Kamis, 01 Mei 2025

FIKIH DALAM MEMBANTAH

FIKIH DALAM MEMBANTAH
Syaikh Dr. Sulaiman An-najran -hafidzahullah-

‏الرد، والاستدراك، والتعقب، حق مشروع، لكل أحد، بشروط أربعة:
١- كونه على علم وبصيرة.
٢-  مراده ودافعه إظهار الحق، لا إسقاط المردود عليه، أو إظهار الراد نفسه، أو غيرها من الأغراض الفاسدة.
٣- استصحاب الأخلاق والأدب، في ثنايا الرد، وفي فاتحته وخاتمته.
٤- تقدير المصلحة في زمان الرد ومكانه.
وربما كان صاحب الرد على علم في الرد، لكنه ضعيف الأخلاق والأدب، فيضيع رده، بما فيه من حق، بسوء خلقه، فلا يُلتفت إليه.
وهناك من استصحب الأدب، مع ضعف علمه، فيسمع قوله أو بعضه، ويؤثر رده، لكريم أخلاقه.
ورأيت من جمع في رده بين الجهل، وسوء الخلق، وهذا بأقبح المنازل.
وتجد من لا يبالي بأي زمان ومكان وحال، ولا ينظر للمصالح والمفاسد الناشئة عن الرد، فتتقلب ردوده -حتى مع الحق الذي فيها- إلى مفاسد، أعظم من أصل المفسدة.

فالرد له فقه، من فاته، فاتته مصالحه.

Membantah, mengoreksi, dan menanggapi adalah hak yang sah bagi setiap orang, namun dengan syarat-syarat berikut:

1. Harus dilakukan dengan ilmu dan wawasan.
2. Tujuan dan motifnya adalah demi menegakkan kebenaran, bukan untuk menjatuhkan orang yang dibantah, atau demi menonjolkan diri sendiri, atau tujuan-tujuan rusak lainnya.
3. Harus disertai akhlak dan adab dalam setiap bagian bantahan, baik di awal maupun di akhirnya.
4. Harus mempertimbangkan kemaslahatan pada waktu dan tempat bantahan itu dilakukan.

Terkadang, seseorang memiliki ilmu dalam bantahannya, namun kurang dalam akhlak dan adab, sehingga bantahannya —meskipun mengandung kebenaran— tidak dianggap karena keburukan akhlaknya.

Ada pula yang memiliki adab yang baik meski ilmunya lemah, sehingga ucapannya tetap didengar dan bantahannya berpengaruh karena kemuliaan akhlaknya.

Namun, yang paling buruk adalah orang yang menghimpun antara kebodohan dan akhlak yang buruk dalam bantahannya.

Juga ada orang yang tidak peduli dengan waktu, tempat, dan kondisi, serta tidak mempertimbangkan maslahat dan mafsadat yang timbul dari bantahannya. Maka bantahannya —meskipun mengandung kebenaran— justru berubah menjadi mafsadat yang lebih besar dari mafsadat asal yang ia bantah.

Maka bantahan memiliki fikih tersendiri. Barang siapa tidak memahami fikihnya, maka ia akan kehilangan manfaat dan maslahat dari bantahan tersebut.
Ustadz nurhadi nugroho