📝 Menjadi Penakluk atau Tawanan?
__________
Dalam hidup ini, setiap manusia tidak pernah lepas dari pergulatan dengan hawa nafsunya. Ada yang mampu mengendalikannya, ada pula yang justru dikuasai olehnya. Pertarungan ini menentukan arah hidup seseorang, apakah ia akan selamat atau binasa.
Ibnul Qayyim rahimahullāh berkata:
فإن الناس على قسمين: قسم ظفرت به نفسه فملكته وأهلكته، وصار طوعا لها تحت أوامرها. وقسم ظفروا بنفوسهم فقهروها، فصارت طوعا لهم منقادة لأوامرهم.
“Sesungguhnya manusia terbagi menjadi dua golongan:
1. Golongan yang ditaklukkan oleh nafsunya, sehingga nafsu itu menguasai dan membinasakannya, lalu ia menjadi patuh kepada nafsu tersebut di bawah perintah-perintahnya.
2. Golongan yang menaklukkan nafsu mereka, lalu mereka menguasainya, sehingga nafsu itu menjadi tunduk kepada mereka dan patuh pada perintah mereka.” (Ighātsah al-Lahfān, 1/75).
Maka jelaslah, kemuliaan ada pada mereka yang mampu menundukkan hawa nafsu agar tunduk kepada aturan Allah. Sebaliknya, kehinaan menimpa mereka yang diperbudak olehnya hingga terjerumus dalam kebinasaan. Pilihan ada di tangan kita: menjadi pengendali atau menjadi tawanan.
Allah Ta‘ālā berfirman:
﴿وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ * فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ﴾
“Dan adapun orang yang takut akan kedudukan Tuhannya dan menahan dirinya dari (keinginan) hawa nafsu, maka sungguh, surga-lah tempat tinggalnya.” (QS. An-Nāzi‘āt: 40–41).
Ustadz khairullah tekko