Selasa, 30 September 2025

Kebanyakan orang yang sulit menerima nasihat adalah orang yang berbangga diri dengan pendapatnya

Imam Ibnu Hibban -rahimahullah- berkata, "Kebanyakan orang yang sulit menerima nasihat adalah orang yang berbangga diri dengan pendapatnya." (Raudhatul Uqala, hal. 225).

-----

*Itu sih nyindir kita!
ustadz al mizzi

Istri yang diceraikan oleh suami yang impoten:

Istri yang diceraikan oleh suami yang impoten:
1.talak bain shughro, tdk ada rujuk, 2.berhak dapat mahar penuh, 3 tidak ada nafkah, 4 tidak ada tempat tinggal, 5 wajib iddah.

كتاب: السياسة الشرعية" لابن تيمية

59

21.59

الشيخ عبد الرزاق البدر

سفيان عنابة . 4 .

ياليت قومي يعلمون

1 كتاب: السياسة الشرعية" لابن تيمية

- الصفحة : 138 طبعة دار الكتب العلمية

> "وَلَا يَنْبَغِي لِلْإِمَامِ أَنْ يُقْدِمَ عَلَى قِتَالٍ إِلَّا بِقُوَّةٍ وَعُدَّةٍ، فَإِنْ كَانَ الْعَدُوُّ أَكْثَرَ وَأَقْوَى، فَالْحَذَرَ الْحَذَرَ مِنْ مُقَاتَلَتِهِ؛ فَإِنَّ ذَلِكَ إِضَاعَةُ لِحُقُوقِ الْمُسْلِمِينَ وَتَعْرِيضُ لَهُمْ لِلْفَنَاءِ."

2 كتاب زاد المعاد" لابن القيم

- الجزء 3 الصفحة 6 ( طبعة مؤسسة الرسالة)

"وَمِنَ السُّنَّةِ أَلَّا يُقَاتَلَ الْعَدُوُّ إِلَّا بِقُدْرَةِ، فَإِذَا كَانَ الْفِرَارُ أَحْفَظَ لِدِمَاءِ الْمُسْلِمِينَ، كَانَ أَوْلَى مِنَ الْمُجَازَفَةِ بهم ."

3 كتاب الفتاوى الكبرى" لابن تيمية

- الجزء 4 الصفحة 495

"إِذَا كَانَ الْعَدُوُّ أَضْعَافَ الْمُسْلِمِينَ، فَلَا يَجُوزُ الدُّخُولُ

في الْقِتَالِ؛ لِأَنَّ الشَّرْعَ يَأْبَى إِهْلَاكَ النَّفْسِ بِغَيْرِ حَقٌّ."

4 كتاب "المغني" لابن قدامة

الجزء 9، الصفحة 210

لَا يُقَاتَلُ الْعَدُوُّ إِذَا كَانَ أَقْوَى إِلَّا بِضَرُورَةٍ، وَإِلَّا

فَالْفِرَارُ أَحْسَنُ؛ حِفْ
Di share oleh ustadz badrusalam 

Tenang-tenang dalam melakukan urusan-urusan dunia Dalam urusan Akhirat dianjurkan bersegera, memecut dan berlumba-lumba

Tenang-tenang dalam melakukan urusan-urusan dunia 

Dalam urusan Akhirat dianjurkan bersegera, memecut dan berlumba-lumba
ustad abid anury

شرح كتاب قرة عيون الموحدين في تحقيق دعوة الأنبياء والمرسلين

شرح كتاب قرة عيون الموحدين في تحقيق دعوة الأنبياء والمرسلين | 60 درس.
الشيخ صالح بن فوزان الفوزان.
رابط تحميل الدروس:
https://archive.org/details/qurrat003/Qurrat-001.mp3
رابط يوتيوب:
https://www.youtube.com/playlist?list=PL3523jgHxjkZW5gLCp-iTVYTGHwS7uYSK

Tasyaddud (Keras Dalam Beragama) Berbeda Dengan Tamassuk (berpegang teguh dalam Beragama).

Tasyaddud (Keras Dalam Beragama) Berbeda Dengan Tamassuk (berpegang teguh dalam Beragama).

Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi'i berkata:
"Tasyaddud adalah mengharamkan pada manusia sesuatu yang tidak Allah haramkan, atau mewajibkan pada mereka sesuatu yang tidak Allah wajibkan.. inilah tasyaddud.

Adapun Tamassuk (berpegang teguh) pada agama, maka bukan termasuk tasyaddud."
ustadz miftah indy

Pondok Pesantren Maskumambang didirikan pada tahun 1859 Masehi (1281 Hijriah) oleh KH. Abdul Djabbar

Pondok Pesantren Maskumambang didirikan pada tahun 1859 Masehi (1281 Hijriah) oleh KH. Abdul Djabbar sebagai upaya mencetak kader-kader dai yang mampu menghapus kepercayaan-kepercayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pada masa itu, masyarakat sekitar masih banyak yang mempraktikkan takhayul, bid’ah, dan khurafat (TBC), seperti membuat sesaji untuk penguasa Bengawan Solo Dukun, yang sering diasosiasikan dengan buaya putih.

KH. Abdul Djabbar memulai pembangunan pesantren ini dengan merambah hutan kecil di Desa Sembungan Kidul, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, sekitar 40 kilometer di barat laut Kota Surabaya. Beliau mendirikan sebuah langgar sederhana dari anyaman bambu (besek dalam bahasa Jawa) dengan tiga ruangan. Langgar ini digunakan untuk mengajari anak-anak dan masyarakat sekitar membaca Al-Qur’an, memahami tafsir, dan mempelajari fiqih. Pada masa awal, proses pembelajaran menggunakan metode tradisional seperti **sorogan**, **bandongan**, dan **halaqah**. Seiring waktu, semakin banyak orang dari luar desa dan daerah lain yang datang untuk belajar di pesantren ini.

Nama **Maskumambang** yang diberikan kepada pesantren ini tergolong unik, mengingat nama pesantren biasanya berasal dari istilah dalam bahasa Arab atau nama tokoh Muslim. KH. Najih Ahjad menjelaskan bahwa nama Maskumambang kemungkinan diambil dari salah satu tembang macapat gubahan Sunan Kudus. Tembang ini menggambarkan fase kehidupan manusia, mulai dari keberadaan roh yang ditempatkan di rahim ibu hingga kelahiran bayi ke dunia, yang seringkali disertai rasa sakit, keluhan, dan keprihatinan.

Pemilihan nama ini mencerminkan kondisi masyarakat saat KH. Abdul Djabbar mendirikan pesantren, di mana kehidupan mereka masih dipenuhi dengan takhayul, bid’ah, dan khurafat, jauh dari nilai-nilai syariat Islam. Dengan pesantren ini, KH. Abdul Djabbar berupaya mengubah kondisi tersebut dan membawa masyarakat ke arah pemahaman Islam yang lebih murni sesuai dengan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

A. KH.Abdul Djabbar 
Pesantren Maskumambang didirikan oleh KH. Abdul Djabbar, seorang ulama yang lahir di Sidayu, Kabupaten Gresik, pada tahun 1820 Masehi atau 1241 Hijriah. Beliau adalah putra dari Kadiyun bin Kudoleksono, seorang Demang di Desa Kalirejo, Dukun, Gresik. Silsilah keluarga beliau dapat ditelusuri hingga Joko Tingkir dan Prabu Brawijaya V.

Di masa mudanya, KH. Abdul Djabbar bekerja sebagai pegawai kantor di Karesidenan Sidayu, Gresik. Beliau dikenal sebagai sosok yang rajin, tekun, dan amanah. Namun, beliau kemudian memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan mendalami ilmu agama dengan menjadi santri di berbagai pesantren. Pesantren pertama yang beliau tempuh adalah di Ngelom, Sepanjang, Sidoarjo, dilanjutkan ke Tugu, Kedawung, Pasuruan.

Setelah menyelesaikan pendidikan agamanya, KH. Abdul Djabbar kembali ke kampung halamannya. Pada usia 35 tahun, beliau menikah dengan Nyai Nursimah, putri Kiai Idris dari Kebondalem, Baureno, Bojonegoro.

Pondok Pesantren Maskumambang didirikan pada tahun 1859 Masehi (1281 Hijriah) oleh KH. Abdul Djabbar sebagai upaya mencetak kader-kader dai yang mampu menghapus kepercayaan-kepercayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pada masa itu, masyarakat sekitar masih banyak yang mempraktikkan takhayul, bid’ah, dan khurafat (TBC), seperti membuat sesaji untuk penguasa Bengawan Solo Dukun, yang sering diasosiasikan dengan buaya putih.

KH. Abdul Djabbar memulai pembangunan pesantren ini dengan merambah hutan kecil di Desa Sembungan Kidul, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, sekitar 40 kilometer di barat laut Kota Surabaya. Beliau mendirikan sebuah langgar sederhana dari anyaman bambu (besek dalam bahasa Jawa) dengan tiga ruangan. Langgar ini digunakan untuk mengajari anak-anak dan masyarakat sekitar membaca Al-Qur’an, memahami tafsir, dan mempelajari fiqih. Pada masa awal, proses pembelajaran menggunakan metode tradisional seperti **sorogan**, **bandongan**, dan **halaqah**. Seiring waktu, semakin banyak orang dari luar desa dan daerah lain yang datang untuk belajar di pesantren ini.

Nama **Maskumambang** yang diberikan kepada pesantren ini tergolong unik, mengingat nama pesantren biasanya berasal dari istilah dalam bahasa Arab atau nama tokoh Muslim. KH. Najih Ahjad menjelaskan bahwa nama Maskumambang kemungkinan diambil dari salah satu tembang macapat gubahan Sunan Kudus. Tembang ini menggambarkan fase kehidupan manusia, mulai dari keberadaan roh yang ditempatkan di rahim ibu hingga kelahiran bayi ke dunia, yang seringkali disertai rasa sakit, keluhan, dan keprihatinan.

Pemilihan nama ini mencerminkan kondisi masyarakat saat KH. Abdul Djabbar mendirikan pesantren, di mana kehidupan mereka masih dipenuhi dengan takhayul, bid’ah, dan khurafat, jauh dari nilai-nilai syariat Islam. Dengan pesantren ini, KH. Abdul Djabbar berupaya mengubah kondisi tersebut dan membawa masyarakat ke arah pemahaman Islam yang lebih murni sesuai dengan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

Sejarah Pondok Pesantren Maskumambang

1859 - 1907 M
Periode Pertama
A. KH.Abdul Djabbar

Pesantren Maskumambang didirikan oleh KH. Abdul Djabbar, seorang ulama yang lahir di Sidayu, Kabupaten Gresik, pada tahun 1820 Masehi atau 1241 Hijriah. Beliau adalah putra dari Kadiyun bin Kudoleksono, seorang Demang di Desa Kalirejo, Dukun, Gresik. Silsilah keluarga beliau dapat ditelusuri hingga Joko Tingkir dan Prabu Brawijaya V.

Di masa mudanya, KH. Abdul Djabbar bekerja sebagai pegawai kantor di Karesidenan Sidayu, Gresik. Beliau dikenal sebagai sosok yang rajin, tekun, dan amanah. Namun, beliau kemudian memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan mendalami ilmu agama dengan menjadi santri di berbagai pesantren. Pesantren pertama yang beliau tempuh adalah di Ngelom, Sepanjang, Sidoarjo, dilanjutkan ke Tugu, Kedawung, Pasuruan.

Setelah menyelesaikan pendidikan agamanya, KH. Abdul Djabbar kembali ke kampung halamannya. Pada usia 35 tahun, beliau menikah dengan Nyai Nursimah, putri Kiai Idris dari Kebondalem, Baureno, Bojonegoro.

1907 - 1937 M
Periode Kedua
KH. Muhammad Faqih

KH. Muhammad Faqih adalah putra keempat dari KH. Abdul Djabbar. Beliau lahir pada tahun 1857 Masehi di Maskumambang, Desa Sembungan Kidul, Dukun, Gresik. Sejak kecil, KH. Muhammad Faqih mendapat pendidikan langsung dari ayahnya, KH. Abdul Djabbar. Setelah itu, beliau melanjutkan pendidikan agama di berbagai pesantren, termasuk Pesantren Ngelom (Sidoarjo), Pesantren Kebondalem (Surabaya), Pesantren Langitan (Tuban), dan Pesantren Qomaruddin (Bungah, Gresik). Pendidikan beliau dilengkapi dengan belajar di Mekkah selama tiga tahun.

KH. Muhammad Faqih dikenal sebagai seorang ulama besar, baik di Pulau Jawa maupun di luar Jawa. Beliau menguasai berbagai disiplin ilmu agama, seperti tafsir, mantiq, balaghah, tauhid, ushul fikih, dan lain sebagainya. Salah satu karya penting beliau adalah sebuah buku ilmu falak berjudul *Al-Mandzumah Al-Dailah fi Awaili Al-Asyur Al-Qamaraiyah*, yang membahas ilmu perbintangan atau falak.

Di bawah kepemimpinan KH. Muhammad Faqih, Pesantren Maskumambang berkembang pesat. Pesantren ini menjadi pusat pendidikan agama yang terkenal, menarik santri dari berbagai pelosok Jawa dan Nusantara. KH. Muhammad Faqih juga turut berkontribusi dalam pendirian Nahdlatul Ulama (NU) bersama KH. Hasyim Asy’ari, di mana beliau menjabat sebagai salah satu wakilnya. Menurut Dennis Lombard, pada abad ke-19 hingga ke-20, Pesantren Maskumambang menjadi salah satu tempat pengkajian agama Islam yang sangat terkenal di Gresik dan Nusantara.

Dalam kehidupan pesantren sehari-hari, KH. Muhammad Faqih melanjutkan tradisi ayahnya dengan tetap berpegang pada ajaran **Ahlussunnah Waljamaah**. Keilmuan beliau yang mendalam dan kemasyhuran namanya menjadikan Pesantren Maskumambang semakin dikenal luas, dengan santri yang berdatangan dari berbagai daerah.

KH. Muhammad Faqih wafat pada tahun 1937 Masehi (1353 Hijriah) dalam usia 80 tahun. Kepemimpinan Pesantren Maskumambang kemudian diteruskan oleh putranya, KH. Ammar Faqih.


K.H. Ammar Faqih

KH. Ammar Faqih lahir di Desa Sembungan Kidul, Dukun, Gresik, pada 8 Desember 1902 Masehi. Sejak kecil, beliau mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya, KH. Muhammad Faqih, mempelajari berbagai disiplin ilmu agama seperti aqidah, fikih, nahwu, sharaf, ushul fikih, dan akhlak. Berkat kecerdasannya, sebelum usia 20 tahun, KH. Ammar Faqih telah menguasai ilmu kalam, sastra Arab, balaghah, mantiq, nahwu, dan sharaf. Pada usia 23 tahun, beliau mulai menghafal Al-Qur'an dan berhasil menyelesaikan hafalan 30 juz hanya dalam waktu tujuh bulan.

Pada tahun 1926, KH. Ammar Faqih menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah dan tinggal di sana selama dua tahun untuk mendalami ilmu agama Islam. Di Mekkah, beliau juga bertemu dengan sejumlah ulama dan tokoh Wahabi. Setelah kembali ke Indonesia, pada tahun 1931, beliau mempelajari ilmu falak kepada KH. Mansur di Madrasah Falakiyah, Jakarta. Kemudian, pada tahun 1943, beliau mengikuti pelatihan kiai di Jakarta selama 20 hari.

Selain aktif dalam dunia pendidikan, KH. Ammar Faqih juga berperan besar dalam kegiatan sosial dan kemasyarakatan. Peranannya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia sempat dianggap mengancam misi Jepang di tanah air. Akibatnya, segala aktivitas beliau diawasi dengan ketat, bahkan beberapa kali ditawan oleh pemerintah Jepang. Selama masa kepemimpinan KH. Ammar Faqih, Pesantren Maskumambang menjadi markas bagi para pejuang kemerdekaan dari Gresik, Surabaya, Lamongan, dan Sidoarjo untuk melatih dan menyusun strategi. Meskipun kegiatan pengajaran di pesantren sempat terabaikan, pendidikan tetap berjalan.

Setelah Indonesia merdeka, KH. Ammar Faqih aktif di bidang politik dengan bergabung dalam Partai Masyumi. Pada tahun 1959, beliau terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Surabaya (yang kini menjadi Kabupaten Gresik). Beliau juga menjadi anggota Majelis Syuro Masyumi Pusat. Namun, setelah terjadi perpecahan dalam partai Islam tersebut, KH. Ammar Faqih memutuskan untuk mengundurkan diri. Selain itu, beliau aktif dalam organisasi Muhammadiyah di Dukun.

Di akhir hayatnya, KH. Ammar Faqih memutuskan untuk fokus mengasuh Pesantren Maskumambang. Sebelum wafat pada tahun 1965 Masehi, beliau menyerahkan kepemimpinan pesantren kepada KH. Najih Ahjad



Pondok Pesantren Maskumambang didirikan pada tahun 1859 Masehi (1281 Hijriah) oleh KH. Abdul Djabbar sebagai upaya mencetak kader-kader dai yang mampu menghapus kepercayaan-kepercayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Pada masa itu, masyarakat sekitar masih banyak yang mempraktikkan takhayul, bid’ah, dan khurafat (TBC), seperti membuat sesaji untuk penguasa Bengawan Solo Dukun, yang sering diasosiasikan dengan buaya putih.

KH. Abdul Djabbar memulai pembangunan pesantren ini dengan merambah hutan kecil di Desa Sembungan Kidul, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, sekitar 40 kilometer di barat laut Kota Surabaya. Beliau mendirikan sebuah langgar sederhana dari anyaman bambu (besek dalam bahasa Jawa) dengan tiga ruangan. Langgar ini digunakan untuk mengajari anak-anak dan masyarakat sekitar membaca Al-Qur’an, memahami tafsir, dan mempelajari fiqih. Pada masa awal, proses pembelajaran menggunakan metode tradisional seperti **sorogan**, **bandongan**, dan **halaqah**. Seiring waktu, semakin banyak orang dari luar desa dan daerah lain yang datang untuk belajar di pesantren ini.

Nama **Maskumambang** yang diberikan kepada pesantren ini tergolong unik, mengingat nama pesantren biasanya berasal dari istilah dalam bahasa Arab atau nama tokoh Muslim. KH. Najih Ahjad menjelaskan bahwa nama Maskumambang kemungkinan diambil dari salah satu tembang macapat gubahan Sunan Kudus. Tembang ini menggambarkan fase kehidupan manusia, mulai dari keberadaan roh yang ditempatkan di rahim ibu hingga kelahiran bayi ke dunia, yang seringkali disertai rasa sakit, keluhan, dan keprihatinan.

Pemilihan nama ini mencerminkan kondisi masyarakat saat KH. Abdul Djabbar mendirikan pesantren, di mana kehidupan mereka masih dipenuhi dengan takhayul, bid’ah, dan khurafat, jauh dari nilai-nilai syariat Islam. Dengan pesantren ini, KH. Abdul Djabbar berupaya mengubah kondisi tersebut dan membawa masyarakat ke arah pemahaman Islam yang lebih murni sesuai dengan ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

Sejarah Pondok Pesantren Maskumambang

1859 - 1907 M
Periode Pertama
A. KH.Abdul Djabbar

Pesantren Maskumambang didirikan oleh KH. Abdul Djabbar, seorang ulama yang lahir di Sidayu, Kabupaten Gresik, pada tahun 1820 Masehi atau 1241 Hijriah. Beliau adalah putra dari Kadiyun bin Kudoleksono, seorang Demang di Desa Kalirejo, Dukun, Gresik. Silsilah keluarga beliau dapat ditelusuri hingga Joko Tingkir dan Prabu Brawijaya V.

Di masa mudanya, KH. Abdul Djabbar bekerja sebagai pegawai kantor di Karesidenan Sidayu, Gresik. Beliau dikenal sebagai sosok yang rajin, tekun, dan amanah. Namun, beliau kemudian memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan mendalami ilmu agama dengan menjadi santri di berbagai pesantren. Pesantren pertama yang beliau tempuh adalah di Ngelom, Sepanjang, Sidoarjo, dilanjutkan ke Tugu, Kedawung, Pasuruan.

Setelah menyelesaikan pendidikan agamanya, KH. Abdul Djabbar kembali ke kampung halamannya. Pada usia 35 tahun, beliau menikah dengan Nyai Nursimah, putri Kiai Idris dari Kebondalem, Baureno, Bojonegoro.

1907 - 1937 M
Periode Kedua
KH. Muhammad Faqih

KH. Muhammad Faqih adalah putra keempat dari KH. Abdul Djabbar. Beliau lahir pada tahun 1857 Masehi di Maskumambang, Desa Sembungan Kidul, Dukun, Gresik. Sejak kecil, KH. Muhammad Faqih mendapat pendidikan langsung dari ayahnya, KH. Abdul Djabbar. Setelah itu, beliau melanjutkan pendidikan agama di berbagai pesantren, termasuk Pesantren Ngelom (Sidoarjo), Pesantren Kebondalem (Surabaya), Pesantren Langitan (Tuban), dan Pesantren Qomaruddin (Bungah, Gresik). Pendidikan beliau dilengkapi dengan belajar di Mekkah selama tiga tahun.

KH. Muhammad Faqih dikenal sebagai seorang ulama besar, baik di Pulau Jawa maupun di luar Jawa. Beliau menguasai berbagai disiplin ilmu agama, seperti tafsir, mantiq, balaghah, tauhid, ushul fikih, dan lain sebagainya. Salah satu karya penting beliau adalah sebuah buku ilmu falak berjudul *Al-Mandzumah Al-Dailah fi Awaili Al-Asyur Al-Qamaraiyah*, yang membahas ilmu perbintangan atau falak.

Di bawah kepemimpinan KH. Muhammad Faqih, Pesantren Maskumambang berkembang pesat. Pesantren ini menjadi pusat pendidikan agama yang terkenal, menarik santri dari berbagai pelosok Jawa dan Nusantara. KH. Muhammad Faqih juga turut berkontribusi dalam pendirian Nahdlatul Ulama (NU) bersama KH. Hasyim Asy’ari, di mana beliau menjabat sebagai salah satu wakilnya. Menurut Dennis Lombard, pada abad ke-19 hingga ke-20, Pesantren Maskumambang menjadi salah satu tempat pengkajian agama Islam yang sangat terkenal di Gresik dan Nusantara.

Dalam kehidupan pesantren sehari-hari, KH. Muhammad Faqih melanjutkan tradisi ayahnya dengan tetap berpegang pada ajaran **Ahlussunnah Waljamaah**. Keilmuan beliau yang mendalam dan kemasyhuran namanya menjadikan Pesantren Maskumambang semakin dikenal luas, dengan santri yang berdatangan dari berbagai daerah.

KH. Muhammad Faqih wafat pada tahun 1937 Masehi (1353 Hijriah) dalam usia 80 tahun. Kepemimpinan Pesantren Maskumambang kemudian diteruskan oleh putranya, KH. Ammar Faqih.

1937 - 1965 M
Periode Ketiga
K.H. Ammar Faqih

KH. Ammar Faqih lahir di Desa Sembungan Kidul, Dukun, Gresik, pada 8 Desember 1902 Masehi. Sejak kecil, beliau mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya, KH. Muhammad Faqih, mempelajari berbagai disiplin ilmu agama seperti aqidah, fikih, nahwu, sharaf, ushul fikih, dan akhlak. Berkat kecerdasannya, sebelum usia 20 tahun, KH. Ammar Faqih telah menguasai ilmu kalam, sastra Arab, balaghah, mantiq, nahwu, dan sharaf. Pada usia 23 tahun, beliau mulai menghafal Al-Qur'an dan berhasil menyelesaikan hafalan 30 juz hanya dalam waktu tujuh bulan.

Pada tahun 1926, KH. Ammar Faqih menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah dan tinggal di sana selama dua tahun untuk mendalami ilmu agama Islam. Di Mekkah, beliau juga bertemu dengan sejumlah ulama dan tokoh Wahabi. Setelah kembali ke Indonesia, pada tahun 1931, beliau mempelajari ilmu falak kepada KH. Mansur di Madrasah Falakiyah, Jakarta. Kemudian, pada tahun 1943, beliau mengikuti pelatihan kiai di Jakarta selama 20 hari.

Selain aktif dalam dunia pendidikan, KH. Ammar Faqih juga berperan besar dalam kegiatan sosial dan kemasyarakatan. Peranannya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia sempat dianggap mengancam misi Jepang di tanah air. Akibatnya, segala aktivitas beliau diawasi dengan ketat, bahkan beberapa kali ditawan oleh pemerintah Jepang. Selama masa kepemimpinan KH. Ammar Faqih, Pesantren Maskumambang menjadi markas bagi para pejuang kemerdekaan dari Gresik, Surabaya, Lamongan, dan Sidoarjo untuk melatih dan menyusun strategi. Meskipun kegiatan pengajaran di pesantren sempat terabaikan, pendidikan tetap berjalan.

Setelah Indonesia merdeka, KH. Ammar Faqih aktif di bidang politik dengan bergabung dalam Partai Masyumi. Pada tahun 1959, beliau terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Surabaya (yang kini menjadi Kabupaten Gresik). Beliau juga menjadi anggota Majelis Syuro Masyumi Pusat. Namun, setelah terjadi perpecahan dalam partai Islam tersebut, KH. Ammar Faqih memutuskan untuk mengundurkan diri. Selain itu, beliau aktif dalam organisasi Muhammadiyah di Dukun.

Di akhir hayatnya, KH. Ammar Faqih memutuskan untuk fokus mengasuh Pesantren Maskumambang. Sebelum wafat pada tahun 1965 Masehi, beliau menyerahkan kepemimpinan pesantren kepada KH. Najih Ahjad.

1965 - 2015 M
Periode Kempat
KH. Najih Ahjad

KH. Najih Ahjad lahir di Blimbing, Paciran, Lamongan, pada 19 Maret 1936, dari pasangan KH. Mohammad Ahjad dan Ning Suhandari. Ayah beliau, KH. Mohammad Ahjad, merupakan keponakan dari KH. Abdul Djabbar karena neneknya, Nyai Ngapiyani, adalah adik kandung KH. Abdul Djabbar. Pada tahun 1948, KH. Najih Ahjad pindah ke Maskumambang, Dukun, Gresik, mengikuti sang ibu yang menikah dengan KH. Ammar Faqih. Sejak saat itu, beliau hidup di lingkungan Pesantren Maskumambang dan mendapatkan pendidikan langsung dari KH. Ammar Faqih. Berkat kecerdasan intelektualnya yang luar biasa, beliau banyak belajar secara autodidak.

Selain belajar agama di pesantren, KH. Najih Ahjad juga sempat bersekolah di Sekolah Rakyat (SDN). Pada masa kepemimpinan KH. Ammar Faqih, beliau sudah aktif membantu mengurus pesantren dan memperkenalkan sistem pendidikan formal modern. Pada 4 Maret 1958, beliau berperan dalam pembentukan yayasan yang menjadi fondasi pengembangan Pesantren Maskumambang. Setelah KH. Ammar Faqih wafat pada tahun 1965, KH. Najih Ahjad secara resmi mengambil alih peran sebagai pengasuh pesantren.

Di bawah kepemimpinan KH. Najih Ahjad, Pesantren Maskumambang mengalami transformasi besar. Beliau memisahkan aset pesantren dan aset pribadi secara transparan dan akuntabel. Pesantren Maskumambang menjadi pusat pendidikan Islam yang menyelenggarakan program pendidikan formal, mulai dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah hingga perguruan tinggi, serta lembaga nonformal lainnya. Selain itu, beliau mengembangkan sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan para santri dan umat.

KH. Najih Ahjad juga aktif dalam politik dan organisasi Islam, serta menulis berbagai buku monumental. Dengan kepemimpinan selama 50 tahun—yang terpanjang dalam sejarah Pesantren Maskumambang—beliau membawa kemajuan baik fisik maupun spiritual. Pesantren Maskumambang menjadi simbol kejayaan dan pusat pencerahan Islam, menarik ribuan santri yang ingin memperdalam aqidah shahihah, amal shalih, ilmu yang bermanfaat, dan akhlak mulia. Ribuan alumni dari pesantren ini kini berkiprah di berbagai bidang, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Pada tahun 2010, KH. Najih Ahjad mengalami kecelakaan di kamar mandi yang membuatnya harus dirawat di rumah sakit dan menjalani opname. Beliau juga menderita diabetes, sehingga sejak saat itu menggunakan kursi roda untuk aktivitas sehari-hari. Meski begitu, beliau tetap semangat memimpin pesantren. Setiap pagi, KH. Najih Ahjad berkeliling pesantren dengan kursi roda, menyapa santri dan ustaz yang datang untuk bersalaman.

KH. Najih Ahjad wafat pada Rabu, 7 Oktober 2015, pukul 02.20 WIB, dalam usia 79 tahun. Kepergiannya membawa duka mendalam bagi keluarga besar Pesantren Maskumambang, termasuk kerabat, ustaz, santri, kolega, dan masyarakat. Jenazah beliau disalatkan di Masjid Maskumambang setelah salat Zuhur dan dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga pesantren, bersebelahan dengan makam ibu beliau, Ning Suhandari, dan istrinya, Nyai Dlohwa, yang telah mendahuluinya.

Kepemimpinan Pesantren Maskumambang kemudian dilanjutkan oleh menantu beliau, Drs. KH. Fatihuddin Munawir, M.Ag., suami dari Drs. Hj. Ifsantin Najih


Sejarah Maskumambang - Pondok Pesantren Maskumambang https://maskumambang.ac.id/sejarah-maskumambang/

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu ta'ala Tahukah antum berapa kali beliau harus masuk penjara ??

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu ta'ala 
Tahukah antum berapa kali beliau harus masuk penjara ??
Tujuh kali beliau dipenjara selama hidupnya...
Ujian dan cobaan beliau dapatkan dari para penguasa pada zamannya 
Dan tidak ada satupun riwayat dalam semua karya beliau yang menukilkan bahwa beliau menjelek jelekan para pemimpin saat itu atau beliau ngajak berontak...
Yang ada beliau terus menyebarkan al haq dan menjelaskannya kepada manusia
Membantah yang bathil dan memperingatkan manusia dari bahayanya..

رحمه الله رحمة واسعة 

Alif El-Qibty

Taukah antum kesamaan antara Jamaah Tahdzir, Tajrih, Tabdi' dengan Jamaah Ikhwanul Muslimin ?

#𝐕𝐈𝐑𝐔𝐒_𝐁𝐄𝐑𝐁𝐀𝐇𝐀𝐘𝐀
#𝐆𝐇𝐔𝐋𝐔𝐖_غلو_في_التجريح_والتبديع
#𝐓𝐀𝐉𝐑𝐈𝐇_𝐝𝐚𝐧_𝐓𝐀𝐁𝐃𝐈'

Taukah antum kesamaan antara Jamaah Tahdzir, Tajrih, Tabdi' dengan Jamaah Ikhwanul Muslimin ?

Berkata As Syaikh Al Muhaddits Abdul Muhsin Al 'Abbad hafidzahullah ketika menjelaskan Jama'ah ghulatu Tahdzir, Tajrih, Tabdi' :

وَهَذَا المَنْهَجُ شَبِيهٌ بِطَريقَةِ الإِخْوَانِ المُسْلِمِينَ الَّذِينَ قَالَ عَنْهَا مُؤَسِّسَ حِزْبِهِمْ: ((فَدَعَوْتُكُمْ أَحَقُّ أَنْ يَأْتِيَهَا النَّاسُ وَلَا تَأْتِي أحَدَا...
إِذْ هِي جِمَاعُ كُلِّ خَيْرٍ، وَغَيْرهَا لَا يَسْلِمُ مِنَ النَّقْصِ!!)).(مذكرات الدعوة والداعية ص 232 للشيخ حسن البنا، ط. دار الشهاب).
وَقَالَ: ((وَمَوْقِفُنَا مِنَ الدَّعْوَاتِ الْمُخْتَلِفَةِ الَّتِي طَغَتْ فِي هَذَا الْعَصْرِ فَفَرَّقَتِ الْقَلُوبَ وَبَلْبَلَتِ الْأَفْكَار، أَنْ نَزِنَهَا بِمِيزَانِ دَعْوَتِنَا، فَمَا وَافَقَهَا فَمَرْحبًا بِهِ، وَمَا خَالَفهَا فَنَحْنُ برَاءٌ مِنْهُ!!!)). (مجموعة رسائل حسن البنا ص 240، ط. دار الدعوة سنة 1411هـ).

وَمِنَ الْخَيْرِ لِهَؤُلَاءِ الطُّلَّابِ بَدَلًا مِنَ الاِشْتِغَالِ بِهَذِهِ الفِتْنَةِ أَنْ يَشْتَغِلُوا بِقِرَاءةِ الْكُتُبِ الْمُفِيدَةِ لِأهْلِ السُّنَّةِ لَاسِيَّمَا كُتُب العُلَمَاء المُعَاصِريْنَ كَفَتَاوَى شَيْخِنَا الشَّيْخِ عَبْدِ العَزِيزِ بْن بَازٍ وَفَتَاوَى اللَّجْنَةِ الدَّائِمَةِ لِلْإفْتَاءِ وَمُؤَلِّفَاتِ الشَّيْخِ ابْنِ عُثَيْمِين وَغَيْرِ ذَلِكَ، فَإِنَّهُمْ بِذَلِكَ يَحصُلُونَ عِلْمًا نَافِعًا وَيَسلِمُونَ مِنَ القِيْلِ وَالقَالِ وَأَكْلِ لُحُومِ بَعْضِ إِخْوَانِهِمْ مِنْ أهْلِ السُّنَّةِ.

"Manhaj Ghulatu Tajrih wa Tabdi' ini serupa dengan manhjnya Ikhwanul Muslimin yang disebutkan oleh pendirinya (Hasan Al Banna) :

(فَدَعَوْتُكُمْ أَحَقُّ أَنْ يَأْتِيَهَا النَّاسُ وَلَا تَأْتِي أحَدَا...
إِذْ هِي جِمَاعُ كُلِّ خَيْرٍ، وَغَيْرهَا لَا يَسْلِمُ مِنَ النَّقْصِ!!)

"Dakwah kalian (IM) lebih berhak untuk didatangi manusia dan bukan kalian yang mendatangi mereka,.. karena dalam dakwah (IM) ini terkumpul seluruh kebaikan sedangkan selain kelompok Ikhwan tidak lepas dari kekurangan". !! (Mudzakkiratu ad da'wah wad da'iyah, hal. 232, cet dar as syihab).

Hasan Al Banna juga berkata :

(وَمَوْقِفُنَا مِنَ الدَّعْوَاتِ الْمُخْتَلِفَةِ الَّتِي طَغَتْ فِي هَذَا الْعَصْرِ فَفَرَّقَتِ الْقَلُوبَ وَبَلْبَلَتِ الْأَفْكَار، أَنْ نَزِنَهَا بِمِيزَانِ دَعْوَتِنَا، فَمَا وَافَقَهَا فَمَرْحبًا بِهِ، وَمَا خَالَفهَا فَنَحْنُ برَاءٌ مِنْهُ!!!)

"Dan sikap kami terhadap berbagai macam dakwah yang bermunculan di masa ini yang telah memecah belah hati dan membingungkan pikiran, maka kami menimbangnya dengan timbangan dakwah kami (IM), jika sesuai dengan dakwah kami maka kami sambut mereka, tapi jika menyelisihi dakwah kami maka kami berlepas diri dari mereka". (Majmu' Rasaail Hasan Al Banna, hal. 240. cet dar ad da'wah).

Maka sebaiknya bagi para penuntut ilmu dari pada disibukkan dengan fitnah semacam ini -tahdzir, tajrih, tabdi'- hendaknya menyibukkan dirinya dengan membaca kitab-kitab yang bermanfaat karya ulama Ahlis sunnah, terlebih kitab-kitab para ulama kontemporer seperti Fatawa Guru kami Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Fatawa lajnah daaimah lil ifta', kitab-kitab Syaikh Ibnu Utsaimin dan yang lainnya. dengn demikian akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat, selamat dari berbagai berita katanya dan katanya, serta selamat dari memakan daging saudaranya sesama ahlis sunnah".

والله أعلم
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

#Hati2_جماعة_إمّا_وإلّا
📝Baca sekengkapnya :
https://al-abbaad.com/articles/45-1432-01-16
Ustadz alif el qibty

Senin, 29 September 2025

Bagaimana ketika suami ingin menggauli istri, lantas istri mengaku masih haid/belum suci?apakah serta merta haram menggaulinya? Ternyata ada rinciannya seperti catatan di bawah ini.

Bagaimana ketika suami ingin menggauli istri, lantas istri mengaku masih haid/belum suci?
apakah serta merta haram menggaulinya? Ternyata ada rinciannya seperti catatan di bawah ini.

📌Hukum menggauli istri, sedangkan istri mengaku masih belum suci:

Jika seorang istri mengaku dirinya masih dalam keadaan haidh (atau nifas), akan tetapi suaminya tidak mempercayai pengakuan tersebut karena adanya *indikasi* yang menunjukkan kebohongan pengakuan tersebut, seperti:
* Sudah lewatnya tempo haidh yang biasa dialami sang istri
* Atau sudah habis batas maksimal tempo haidh (15 hari)
Maka boleh bagi suami untuk menggauli istrinya, karena hukum asal menggauli istri adalah *boleh*. Menjadi tidak boleh jika yakin ada penghalang (haidh/nifas). Jika tidak yakin, maka kembali ke hukum asal yaitu boleh.

*Sumber:*
📚 ‘Umdatus Salik wa ‘Uddatun Nasik
📚 Fathul Ilahi Malik (syarh) ‘ala ‘Umdatis Salik wa ‘Uddatin Nasik

*Disusun oleh:* Abrar Sadad (Santri Ma'had Darussalam Angkatan 6)

*Dimurojaah oleh:* Ustadz Agus Waluyo Abu Husain (Pengajar Ma’had Darussalam Asy-Syafi’i)

Menikah, ternyata suami impoten. Maka istri punya hak khiyar; memilih untuk fasakh/membatalkan pernikahan. khiyar ini punya 3 syarat.

Menikah, ternyata suami impoten. Maka istri punya hak khiyar; memilih  untuk fasakh/membatalkan pernikahan. khiyar ini punya 3 syarat. 
1. Tidak tahu aib itu sebelum akad
2. Tidak ridho setelah akad 
3. Tidak menikmatinya. 
Kalau tahu, atau ridho, atau menikmatinya  maka tidak ada hak khiyar, tapi boleh khulu' /gugat cerai.
ustadz agus hasan bashori 

Minggu, 28 September 2025

Tertarik mengkaji perbedaan pendapat di antara tiga ulama besar abad ini?

Tertarik mengkaji perbedaan pendapat di antara tiga ulama besar abad ini?

Syaikh Al-Albani, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, dan Syaikh Ibnu Baz — tiga nama besar dalam dunia fatwa dan ilmu syar’i. Tapi tahukah Anda? Ada beberapa permasalahan fikih yang mereka perselisihkan...

Temukan pembahasannya dalam:  
*المنتقى من الإيجاز في بعض ما اختلف فيه الألباني و ابن عثيمين و ابن باز*

— Buku ringkas namun padat faidah —  
Siap memperluas wawasan Anda tentang khilaf para ulama dengan adab dan ilmu.

*Ready di Bantul, Yogyakarta*  
Stok terbatas!  
#KitabJogja | Fast Respon | Bisa kirim seluruh Indonesia

Yang Menjadi Hujjah Adalah Dalil Bukan Pendapat Manusia

Yang Menjadi Hujjah Adalah Dalil Bukan Pendapat Manusia 

Imam Al Barbahari rahimahullah mengatakan:

واعلم - رحمك الله - أن الدين إنما جاء من قبل الله تبارك وتعالى، لم يوضع على عقول الرجال وآرائهم، وعلمه عند الله وعند رسوله، فلا تتبع شيئا بهواك، فتمرق من الدين، فتخرج من الإسلام، فإنه لا حجة لك، فقد بين رسول الله صلى الله عليه وسلم لأمته السنة، وأوضحها لأصحابه

“Ketahuilah, semoga Allah merahmati anda, bahwa agama ini datang dari Allah tabaraka wa ta’ala. Agama ini tidak diletakkan pada akal-akal manusia dan pendapat-pendapat mereka. Maka jangan mencari-cari pembenaran dengan hawa nafsumu. Sehingga engkau bisa melesat menyimpang dari agama. Atau engkau bisa keluar dari Islam. Tidak ada alasan lagi bagimu, karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah menjelaskan as-sunnah kepada umatnya dan telah menerangkan kepada para sahabatnya”
(Matan Syarhussunnah Al Barbahari).

Fawaid Kangaswad | Umroh Bersama Kami: https://bit.ly/fawaid-umroh⁩

Larangan meminta kepada kuburan

Larangan meminta kepada kuburan 

Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata :
"
Dan sungguh, para ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan para pengikut mereka dari ulama Ahlus Sunnah telah bersepakat bahwa meminta pertolongan (istighatsah) kepada orang-orang mati dari kalangan para nabi dan selain mereka, atau kepada yang gaib dari kalangan malaikat atau jin dan selain mereka, atau kepada berhala, batu-batuan, dan pepohonan, atau kepada bintang-bintang dan yang sejenisnya
​adalah termasuk Syirik Akbar (syirik besar)."
ustad lutfi setiawan

Berharap Yang Berakhir Kecewa

Berharap Yang Berakhir Kecewa

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata :

وما رجا أحد مخلوقا ولا توكل عليه إلا خاب ظنه فيه

" _Tidaklah seseorang berharap terhadap makhluk dan tidaklah ia tawakkal kepadanya kecuali ia kecewa kepadanya_"
📓 Majmu Fatawa (10/257).

📆8 Robi' Al-Awwal 1441
✍https://t.me/irsyadhasan_bin_isaansori4

#irsyadhasan 
#prodiilmuhaditsstdiis

HUBUNGAN ERAT ANTARA AQIDAH SHAHIHAH DENGAN AKHLAK KARIMAH

HUBUNGAN ERAT ANTARA AQIDAH SHAHIHAH DENGAN AKHLAK KARIMAH 

#Syaikh Abu Furaihan Jamal bin Furaihan al-Haritsi حفظه الله menuturkan:

"Aqidah yang benar mengharuskan untuk menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji dan mulia serta menjauhi segala perilaku yang rendah dan tercela.

Akhlak sangat dipengaruhi oleh keimanan yang benar kepada:
1️⃣ Allah 
2️⃣ Para Rasul
3️⃣ Hari Akhir

Iman memiliki cabang dan konsekuensi yang sangat banyak, dan hakikat dari iman tidaklah samar. Iman kepada Allah Ta'ala mencakup keyakinan dalam hati dan ucapan lisan serta amal perbuatan. Maka, iman tidak sekedar penampilan luar dan angan-angan, namun iman adalah sesuatu yang menancap kuat dalam hati dan direalisasikan dengan amal perbuatan"

📘 al-Akhlaq min al-Aqidah (halaman: 13)
ustadz amir al kadiry

Tidaklah seseorang mengadakan (dan mengamalkan) suatu bid'ah, melainkan dadanya akan dipenuhi dengan kedengkian terhadap kaum muslimin, dan akan tercabut darinya sifat amanah

#NGERINYA_BID'AH

Sa'id bin Anbasah رحمه الله berkata:

{مَا ابْتَدَعَ رَجُلٌ بِدْعَةً إِلَّا غَلَّ صَدْرُهُ عَلَى الْمُسْلِمِينَ، وَاخْتَلَجَتْ مِنْهُ الأَمَانَةُ}.

"Tidaklah seseorang mengadakan (dan mengamalkan) suatu bid'ah, melainkan dadanya akan dipenuhi dengan kedengkian terhadap kaum muslimin, dan akan tercabut darinya sifat amanah". (Al Ibanah As Shughra, 102).

KHAWARIJ MELAQOBI AHLUSSUNNAH MURJIAH

KHAWARIJ MELAQOBI AHLUSSUNNAH MURJIAH

Gerombolan khawarij atau neo khawarij, di zaman sekarang ini, mereka satu suara, menuduh dan mengatakan kepada ustadz atau ulama salafi ahlussunnah itu murjiah. 

Para ustadz dan ulama salafi ahlussunnah dengan gelaran seperti itu tidak membuat hati mereka meradang dan dirundung kesedihan. 

Kenapa demikian? Karena ulama-ulama terdahulu juga demikian. Orang-orang khawarij menuduh, menjuluki dan menggelari para ulama tersebut dengan murjiah. 

Berkata IImam Ahmad rahimahullahu :

الخوارج يسمون أهل السنة والجماعة مرجئة وكذبت الخوارج

“KHAWARIJ itu mereka menjuluki Ahlus sunnah wal jama’ah sebagai Murji’ah dan Khawarij telah berdusta.  (Thabaqat Al-Hanabilah 1/36).

Dalam teks lain, Imam Ahmad rahimahullah berkata :

وأما الخوارج فإنهم يسمون أهل السنة والجماعة مرجئة ، وكذبت الخوارج ، بل هم المرجئة يزعمون أنهم على إيمان - دون الناس - ومن خالفهم كفار

“Dan adapun KHAWARIJ maka sesungguhnya mereka menjuluki Ahlus sunnah wal jama’ah sebagai Murji’ah dan Khawarij telah berdusta, bahkan sebenarnya mereka lah yang Murji’ah, mereka mengklaim sesungguhnya hanya mereka yang diatas keimanan, sedangkan manusia yang lain tidak, dan mereka mengkafirkan siapa saja yang menyelisihi mereka”. (Thabaqat Al-Hanabilah 1/36).

Seseorang ahli ibadah dari kalangan khawarij datang kepada Ibnu Mubarok rahimahullah, lantas dia berkata :

يا أبا عبد الرحمن ما تقول فيمن يزني ويسرق ويشرب الخمر؟ قال لا أخرجه من الإيمان، فقال: يا أبا عبد الرحمن على كبر السن صرت مرجئا؟ فقال: لا تقبلني المرجئة. المرجئة تقول: حسناتنا مقبولة، وسيئاتنا مغفورة، ولو علمت أني قبلت مني حسنة لشهدت أني في الجنة

“Wahai Abu Abdurahman (yakni Ibnu Mubarak), apa pendapatmu terhadap seorang pezina, pencuri, dan peminum khamer?”. Beliau menjawab, “Aku tidak mengeluarkan mereka dari keimanan”. Maka lelaki itu menukas: “Wahai Abu Abdurahman, sudah tua-tua begini kamu malah jadi MURJI’AH”. Abdullah bin Mubarak menimpali, ”Tidak, justru kami (Ahlus sunnah) bersebrangan dengan orang murji’ah. Murji’ah mengatakan: ‘Kebaikan-kebaikan kita pasti diterima, sedangkan kejahatan-kejahatan kita pasti diampuni’. Seandainya aku (Ibn Mubarak) tahu bahwa kebajikanku sudah diterima, niscaya aku bersaksi bahwa aku masuk jannah”. (Aqidah Salaf Ashabul Hadits hal 80-81 dan Risalah Al-Ghoniyah karya Imam Al-Khothobi hal. 47).

Dalam kisah yang lain, datang seorang laki-laki berkata kepada Ibnu Mubarak rahimahullah :

ترى رأي الإرجاء فقال كيف أكون مرجئا فأنا لا أرى رأي السيف

Apakah engkau menganut pemikiran MURJI’AH?” Beliau menjawab, “Bagaimana mungkin aku berpemahaman Murji’ah sementara aku tidak menghalalkan darah kaum muslimin!” (Syarh Madzhab Ahlus Sunnah no. 17).

AFM

Copas dari berbagai sumber

ada orang yg menuduh kami murjiah karena masih mengambil pendapat bahwa adanya udzur bin jahl padahal kalo di teliti syaikh yg mereka ikuti pada keadaan tertentu ternyata masih memberikan udzur pada perkara kesyirikan jika pelakuny orang jahil

Tercampur dan terkaburkan karena lemahnya ilmu.

Tercampur dan terkaburkan karena lemahnya ilmu.

Allah Ta’ala telah menjelaskan jalan mukminin secara detail , sebagaimana Ia juga menjelaskan jalan orang-orang berdosa. Allah berfirman:
(وَكَذَ ٰ⁠لِكَ نُفَصِّلُ ٱلۡـَٔایَـٰتِ وَلِتَسۡتَبِینَ سَبِیلُ ٱلۡمُجۡرِمِینَ)
"Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur'an, (agar terlihat jelas jalan orang-orang yang saleh) dan agar terlihat jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa".
[Surat Al-An'am :55]

Dan Allah juga berfirman:
(وَمَن یُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعۡدِ مَا تَبَیَّنَ لَهُ ٱلۡهُدَىٰ وَیَتَّبِعۡ غَیۡرَ سَبِیلِ ٱلۡمُؤۡمِنِینَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصۡلِهِۦ جَهَنَّمَۖ وَسَاۤءَتۡ مَصِیرًا)
"Dan Barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas petunjuk baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan Kami masukkan ia ke dalam neraka Jahannam, dan Jahannam itu tempat kembali yang paling buruk".
[Surat An-Nisa' 115]

Orang-orang yang mengetahui tentang Allah, Kitab-Nya, dan agama-Nya, mengetahui jalan mukminin secara detail dan jalan orang-orang berdosa secara detail.

Oleh karenannya, dengan itulah para sahabat memiliki keunggulan dibandingkan dengan orang-orang setelah mereka sampai hari kiamat.

Orang-orang yang datang setelah sahabat, sebagiannya adalah orang yang tumbuh dalam Islam, namun tidak mengetahui detail lawan Islam itu sendiri, sehingga sebagian detail jalan mukminin tercampur dengan jalan orang-orang berdosa dan terkaburkan, kekaburan ini tidak lain karena lemah dan kurangnya ilmu terkait dua jalan tersebut atau salah satunya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh 'Umar Radhiallahu'anhu:
إنما تنقض عرى الإسلام عروة عروة إذا نشأ في الإسلام من لم يعرف الجاهلية
"Sejatinya buhul-buhul Islam satu persatu lepas tatkala ada orang yang tumbuh dalam Islam dan ia tidak mengetahui Jahiliiyah".

Disadur dari:
Al-Fawaid karya Ibnul-Qayyim (hal. 157-159).
📆 5 Rabi' al-Akhir 1447
✍️https://t.me/irsyadhasan_bin_isaansori4

#irsyadhasan
#prodiilmuhaditsstdiis

Mukhtashar ash-Shawa'iq al-Mursalah karya Imam al-Mushili rahimahullah, yang mana kitab ini merupakan ringkasan dari kitab ash-Shawa'iq al-Mursalah karya al-'Allamah Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah.

📚Mukhtashar ash-Shawa'iq al-Mursalah karya Imam al-Mushili rahimahullah, yang mana kitab ini merupakan ringkasan dari kitab ash-Shawa'iq al-Mursalah karya al-'Allamah Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah. 

📝Salah satu kitab penting dalam bab aqidah khususnya tauhidnya asma' was shifat. Syaikhuna Dr. Shalih Sindi hafizhahullah menyebutnya sebagai "Mulakhkhash li 'ulumi Syaikhil Islam Ibni Taimiyah" disertai tambahan fawaid dari Imam Ibnul Qayyim. 

📖Kenapa para masyayikh ketika menisbatkan kalam Ibnul Qayyim dari kitab ini mereka menisbatkannya secara langsung tanpa menyebutkan nama Imam al-Mushili? 
1) Pertama, karena ini merupakan kitab ringkasan. Seperti pada kitab-kitab ringkasan pada umumnya, ini merupakan perkataan penulis kitab asli yang diringkas agar memudahkan pembaca fokus ke poin-poin pokok saja. 
2) Kedua, Imam al-Mushili tidak banyak menambahkan faedah lain dari diri beliau. Tidak seperti beberapa kitab-kitab ringkasan yang mana si peringkas banyak menambahkan fawaid dari dirinya sendiri. Jadi kitab ini fokus kepada meringkas perkataan Ibnul Qayyim saja. 

🔎Salah satu fakta tentang kitab ini, bahwa kitab asli (yakni ash-Shawa'iq) tidak sampai kepada kita secara utuh. Yang sampai kepada kita hanya separuhnya saja. Adapun separuhnya lagi masih belum ditemukan. Walillaahil hamd yang telah menjaga kitab ini melalui perantara Imam al-Mushili yang menemukannya secara utuh lalu meringkasnya.

📌Perlu dicatat bahwa tidak cukup bagi orang yang ingin lebih mendalami pembahasan ini sekedar mencukupkan diri dengan kitab mukhtashar nya saja. Karena Imam al-Mushili ditemukan beberapa kali menghapus poin-poin penting termasuk di antaranya poin bantahan terhadap mukhalifin. Namun jika hanya ingin sekedar membaca maka kitab mukhtasar lebih recommended untuk dibaca.
Ustadz muhammad taufiq

HINGGA DINI HARI SEKALIPUN

HINGGA DINI HARI SEKALIPUN.. 
—————————————————

Syeikh Ibn baz rumahnya selalu terbuka untuk semua tamu yang datang baik siang ataupun malam.
Syeikh Muhammad Hamid ( kepala Ashabul yamin di Eriteria) bercerita: 
“Suatu hari saya berkunjung ke kota Riyadh saat musim dingin, dan saat itu saya tidak memiliki uang untuk menyewa penginapan, maka saya berfikir untuk pergi ke rumah syeikh Bin baz, saat itu sudah menunjukkan pukul 03.00 dini hari. sebenarnya saya ragu ragu untuk kesana, tapi akhirnya sayapun mendatangi rumahnya dan berdiri di depan rumahnya sambil menyentuh rumahnya yang terbuat dari tanah liat, rupanya ada orang yang mendengar keberadaanku, maka salah satu pekerja syeikh pun membukakan pintu untukku, dan saya pun berbisik mengucapkan salam kepadanya agar orang lain tidak terganggu, tidak lama berselang, datanglah syeikh Bin Baz membawakan makanan  yang dibimbing oleh istrinya sendiri, kemudian mengucapkan salam dan memberikan makanan yang ia pegang tersebut kepadaku. 
Syeikh berkata: saya mendengar suaramu dan saya siapkan makanan, karna saya rasa engkau belum makan apa-apa malam ini.
Demi Allah, mataku saat itu tidak bisa berhenti menangis karna akhlaq dan sikap beliau yang begitu mulia.”

الإنجاز في ترجمة الإمام عبدالعزيز بن باز، لعبدالرحمن الرحمة (204،203).
Ustadz ahmad fadhil al fajri

Maka tauhid itu adalah asas agama dan dasar millah. Ia adalah amalan yang paling agung dan paling utama, ia juga merupakan asas kepada segala amalan. Tidak sah seluruh amalan kecuali dengan tauhid. Setiap amalan yang tidak disertai dengan tauhid maka ia adalah batil.”

Maka tauhid itu adalah asas agama dan dasar millah. Ia adalah amalan yang paling agung dan paling utama, ia juga merupakan asas kepada segala amalan. Tidak sah seluruh amalan kecuali dengan tauhid. Setiap amalan yang tidak disertai dengan tauhid maka ia adalah batil.”

— Imām Ibn Bāz رحمه الله, Syarah Kitāb al-Tawhīd

Teladan keteguhan hati Al-Imâm Ahmad dalam berpegang kepada Al-Haq Dan kesabaran beliau dalam menyikapi kekasaran penguasa karena berpegang kepada Al-Haq

Teladan keteguhan hati Al-Imâm Ahmad dalam berpegang kepada Al-Haq Dan kesabaran beliau dalam menyikapi kekasaran penguasa karena berpegang kepada Al-Haq

ذهب الخليفة المعتصم في صباح أحد الأيام إلى الإمام أحمد بن حنبل في محبسه
أبان فتنة خلق القرآن.

وقال: كيف أصبحت يا أحمد ؟!!

فقال الإمام أحمد: بخير يا أمير ولله الحمد 
غير أني رأيت رؤية أزعجتني ولاتزال
رأيت القرآن مسجى قد مات

فغسلته وكفنته ثم صليت عليه..

•- قال المعتصم: 
ويحك يا أحمد أيموت القرآن أم أنك تهزأ بي؟
•- قال الإمام أحمد: 
هذا قولكم أنه مخلوق وكل مخلوق يموت !

فنظر المعتصم لابن أبي دؤاد وهو رأس من رؤوس الفتنه وعالم سلاطين فقال الأخير:

 يا أمير المؤمنين أرى أن يجلد وماله غير السوط يؤدبه!

•- قال المعتصم: 
يا أحمد لا تقتل نفسك وأجبني بخلق القرآن.. 
•- قال الإمام: 
أعطني شيئا من كتاب الله أو سنة رسوله يقول بما تقول؟.

•- قال المعتصم للجلاد: 
شد قطع الله يدك.. اي أوجع.

فضرب الجلاد أول جلدة فقال الإمام : 
بسم الله
.ثم ضرب الثانية فقال الإمام: 
لا حول ولا قوة الا بالله.
فضرب الثالثة فقال الإمام: 
القرآن كلام الله غير مخلوق

فضرب أخرى فقال: لن يصيبنا إلا ما كتب الله لنا !

ثم دنا بن أبي دؤاد من الإمام يقول: 
يا أحمد اهمس في أذني بكلمه
 تنجيك من عذاب الخليفة.

قال الإمام: بل ادنُ أنت واهمس في أذني 
بكلمه تنجيك من عذاب الله.
فأشار ابن أبي دؤاد إلى الجلاد أن أوجع، 
فظل يجلده حتى أغشي على الإمام.

📚 "سير أعلام النبلاء"
Khalîfah Al-Mu'tashim di pagi hari pada suatu hari pergi menuju Al-Imâm Ahmad bin Hanbal di penjaranya, beliau menjelaskan fitnah Al-Qurân itu makhlûq.

Khalîfah berkata: "Bagaimana engkau berpagi hari wahai Ahmad ?."

Dan Al-Imâm Ahmad berkata: "Baik wahai amîr, dan segala puji bagi Allâh, namun sungguh Aku meyakini suatu keyakinan yang telah menggangguku, dan Aku selalu meyakini Al-Qurân itu dikafani karena benar-benar telah mati. Sehingga Aku memandikannya, Aku mengafaninya, kemudian Aku menyalatkannya."

Al-Mu'tashim berkata: "Celaka engkau Ahmad, apakah Al-Qurân bisa mati, ataukah engkau sedang mengolok-olokku ?."

Al-Imâm Ahmad berkata: "Ini perkataan kalian bahwasanya Al-Qurân itu makhlûq, dan semua makhlûq itu akan mati."

Lalu Al-Mu'tashim melihat kepada Ibnu Abiy Daud, dan ia adalah salah satu pembesar tokoh fitnah, dan 'âlimus salâthîn ('âlim penjilat penguasa), dan yang lainnya berkata: "Wahai amîrul mu'minîn Aku berpendapat ia dicambuk saja, dan  tidak ada cara lain baginya selain dicambuk yang akan memberi pelajaran kepadanya.!"

Al-Mu'tashim berkata: "Wahai Ahmad jangan kamu bunuh dirimu, jawablah seruanku dengan khalqul qurân (Al-Qurân itu makhlûq)."

Al-Imâm Ahmad berkata: "Berikanlah Aku sesuatu dari kitâbullah, atau sunnah rasûl-Nya yang berkata dengan apa yang engkau katakan ?."

Al-Mu'tashim berkata kepada algojo: "Semoga Allâh memotong tanganmu.. (yaitu memberikannya rasa sakit)."

Lalu algojo memukul cambukan pertama, dan Al-Imâm Ahmad berkata: "Bismillâh (dengan menyebut nama Allâh)"

Kemudian algojo memukul yang kedua, dan Al-Imâm Ahmad berkata: "Lâ haula wa lâ quwwata illâ billâh (tidak ada daya dan kekuatanku kecuali dengan pertolongan Allâh)

Lalu algojo memukul dengan pukulan ketiga, dan Al-Imâm Ahmad berkata: "Al-Qurân kalâmullâh ghairu makhlûq (Al-Qurân perkataan Allâh bukan makhlûq).

Lalu pukulan berikutnya, dan beliau berkata: "Tidak akan mengenai kami kecuali apa yang telah Allâh tetapkan untuk kami.!"

Kemudian Ibnu Abiy Daud mendekat kepada Al-Imâm Ahmad dan berkata: "Wahai Ahmad, berbisiklah di telingaku dengan sebuah kalimah (perkataan) yang akan menyelamatkanmu dari siksaan khalîfah."

Al-Imâm Ahmad berkata: "Bahkan sebaliknya mendekatlah, dan berbisiklah di telingaku dengan sebuah kalimah yang akan menyelamatkanmu dari adzâb Allâh."

Lalu Ibnu Abi Daud mengisyaratkan kepada algojo agar melanjutkan menyakiti imâm Ahmad, dan ia melanjutkan mencambuk sampai imâm Ahmad pingsan."

[Siyaru A'lâmin Nubalâ']

Kekeliruan, kritik, dan saran terkait terjemahan sampaikan pada penerjemah

FB Penerjemah: Dihyah Abdussalam 
IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah

Hukum tidur ketika telah masuk waktu sholat :

✅ Hukum tidur ketika telah masuk waktu sholat :

Dimakruhkan bagi seseorang untuk tidur setelah masuk waktu sholat sedangkan dia belum mengerjakan sholat tersebut, hukum makruh ini berlaku apabila dia mempunyai persangkaan (dzon) bisa terbangun sebelum waktu sholat menjadi sempit (tersisa waktu yang tidak mencukupi untuk melakukan semua rakaat sholat dalam waktunya), persangkaan (dzon) tersebut dapat dilihat dengan cara :

▶ Dia punya kebiasaan bisa bangun sebelum waktu sholat menjadi sempit
▶ Mempunyai dzon akan dibangunkan oleh orang lain (misal sebelum tidur dia berpesan kepada temannya untuk dibangunkan)
▶ Atau dengan cara yang lainnya, misal mengatur alarm

Jika syarat tersebut (persangkaan bisa bangun sebelum waktu sholat menjadi sempit) tidak terpenuhi, maka menjadi haram (tidur setelah masuknya waktu sholat dan belum mengerjakannya) jika memang dia masih bisa mengalahkan/menahan rasa kantuk. Jika dia terkalahkan oleh tidur (tidak bisa menahan kantuk dan sudah diluar batas kemampuannya, dgn ciri kesadaran nya sudah menghilang), maka tidak haram dan juga tidak makruh, dengan syarat dia punya tekad untuk mengerjakannya.

*Kesimpulan*
Hukum tidur setelah masuk waktu sholat terbagi menjadi :

▶ Makruh :
Yaitu jika belum mengerjakan sholat dan punya persangkaan (dzon) untuk bisa bangun sebelum waktu sholat menjadi sempit (tersisa waktu yang tidak mencukupi untuk melakukan semua rakaat shalat didalam waktunya)

▶ Haram :
Yaitu jika belum mengerjakan sholat dan tidak punya persangkaan (dzon) untuk bisa bangun sebelum waktu sholat menjadi sempit, serta dia masih bisa mengalahkan rasa kantuk (masih bisa menjaga kesadarannya)

▶ Tidak haram & Tidak makruh : Belum mengerjakan sholat, dan dia dalam keadaan terkalahkan oleh tidur, dimana kesadaran nya sudah mulai menghilang, dengan syarat dia punya tekad untuk mengerjakannya

✅ Hukum Membangunkan orang yang tidur untuk mengerjakan sholat :

▶ Wajib : Wajib membangunkan orang yang tidur jika diketahui bahwa orang tersebut tidur dalam keadaan muta'addi, misal diyakini bahwa orang yang tidur tersebut tidak akan bisa bangun untuk mengerjakan sholat pada waktunya 

▶ Sunnah : Disunnahkan untuk membangunkan  orang yang tidur untuk melaksanakan sholat, jika memang diketahui orang tersebut tidur dalam keadaan tidak muta’addi, 
(Fathul Mu'in, hal 80)

#Faedah Dars 16 Fathul Mu'in Ma'had Darussalam 

Ditulis oleh : Muhammad Tsani (Santri Ma'had Darussalam asy-Syafi'i angkatan 5
Dimurojaah oleh Ustadz Agus Waluyo Abu Husain (pengajar Ma'had Darussalam as-syafi'i)

Sesungguhnya ilmu itu dipelajari hanyalah untuk bertakwa kepada Allah.

Sufyān al-Thaurī رحمه الله berkata:

“Sesungguhnya ilmu itu dipelajari hanyalah untuk bertakwa kepada Allah.”

(Al-Mujālasah wa Jawāhir al-‘Ilm, no. 943)

menjadi bijaksana

Shalat lebih utama daripada membaca Al-Qur’an, membaca Al-Qur’an lebih utama daripada dzikir yang berupa pujian, dan dzikir lebih utama daripada doa yang berupa permintaan

Ibnu Taimiyah -rahimahullah- berkata:  
"الصلاة أفضل من القراءة، 
والقراءة أفضل من الذكر الذي هو ثناء، 
والذكر أفضل من الدعاء الذي هو سؤال، 
ومع هذا فالمفضول له أمكنة وأزمنة وأحوال يكون فيها أفضل من الفاضل".
“Shalat lebih utama daripada membaca Al-Qur’an,  
membaca Al-Qur’an lebih utama daripada dzikir yang berupa pujian,  
dan dzikir lebih utama daripada doa yang berupa permintaan.  

Namun demikian, ibadah yang derajatnya lebih rendah bisa menjadi lebih utama dari yang lebih tinggi, jika dilakukan pada waktu, tempat, atau kondisi tertentu yang menjadikannya lebih utama dari biasanya.”  
الفتاوى الكبرى ٥/ ٢٣٧.
Ustadz nurhadi nugroho

Rincian hukum mimisan Sebelum Sholat

Rincian hukum mimisan Sebelum Sholat

Jika darah mimisan masih mengalir, maka dirinci :

✅Jika waktu Shalat masih panjang (masih memungkinkan sholat semua rokaat diwaktunya) dan ada harapan darah bisa berhenti, maka tunggu darahnya sampai berhenti sebelum sholat lalu ia shalat.

✅Jika tidak demikian (tidak ada harapan darahnya berhenti), maka dia kerjakan sebagaimana seorang yang Salisul Baul (keluar air kencing terus menerus), yaitu dia bersihkan darah dari hidungnya, lalu ia sumpal dengan semacam kapas dan ikat dengan kain jika diperlukan .

Ada yang berpendapat menyamakan permasalahan ini dengan pakaian yang terkena najis, dimana ia menunda sholatnya untuk mencuci terlebih dahulu pakaiannya yang terkena najis meskipun waktu sholat habis.

Dua masalah tersebut tidak bisa disamakan karena pada masalah pakaian terkena najis, ada kemampuan orang tersebut untuk menghilangkan najis dari asalnya, maka wajib dia hilangkan najis tersebut. Ini berbeda dengan kasus mimisan, di mana tidak ada kemampuan untuk menghilangkan najis dari asalnya, karena tidak bisa dihentikan, sehingga tidak ada kewajiban harus menunggu sampai berhenti akan tetapi wajib ia shalat dengan melakukan langkah-langkah di atas.
(Fathul Mu'in, hal.73 bersama I'anatut Thalibin)

#Faedah Dars 13 Fathul Mu'in Ma'had Darussalam 

Ditulis oleh: Zulkarnaen (santri angkatan 5 Ma'had Darussalam as-Syafii)
Dimuroja'ah dan edit: Agus Waluyo Abu Husain (pengajar Ma'had Darussalam as-Syafii)

Haramnya Isbal

Haramnya Isbal

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ beliau bersabda:

“Bagian kain sarung yang berada di bawah mata kaki, maka tempatnya di neraka.”

(Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Shahih Bukhari no. 5787)

Penjelasan:
Nabi ﷺ memperingatkan kaum laki-laki agar tidak menjulurkan pakaian apa pun yang menutupi bagian bawah tubuh mereka — baik berupa kain, celana, maupun selainnya — hingga melewati mata kaki. Adapun bagian kaki yang berada di bawah mata kaki dari orang yang menjulurkan pakaiannya (isbal), maka akan berada di neraka sebagai hukuman atas perbuatannya.

Faedah Hadits:

1. Larangan memanjangkan pakaian hingga melewati mata kaki bagi laki-laki, dan itu termasuk dosa besar.

2. Ibnu Hajar rahimahullah berkata: "dikecualikan dari larangan isbāl secara mutlak apabila dilakukan karena kebutuhan darurat; misalnya seseorang memiliki luka di sekitar mata kakinya yang bisa mengundang lalat jika tidak ditutup dengan pakaiannya, sementara ia tidak memiliki penutup lain selain kainnya"

3. Hukum ini khusus bagi laki-laki, karena para wanita diperintahkan untuk memanjangkan pakaian mereka hingga melewati mata kaki, bahkan sampai sepanjang satu hasta (siku hingga pergelangan tangan) ke bawah.
ustadz lutfi setiawan

Sabtu, 27 September 2025

Banyaknya dosa dengan ketauhidan yang sahih adalah lebih baik daripada sedikitnya dosa dengan kerosakan tauhid

Sheikh al-Islām Ibn Taimiyyah رحمه الله berkata:

“Banyaknya dosa dengan ketauhidan yang sahih adalah lebih baik daripada sedikitnya dosa dengan kerosakan tauhid.”

(Al-Istiqaamah, 1/466)
ustadz ibnu salam 

Jumat, 26 September 2025

Maka tatkala telah nampak nyata nifaq, bid'ah dan kefajiran yang menyelisihi agama Rasul shalallahu alaihi wasallam, akan dikuasakan musuh-musuh Islam kepada mereka (kaum muslimin)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
" Maka tatkala telah nampak nyata nifaq, bid'ah dan kefajiran yang menyelisihi agama Rasul shalallahu alaihi wasallam, akan dikuasakan musuh-musuh Islam kepada mereka (kaum muslimin)."
(Majmu' Al Fatawa 13/178)
ustadz enggar suprantara

KENYANG MAKANAN, LAPAR ILMU

KENYANG MAKANAN, LAPAR ILMU

Dari Abu Ad Darda' radhiyallahu 'anhu berkata :
"Mengapa aku melihat para ulama kalian wafat, sementara aku melihat orang-orang bodoh kalian  tidak mau belajar?
Sungguh, aku sangat takut, orang-orang terdahulu meninggal sementara orang-orang yang terakhir tidak mau belajar.
Seandainya orang yang berilmu tetap terus menuntut ilmu, niscaya akan bertambah ilmunya.
Dan seandainya orang-orang yang jahil mau menuntut ilmu, niscaya ilmu itu akan tegak.
Mengapa aku melihat kalian kenyang makanan tapi lapar dari ilmu"[Jami' Bayanil Ilmu wa Fadhlih : 2/1225]
ustadz miftah indy nugroho

Beberapa syubhat populer mengenai dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Imam Muhammad bin Su'ud رحمهما الله:

📚Beberapa syubhat populer mengenai dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Imam Muhammad bin Su'ud رحمهما الله:

🔎1) Syubhat bahwa Syaikh -rahimahullah- adalah seorang khawarij takfiri. 

Pembahasan takfir ini sangat panjang namun karya tulis serta surat yang ditulis oleh Syaikh membuktikan bahwa beliau tidak mengkafirkan kaum muslimin baik secara personal kecuali dengan hujjah apalagi mengkafirkan mereka secara menyeluruh. Bahkan beliau tidak mengkafirkan mereka-mereka yang datang ke kuburan al-Badawi dengan hujjah dakwah belum sampai kepada mereka. 

🔎2) Syubhat bahwa Syaikh dan Imam Ibnu Su'ud serta raja-raja Saudi setelahnya memberontak terhadap Kesultanan Ottoman. 

Hal ini tidak benar. Karena penelitian membuktikan bahwa peta kekuasaan Daulah Utsmaniyah saat itu tidak mencakup wilayah Nejd yang dikuasai oleh Alu Su'ud. 

🔎3) Syubhat bahwa Syaikh merupakan antek penjajah Britania. 

Tuduhan ini juga telah disingkap dan ternyata berasal dari orang-orang Rafidhah yang ingin menjelekkan citra dakwah beliau. Bagaimana mungkin beliau adalah mata-mata penjajah sedangkan beliau mengajak umat kepada dakwah tauhid yang murni?! 

🔎4) Syubhat bahwa Syaikh membenci Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karena melarang shalawatan dan sebagainya. 

Beliau tidak membenci Rasulullah. Bahkan beliau menjaga agama ini agar tidak dimasuki hal-hal yang tidak disyariatkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bagaimana mungkin dikatakan seseorang pembenci Nabi sedangkan ia menjadikan shalawat atas Nabi sebagai rukun shalat?! Ini berbeda dengan pendapat kebanyakan ulama yang berporos antara wajib atau sunnah. 

🔎5) Syubhat bahwa Syaikh membawa agama baru. 

Ini murni tuduhan para pembenci dakwah beliau, karena orang-orang berilmu pun tahu bahwa apa-apa yang diserukan oleh beliau juga merupakan perkara yang diserukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam para sahabat dan salafus shalih. 

🔎6) Syubhat bahwa Syaikh memerangi kaum muslimin. 

Ini juga merupakan permasalahan panjang. Karena perlu diketahui bahwa yang menyerang Islam bukan hanya orang-orang kuffar saja, namun penyerangan dari orang Islam itu sendiri juga terjadi sebagaimana kita saksikan dalam sejarah. Di sini mereka yang memulai menyerang Daulah Su'udiyah lalu dibalas balik oleh sang Raja. Oleh karena itu hal ini dihitung jihad difa' bagi mereka. Adapun Syaikh memerangi orang-orang yang mempersekutukan Allah ini dengan alasan perbuatan syirik mereka dan mereka memiliki kekuatan bersenjata. Kita melihat Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq memerangi orang-orang yang menolak zakat lalu bagaimana gerangan orang-orang yang menyekutukan Allah -setelah tegak hujjah atas mereka- yang mana ini merupakan rukun Islam paling utama?! Adapun mereka yang tidak memiliki kekuatan maka Daulah tidak memerangi mereka. 

✒️ Poin-poin ini ana ambil dari fawaid pelajaran Ushul Dakwah kami semester lalu bersama Dr. Abdul Ilah bin Abdul Aziz ar-Rifa'i al-Juhani hafizhahullah.
ustadz muhammad taufiq

ILMU_DI_HP

#ILMU_DI_HP

Saat ini akses link ilmu dan kitab para ulama sangat mudah dan banyak sekali, ini merupakan kemudahan dari Allah bagi kaum muslimin dan bagi para penuntut ilmu secara khusus, maka kesempatan ini bisa menjadi salah satu pilihan bagi yang belum dimudahkan bermajlis langsung dengan masyayikh dan ulama.,

Diantara gudang ilmu yang paling ana suka adalah warisan Syaikh Al Mufti Abdul Aziz bin Baz رحمه الله dalam webnya, dengan bahasa yang mudah dan singkat dari berbagai cabang ilmu syar'i, fatwa-fatwa yang sangat dibutuhkan, silahkan dijadwalkan membaca dan menukil faidah setiap hari -serasa kita duduk di majlis Syaikh langsung-,.
https://binbaz.org.sa/

Yang kedua adalah gudang ilmu di web Ad Durar As Saniyyah, dibawa pengawasan Syaikh Alawi bin Abdul Qadir As Saqqaf حفظه الله,. 
https://dorar.net/about
------------------------------
وفق الله الجميع للعلم النافع والعمل الصالح.،
Ustadz alif el qibty

Kamis, 25 September 2025

#FAIDAH_MANHAJIYYAH Syaikh حفظه الله menjelaskan syarat yang ketat bagi para dai, karena sudah banyak yang nyemplung dan akhirnya menjadi fanatik dan memusuhi dakwah Sunnah,.

https://www.facebook.com/share/v/19KYp7wBK8/

#FAIDAH_MANHAJIYYAH                                 Syaikh حفظه الله menjelaskan syarat yang ketat bagi para dai, karena sudah banyak yang nyemplung dan akhirnya menjadi fanatik dan memusuhi dakwah Sunnah,.
Ustadz alif el qibty

Nabi Ya'qub kehilangan pengelihatan karena sedih yang mendalam kehilangan putra tercinta nya (Nabi Yusuf).

Nabi Ya'qub kehilangan pengelihatan karena sedih yang mendalam kehilangan putra tercinta nya (Nabi Yusuf).

Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya :

اذْهَبُوا بِقَمِيصِي هذا فَأَلْقُوهُ عَلى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيراً

Pergilah kalian dengan membawa bajuku, lalu dekatkan ke wajah ayahku, maka pengelihatan nya akan normal kembali.

القلب يشم رائحة القلب

Hati dapat mencium aroma hati orang yang di cintainya, seperti Nabi Ya'qub yang dapat mencium aroma Nabi Yusuf padahal sudah terpisah puluhan tahun lamanya, hati manusia lautan dalam yang tak bertepi, penuh dengan misteri yang belum kita ketahui.

Tidak berlebihan jika kita mengatkan hal terberat adalah berpisah dengan orang terkasih, tidak ada obatnya kecuali kembali bersatu.

الحزن تأكل الإنسان 

Kesedihan itu akan menggerogoti habis fisik dan mental manusia.

Ibnu Qayyim mengatakan :

الحزن يضعف القلوب، ويوهن العزم، ويضر الإرادة، ولا شيء أحب إلى الشيطان من حزن المؤمن.

Kesedihan melemahkan hati, melemahkan tekad, dan merusak semangat, tidak ada tonik yang lebih disukai setan dari pada kesedihan seorang mukmin.

Jangan pernah berdebat dengan orang yang jatuh cinta, sedangkan hatinya tidak berada dalam kuasa anda, hanya cinta yang bisa membuat tatapan mata kepada orang terkasih menjadi obat.
Ustadz ibnu majah 

💦 ⏰ *_RINCIAN AFDHOLIYYAH WAKTU SHALAT._*⏰💦

💦 ⏰ *_RINCIAN AFDHOLIYYAH WAKTU SHALAT._*⏰💦

Hukum asalnya: Wajib melakukan shalat *didalam waktu wajib yang muwassa'(terbentang)*. 

Boleh ditunda sampai waktu *ma yasaa'uha* (mencukupi melakukan shalat secara sempurna di waktunya) dengan syarat ada 'Azzam (tekad) melakukan di waktunya. 

Disunnahkan menyegerakan shalat diawal waktu. Akan tetapi apabila dia yakin atau dzon (sangkaan kuat) akan ada jamaah apabila dia tunda(1), maka afdholnya menunda. Namun, kalau ragu-ragu maka tidak boleh menunda secara mutlak. 

(1). Kalau *yakin* akan ada jamaah maka boleh dia menunda lama asalkan tidak sampai waktu sempit pengerjaan shalat(ما لم يضق الصلاة), yaitu waktu yang tidak mencukupi untuk bisa mengerjakan seluruh rakaat di waktunya.
Adapun jika  *dzon*,  boleh menunda tapi tidak dalam waktu lama secara urf ( menunda sampai melebihi separuh waktu shalat). 

الله أعلم بالصواب

(Fathul Mu'in, hal.79)

#Faedah Dars 15 Fathul Mu'in Ma'had Ma'had Darussalam 

 Ditulis oleh: Agus Setiawan (Santri Ma'had Darussalam as-Syafii angkatan 5).
Dimuroja'ah oleh Ustadz Agus Waluyo Abu Husain Hafidzahullaah (pengajar Ma'had Darussalam as-Syafii).

4 tingkatan Qiyamul Lail:

4 tingkatan Qiyamul Lail:
1. Paling mudah : Witir setelah Sholat Isya’
2. Witir sebelum Tidur (Wasiat Nabi untuk Abu Hurairah)
3. Witir sebelum waktu Fajr 
4. Sepertiga malam akhir (ini yang dilakukan Nabi Muhammad salallahu alaihissalam dan Nabi Daud)

Witir minimal 1 rakaat.

Mulai dari yang paling mudah, dahulu Ibnul Mubarak belajar membiasakan diri agar bisa Qiyamul Lail itu selama 20 tahun.

Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk berbuat taat kepada Allah.

Faidah Kajian bersama Syaikh Abdussalam Asy-Syuwai’ir Hafidzahullahu Ta’ala

Abu Yusuf Akhmad Ja’far

Pasca Periode 'Utsman bin 'Affan inilah terjadi penyempurnaan penulisan Mushhaf Alquran, tentu bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin

Pasca Periode 'Utsman bin 'Affan inilah terjadi penyempurnaan penulisan Mushhaf Alquran, tentu bertujuan untuk memudahkan kaum muslimin.

Pada periode Abul Aswad ad-Duali (w. 69 H) ini mushhaf mulai diberi titik pada akhir kata yang memiliki bacaan berbeda. Titik di depan huruf berarti Dhammah. Titik di atas huruf berarti Fathah. Titik di bawah huruf berarti Kasrah. Sukun waktu itu belum ada tandanya, hanya dikosongkan saja hurufnya. Alasan dibuatkan demikian guna menghindari kemudharatan besar, sebab waktu itu mulai banyak yang salah baca, terutama di akhir kata.

Periode Nashir bin 'Ashim (w. 89 H) dan Yahya bin Ya'mur (w. 129 H) mulai memberlakukan titik pada huruf-huruf yang bentuknya sama, semisal ب ت ث , ج ح خ , ز ر , ف ق , ص ض , ط ظ , dan sebagainya. Sebab bagi mereka yang baru masuk Islam, baru belajar Alquran, akan kebingungan membaca huruf dengan bentuk sama tanpa pembeda.

Periode Khalil bin Ahmad al-Farahidi (w. 170 H) mengembangkan yang telah digagas Abul Aswad ad-Duali, yakni titik sebagai penanda harakat menjadi harakat yang kita kenal sekarang. Di Itqân-nya As-Suyûthi menuliskan agak panjang ketentuannya.

Di masa al-Hajjâj bin Yûsuf ats-Tsaqafi Mushhaf dibagi menjadi 30 Juz, Hizb, Tsumun, Penjumlahan ayat, kalimat, huruf Alquran, dan lain sebagainya. Di Muqaddimahnya Tafsir al-Qurthubi dibahas. Lihatlah, sekejam-kejamnya ia tetap Allah jadikan wasilah kebaikan bagi kaum muslimin, dan tentu ada hikmah disini jika kita mau ambil i'tibar. Bahkan penggunaan Juz dalam bahasa keseharian maupun akademik masih kita pakai hingga sekarang, bahkan mungkin bisa seterusnya. Tentu ada pahala yang juga mengalir padanya.

Di periode Al-Wazir bin Muqlah (272-328 H), Ibn al-Bawwâb (w. 413 H), Yaqut al-Musta'shimi (w. 698 H) mulailah perkembangan dunia Khat berlangsung. Sebenarnya di masa-masa sebelumnya para penulis Mushhaf jelas dipilih dari kalangan yang bagus tulisannya, namun di masa Ibn Muqlah inilah khat Arab mencapai 6 macam; Tsuluts, Naskh, Tauqi', Raihani, Muhaqqaq, Riqa'. Disempurnakan lagi oleh Ibn al-Bawwâb. Kemudian lebih disempurnakan lagi di masa Yaqut al-Musta'shimi. Hingga bermunculanlah para penulis mushhaf di beberapa negara di masa sekarang; ada Hamid al-Amidi dari Turki, Hasyim al-Khaththath dari Iraq, 'Utsman Thaha dari Syiria yang mukim di Saudi, Abu Bakar Sasi dari Libya, hingga Mushhaf Standar Depag/Kemenag dengan Khath 'Utsmani, harakat model Mushhaf Bombai. Kepala Hamzahnya tidak tertulis kecuali pada bagian-bagian tertentu. Ditulis oleh banyak Khaththath.

Semoga bermanfaat...

Pagi yang sejuk tanpa sruput teh di Ma'had Daar El 'Ilmi - Beusi...

Akhûkum,
✒️ Mochamad Teguh Azhar Al-Atsariy 
(Khadim di Ma'had Daar El 'Ilmi, Beusi)

Siapa yang belum bisa menyambangi Baitullah (Ka'bah) karena terhalang jarak, sambangilah Rabb Pemilik Baitullah, Sungguh, Dia lebih dekat dengan siapapun yang berdoa dan menggantungkan harapan kepada-Nya, daripada urat lehernya sendiri

Imam Ibnu Rajab rahimahullah:

"Siapa yang belum bisa menyambangi Baitullah (Ka'bah) karena terhalang jarak, sambangilah Rabb Pemilik Baitullah, Sungguh, Dia lebih dekat dengan siapapun yang berdoa dan menggantungkan harapan kepada-Nya, daripada urat lehernya sendiri."

(Lathaif al-Ma'arif, hlm. 286)
ustadz Buldan T.M fatah