Muhammad yanu atmadji blog
blog ini berisikan kumpulan faedah faedah ilmu yang sangat bermanfaat kepada diri saya pribadi
Sabtu, 20 September 2025
Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman Muhaqqiq kitab I'lamul Muwaqqi'in bercerita bahwa beliau pernah mendengar Syekh Bakr Abu Zaid mengatakan, "Aku dengar dari Syaikh Ibnu Baz bahwa Syaikh telah mengajarkan kitab tersebut sebanyak 70 kali!".
Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman Muhaqqiq kitab I'lamul Muwaqqi'in bercerita bahwa beliau pernah mendengar Syekh Bakr Abu Zaid mengatakan, "Aku dengar dari Syaikh Ibnu Baz bahwa Syaikh telah mengajarkan kitab tersebut sebanyak 70 kali!".
Sejelek-jelek umatku adalah yang banyak bicaranya dan pandai bersilat lidah. Sedangkan sebaik-baik umatku adalah orang yang paling baik akhlaknya
Banyak Bicara dan Pandai Bersilat Lidah.
Bahasa lomboknya adalah lui' raos dan peak.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
شرار أمتي الثرثارون، المتشدقون، المتفيهقون، وخيار أمتي أحاسنهم أخلاقًا
“Sejelek-jelek umatku adalah yang banyak bicaranya dan pandai bersilat lidah. Sedangkan sebaik-baik umatku adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Bukhari)
Pentingnya Mempelajari Akidah Salaf
📌 Pentingnya Mempelajari Akidah Salaf
Pentingnya mempelajari akidah salaf, karena beberapa alasan berikut:
1. Akidah Salaf mampu menyatukan hati, mengikat jiwa, dan mempersatukan umat dengan satu tujuan, yaitu berjuang melawan kesyirikan dan kesesatan, serta menegakkan keadilan dan kebenaran di tengah manusia.
2. Akidah salaf memiliki ciri yang jelas berlandaskan pada nash-nash Al-Qur’an sebagai dasar pijakan dalam pemahaman dan pandangan, jauh dari syubhat.
3. Berpegang kepada akidah salaf berarti melaksanakan apa yang diperintahkan Al-Qur’an dan As-sunnah.
4. Tidak ada sesuatu pun yang dapat menyatukan barisan kaum muslimin serta menjauhkan dari pertikaian akibat hawa nafsu dan perpecahan selain dengan kembali kepada akidah salaf. Dari sanalah umat dapat memulai pembangunan, pendidikan, dan pengarahan.
📌 Perhatian Salaf terhadap Akidah
Para ulama salaf melakukan perjuangan yang besar dalam menjaga dan membela akidah.
Hal ini, menonjol dalam dua hal:
Pertama:
Melakukan debat dan dialog dengan para pengikut aliran-aliran sesat, membungkam serta menyingkap hakikat kesesatan mereka.
Kedua:
Menulis kitab-kitab untuk menjelaskan akidah yang benar dengan bersandar pada Al-Qur’an, sunnah, dan perkataan salaf atau menulis bantahan terhadap kitab-kitab kelompok menyimpang seperti Jahmiyyah, Mu‘tazilah, kaum at*is, serta pengusung paham hulul dan wahdatul wujud.
Pertarungan antara kebenaran dan kebatilan semakin memuncak pada masa Imam Ahmad, melebihi masa-masa sebelumnya. Hal ini karena kelompok Jahmiyyah dan Mu‘tazilah berhasil memengaruhi sebagian khalifah Abbasiyah agar mengikuti paham mereka dan memaksakan masyarakat untuk menerimanya. Hal ini terjadi pada masa al-Ma’mun (w. 218 H), al-Mu‘tasim (w. 227 H), dan al-Wathiq (w. 232 H).
Para ulama pun diuji, disakiti, bahkan dipukul. Imam Ahmad tetap tegar menghadapi fitnah ini. Ia berdebat dengan Mu‘tazilah, membantah syubhatnya, serta bersabar menghadapi penjara dan siksaan, hingga Allah menurunkan pertolongan bagi sunnah dan menundukkan bid‘ah.
Itu terjadi ketika al-Mutawakkil (232–247 H) memegang tampuk kekuasaan, lalu Allah hidupkan kembali madzhab Ahlus Sunnah dan meninggikan panji kebenaran.
Sejak saat itu, dakwah kembali bersinar mengajak umat kepada akidah salaf radhiyallahu anhum sebelum akidah ini tercemar oleh pemahaman filsafat dan perdebatan kalam.
Imam Ahmad bin Hanbal pun menulis dua kitabnya yang terkenal, yaitu as-Sunnah dan ar-Radd ‘ala az-Zanadiqah wal-Jahmiyyah. Kemudian putranya, Abdullah, menyusun kitab yang lebih luas berjudul as-Sunnah, yang membantah para penolak sifat Allah (mu‘aththilah), kaum waqifah, al-lafzhiyyah, dan musyabbihah.
Setelah itu, karya-karya tentang akidah salaf terus bermunculan yang berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah, terlebih setelah banyaknya aliran sesat dengan pemikiran yang semakin matang.
Maka Imam al-Bukhari menulis Khalq Af‘al al-‘Ibad, Ibnu Abi ‘Ashim an-Nabil menulis as-Sunnah, ‘Utsman bin Sa‘id ad-Darimi menulis ar-Radd ‘ala al-Jahmiyyah dan ar-Radd ‘ala Bisyr al-Marrisi, al-Khallal menulis as-Sunnah, ath-Thabarani menulis Kitab as-Sunnah, dan al-Ajurri menulis as-Syari‘ah.
Di antara ulama besar yang menulis dalam bidang ini adalah Imam al-A’immah Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah dengan kitabnya Kitab at-Tauhid wa Itsbat Shifat ar-Rabb ‘Azza wa Jalla.
Wallahu yahfazukum wa yar‘akum.
__
Andre Satya Winatra
TPQ Imam Asy-Syafi'i (TPQI)
Ibnu Utsman Boarding School
Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau Indonesia
--
📡 Ikuti dan bantu follow ya platform media sosial kami:
▶️ Youtube: Maktabah Riyadhus Shalihin https://www.youtube.com/@MaktabahRiyadusShalihin
📗Facebook: Andre Satya Winatra
https://www.facebook.com/share/1EhUPw3j4d/
📩Telegram Catatan Andre:
https://t.me/catatanAndreSatyaWinatra
📻 Saluran Whatsapp Catatan Andre Official: https://whatsapp.com/channel/0029VawEBXA5K3zVFQBwds0i
📂 Grup Whatsapp Markaz Belajar Islam: https://chat.whatsapp.com/JjDdGmRybtaGihoGo2YVFM?mode=r_c
📩Telegram Maktabah Riyadhus Shalihin: https://t.me/MaktabahRiyadhShalihin
▶️ Youtube: TPQ Imam Asy-Syafi'i Tanjungpinang https://youtube.com/@tpqimamasy-syafiitanjungpinang?si=ckfMKC_9ia_72dxO
📘Facebook: TPQ Imam Asy-Syafi'i
https://www.facebook.com/share/19TA1FmPMd/
===
#Boleh_disebarluaskan
#Mudah_mudahan_menambah_ilmu_kita
#Ya_Rabbku_tambahkanlah_aku_ilmu
رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا
(QS. Ṭhaha: 114)
Sesiapa yang mengucapkan (اللَّهُمَّ / Allahumma), maka sesungguhnya dia telah berdoa kepada Allah dengan seluruh nama-nama-Nya
An-Nadhr bin Syumail رحمه الله berkata:
"Sesiapa yang mengucapkan (اللَّهُمَّ / Allahumma), maka sesungguhnya dia telah berdoa kepada Allah dengan seluruh nama-nama-Nya."
— Jalā’ al-Afhām, Ibn al-Qayyim, hlm. 154
Jumat, 19 September 2025
Jauhilah oleh kamu sikap memaksa-maksa (dalam beragama), melampau, berlebih-lebihan, dan merasa kagum dengan diri sendiri. Rendahkanlah diri kamu kerana Allah, mudah-mudahan Allah mengangkat (darjat) kamu
"Jauhilah oleh kamu sikap memaksa-maksa (dalam beragama), melampau, berlebih-lebihan, dan merasa kagum dengan diri sendiri. Rendahkanlah diri kamu kerana Allah, mudah-mudahan Allah mengangkat (darjat) kamu."
— Al-Tabi‘i Qatadah رحمه الله
Sīr A‘lām al-Nubalā’ (5/276)
Kisah Menakjubkan yang Terjadi pada Imam Ibn Daqiq al-‘Id dengan Kitabnya “al-Imam”
Kisah Menakjubkan yang Terjadi pada Imam Ibn Daqiq al-‘Id dengan Kitabnya “al-Imam”
Kitab al-Imam ini memiliki kisah yang sangat menakjubkan. Imam Ibn Daqiq al-‘Id adalah salah satu mujtahid besar pada masanya. Para ulama yang menulis biografinya menyatakan bahwa beliau telah mencapai derajat ijtihad mutlak.
Seandainya saja, sebagaimana dikatakan sebagian orang, hal ini diumumkan secara luas di tengah masyarakat, tentu tidak akan terjadi musibah besar yang menimpa beliau.
Imam Ibn Daqiq al-‘Id rahimahullah pada awalnya bermadzhab Maliki. Beliau menulis sebuah kitab tentang hadis-hadis hukum, mirip seperti ‘Umdah al-Ahkam. Kitab itu beliau namakan al-Imam fi Jam‘ Ahadith al-Ahkam.
Tentang kitab ini, Syaikhul Islam Ibn Taimiyah ketika melihatnya berkata:
“Seandainya beliau menyempurnakan kitab ini, niscaya umat tidak lagi membutuhkan kitab lain dalam masalah hukum.”
Kitab al-Imam ini sangat besar. Ibn Daqiq al-‘Id baru sampai pada pembahasan ibadah haji, namun sudah memuat sekitar enam hingga tujuh ribu hadis. Padahal masih tersisa bab-bab tentang muamalah, rumah tangga, dan hukum-hukum lainnya.
Diperkirakan bila kitab ini selesai, akan memuat hingga dua puluh ribu hadis hukum. Karena menyadari usia terbatas dan tidak semua orang mampu mengambil manfaat darinya kecuali dari kalangan ulama besar, beliau akhirnya memutuskan untuk membuat ringkasan.
Beliau berkata: “Aku akan mulai dengan ringkasan. Jika Allah memberiku usia panjang, maka akan aku sempurnakan kitab al-Imam.” Dari sinilah lahir kitab al-Ilmam, yaitu ringkasan dari al-Imam. Kitab ini selesai beliau tulis, memuat lebih dari dua ribu hadis.
Setelah itu, Ibn Daqiq al-‘Id melihat bahwa kitab ringkas ini juga butuh syarah. Maka beliau pun menulis Syarḥ al-Ilmam bi Ahadith al-Ahkam. Kitab ini selesai ditulis dalam bentuk yang sangat besar.
Untuk memberi gambaran: lima jilid pertama syarahnya hanya berisi penjelasan dari 25 hadis saja! Sehingga diperkirakan seluruh syarah bisa mencapai dua puluh jilid atau lebih. Bila dicetak dengan standar penelitian zaman sekarang, mungkin mencapai 80 sampai 100 jilid.
Namun, apa yang terjadi? Dalam perjalanan hidupnya, Imam Ibn Daqiq al-‘Id yang awalnya bermadzhab Maliki kemudian berpindah ke madzhab Syafi‘i. Perpindahan ini membuat sebagian fanatikus Maliki marah.
Salah seorang di antara mereka menyelinap masuk, lalu mengambil manuskrip syarah al-Ilmam dan membuangnya ke dalam aliran air. Ketika itu, tinta kitab besar tersebut membuat air sungai berubah menjadi hitam.
Hilanglah syarah al-Ilmam seluruhnya, kecuali bagian 25 hadis yang sempat disalin salah satu murid beliau. Inilah yang tersisa sampai sekarang.
Peristiwa ini menjadi pukulan berat bagi Ibn Daqiq al-‘Id. Beliau sangat terpukul, hingga tidak mampu menulis ulang syarah tersebut. Akhirnya beliau wafat dalam keadaan belum bisa mengulanginya.
Kehilangan ini sungguh besar. Barangsiapa membaca karya-karya beliau, seperti syarah ‘Umdah al-Ahkam (Ihkam al-Ahkam), akan tahu betapa agung kedudukan beliau.
Bahkan, Imam Ibn Taimiyah yang hidup sezaman dengannya sering menyebut Ibn Daqiq al-‘Id sebagai “al-Imam”. Padahal usia Ibn Daqiq al-‘Id lebih tua darinya. Itu menunjukkan betapa besar penghormatan Ibn Taimiyah kepadanya.
Memang, sebagian ulama kemudian meragukan kebenaran kisah ini, seperti al-Hafizh Ibn Hajar. Namun bukan mustahil, sebab fanatisme buta memang bisa menjerumuskan sebagian orang melakukan hal yang sangat buruk.
Seandainya sejak awal diumumkan bahwa beliau telah mencapai derajat ijtihad mutlak, tentu para fanatik tidak akan berani mengganggu beliau.
Adapun kitab al-Ilmam, ringkasan dari al-Imam, telah ditahqiq oleh Syaikh Sa‘d al-Humaid. Kitab ini memuat sekitar 1800 hadis. Sedangkan syarah al-Ilmam, hingga kini tidak ada syarah lengkap yang diterbitkan, kecuali ada seorang ulama Maliki pada abad ke-10 H yang menulis syarahnya, namun sampai sekarang belum dicetak.
Wallahu yahfazukum wa yar‘akum.
__
Andre Satya Winatra
TPQ Imam Asy-Syafi'i (TPQI)
Ibnu Utsman Boarding School
Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau Indonesia
📡 Ikuti dan bantu follow ya platform media sosial kami:
▶️ Youtube: Maktabah Riyadhus Shalihin https://www.youtube.com/@MaktabahRiyadusShalihin
📗Facebook: Andre Satya Winatra
https://www.facebook.com/share/1EhUPw3j4d/
📩Telegram Catatan Andre:
https://t.me/catatanAndreSatyaWinatra
📻 Saluran Whatsapp Catatan Andre Official: https://whatsapp.com/channel/0029VawEBXA5K3zVFQBwds0i
📂 Grup Whatsapp Markaz Belajar Islam: https://chat.whatsapp.com/JjDdGmRybtaGihoGo2YVFM?mode=r_c
📩Telegram Maktabah Riyadhus Shalihin: https://t.me/MaktabahRiyadhShalihin
▶️ Youtube: TPQ Imam Asy-Syafi'i Tanjungpinang https://youtube.com/@tpqimamasy-syafiitanjungpinang?si=ckfMKC_9ia_72dxO
📘Facebook: TPQ Imam Asy-Syafi'i
https://www.facebook.com/share/19TA1FmPMd/
===
#Sahabat_Kitab
#Maktabah_Riyadhus_Shalihin
#Khazanah_Ilmiah
#Kitab_Kitab_Para_Ulama
#Ilmu_bermanfaat
Langganan:
Postingan (Atom)