐—บ๐—ฎ๐—ธ๐˜€๐˜‚๐—ฑ๐—ป๐˜†๐—ฎ: 

Penulis, Abu Ja'far ath-Thahawiy akan menyampaikan pokok-pokok agama/akidah (Ushul ad-Din) yang menjadi keyakinan para ulama yang telah disebutkan namanya sekaligus mereka nilai itu sebagai agama, sekaligus menjadikannya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, Rabb semesta alam.

๐—œ๐˜€๐˜๐—ถ๐—น๐—ฎ๐—ต ๐—จแนฃลซ๐—น ๐—ฎ๐—ฑ-๐——ฤซ๐—ป (๐—ฃ๐—ผ๐—ธ๐—ผ๐—ธ ๐—ฎ๐—ด๐—ฎ๐—บ๐—ฎ) ๐—ฑ๐—ถ๐—ด๐˜‚๐—ป๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—บ ๐—ฑ๐˜‚๐—ฎ ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฒ๐—ฟ๐˜๐—ถ๐—ฎ๐—ป:

1. Sebagai nama bidang ilmu.

Yaitu dijadikan istilah untuk menyebut ilmu akidah. Karena itu, tidak mengapa jika dikatakan: ilmu akidah, ilmu uแนฃลซl ad-dฤซn, matn (teks) dalam akidah, atau matn dalam uแนฃลซl ad-dฤซn. Semua ini boleh digunakan, dan tampaknya maksud Abลซ Ja‘far rahimahullฤh adalah pengertian ini: bahwa istilah Uแนฃลซl ad-Dฤซn dimaksudkan sebagai akidah, sehingga keduanya memiliki makna yang sama, sebagaimana nanti akan tampak pula pada istilah tauhid.

2. Sebagai penentu kedudukan suatu masalah.

Maksudnya, ada masalah-masalah besar dalam agama yang disebut sebagai uแนฃลซl ad-dฤซn. Konsekuensinya, jika seseorang menyelisihi masalah yang dikategorikan sebagai pokok agama, bisa muncul hukum takfฤซr (vonis kafir), tafsฤซq (vonis fasik), atau hukum lain yang serupa.

Kelompok ahli bid‘ah menggunakan istilah ini dengan cara yang salah dalam tiga hal:

1. Mereka memasukkan sesuatu yang sebenarnya bukan pokok agama, kemudian membangun hukum takfฤซr atau tafsฤซq di atasnya.

2. Mereka berlebihan dalam sebagian masalah yang mereka sebut pokok agama, lalu memberikan konsekuensi yang tidak semestinya.

3. Mereka membatasi pokok agama hanya pada masalah-masalah ilmiah (teoritis, akidah), sehingga melalaikan masalah-masalah besar yang sifatnya amaliah. Padahal, tidak semua masalah akidah merupakan pokok agama, dan di sisi lain, dalam masalah amaliah pun terdapat pokok agama. Contohnya, rukun Islam seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Semua ini termasuk pokok agama, meskipun termasuk masalah amaliah, bukan ilmiah.

Ahlus Sunnah wal Jamฤ‘ah menggunakan istilah ini dengan pendekatan yang lebih tepat:

1. Uแนฃลซl ad-Dฤซn adalah perkara-perkara besar dalam agama, baik yang bersifat ilmiah (akidah) maupun amaliah (ibadah).

2. Furลซ‘ ad-Dฤซn (cabang agama) adalah perkara-perkara yang lebih detail dan rinci, baik dalam aspek ilmiah maupun amaliah. Inilah yang ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullฤh.

๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฎ๐—ป ๐—”๐—ธ๐—ถ๐—ฑ๐—ฎ๐—ต ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—ง๐—ฎ๐˜‚๐—ต๐—ถ๐—ฑ

Akidah memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan tauhid.

Tauhid berfokus pada tiga pembahasan utama:

1) Rububiyah (mengesakan Allah dalam penciptaan, pengaturan, dan pemeliharaan alam semesta).
2) Uluhiyah (mengesakan Allah dalam ibadah).
3) Asma’ wa Shifat (mengesakan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya).

Akidah mencakup ketiga hal di atas sekaligus hal-hal lain yang lebih luas, seperti:

1) iman kepada malaikat,
2) iman kepada kitab-kitab Allah,
3) iman kepada para nabi dan rasul,
4) iman kepada hari kiamat,
5) iman kepada takdir,
6) serta pembahasan tambahan lain seperti kedudukan para sahabat, Ahlul Bait, karamah wali, masalah jin, dan seterusnya.

Dengan demikian, tauhid hanyalah bagian dari akidah. Maka:

1) Jika pembahasan tentang jin atau malaikat → itu akidah, bukan tauhid.
2) Jika tentang para sahabat → itu akidah, bukan tauhid.
3) Jika tentang al-Qur’an atau kitab terdahulu → itu akidah, bukan tauhid.
4) Jika tentang hari kiamat → itu akidah, bukan tauhid.
5) Jika tentang rububiyah, uluhiyah, atau asma’ wa shifat → itu tauhid, dan pada saat yang sama bagian dari akidah.

๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฑ๐—ฎ๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—บ ๐—ถ๐˜€๐˜๐—ถ๐—น๐—ฎ๐—ต ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐˜†๐—ถ๐—บ๐—ฝ๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป

1) Penyimpangan pada tema tauhid, misalnya meyakini ada sesembahan selain Allah, ๐—ฑ๐—ถ๐˜€๐—ฒ๐—ฏ๐˜‚๐˜ ๐˜€๐˜†๐—ถ๐—ฟ๐—ถ๐—ธ.
2) Penyimpangan pada tema akidah secara umum, seperti mencaci nabi, menghinakan al-Qur’an, dan sebagainya, ๐—ฏ๐—ถ๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—ป๐˜†๐—ฎ ๐—ฑ๐—ถ๐˜€๐—ฒ๐—ฏ๐˜‚๐˜ ๐—ธ๐˜‚๐—ณ๐˜‚๐—ฟ.

Syirik adalah bagian dari kekufuran, tetapi tidak semua kekufuran termasuk syirik.

Jika kita perhatikan, semua tema akidah pada akhirnya bermuara kepada Allah:

1) Malaikat → makhluk mulia yang Allah tugaskan.
2) Para nabi → utusan pilihan Allah untuk menyampaikan risalah-Nya.
3) Al-Qur’an → kitab petunjuk Allah bagi manusia.
4) Takdir → ketentuan Allah yang berlaku bagi seluruh makhluk.
5) Hari kiamat → kembalinya manusia kepada Allah.

Jadi, pangkal dan ujung semua pembahasan akidah adalah Allah, sementara inti pembahasan tentang Allah terfokus pada tauhid: rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. Karena itu, mempelajari tauhid adalah pintu dasar yang harus dimasuki sebelum mendalami seluruh cakupan akidah.

๐—”๐—ฝ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐—ต ๐—ธ๐—ฒ๐˜†๐—ฎ๐—ธ๐—ถ๐—ป๐—ฎ๐—ป ๐˜†๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐˜๐—ฒ๐—ฟ๐˜๐—ฎ๐—ป๐—ฎ๐—บ ๐—ฑ๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—บ ๐—ต๐—ฎ๐˜๐—ถ ๐—ฑ๐—ฎ๐—ป ๐—ฑ๐—ถ๐˜†๐—ฎ๐—ธ๐—ถ๐—ป๐—ถ ๐—ฑ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป ๐˜€๐˜‚๐—ป๐—ด๐—ด๐˜‚๐—ต-๐˜€๐˜‚๐—ป๐—ด๐—ด๐˜‚๐—ต ๐—ฏ๐—ถ๐˜€๐—ฎ ๐—ฑ๐—ถ๐˜€๐—ฒ๐—ฏ๐˜‚๐˜ ๐—ฎ๐—ด๐—ฎ๐—บ๐—ฎ ๐˜†๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—ฑ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป๐—ป๐˜†๐—ฎ ๐˜€๐—ฒ๐˜€๐—ฒ๐—ผ๐—ฟ๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฟ๐—ถ๐—ฏ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ๐—ต ๐—ธ๐—ฒ๐—ฝ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ ๐—”๐—น๐—น๐—ฎ๐—ต?

Jawabannya: tentu saja iya, bahkan itu termasuk ibadah yang paling agung.

Sebab agama memiliki dua sisi: 

1) yang tampak (amal lahiriah) dan 
2) yang batin (keyakinan hati). Dan pembahasan agama yang bersifat batin dalam banyak hal lebih agung daripada agama lahir.

Oleh karena itu, akidah yang benar merupakan ibadah yang paling besar, yaitu iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir. Tidak ada ibadah yang lebih besar daripada enam rukun iman ini.

Maka hendaknya setiap orang yang mempelajari akidah menghadirkan niat ikhlas, karena ia sedang menuntut ilmu yang paling bermanfaat dan paling agung untuk mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu, hendaknya ia menyadari betapa pentingnya akidah sehingga menempatkannya pada kedudukan yang semestinya dan menghargainya dengan sebaik-baiknya.
____
Dikembangkan dari:

1. Syarh Syaikh Shaleh Sindiy hafidzahullah.
2. Catatan kami pribadi terkait perbedaan antara akidah dan tauhid.

____
Madinah, kota Nabi shallallahu alaihi wasallam 
Yani Fahriansyah