KESALAHAN FATAL DALAM SHALAT
Di suatu pagi, dari dalam masjid Nabawiy, burung-burung berlomba saling menyahutkan suaranya. Sementara para penziarah masjid Nabi shallallahu alaihi wasallam ini, sebagiannya ada yang shalat sunnah, berdoa, berzikir, dan ada pula yang tengah belajar. Ada juga yang tidur, mungkin karena lelah.
Di hadapan saya ada sekumpulan para penuntut ilmu yang tengah belajar kelompok. Sepertinya tengah mendiskusikan materi mawaris/warisan. Saya sendiri tengah fokus dengan hape karena ada agenda yang harus dikerjakan di jam 10 tepat. Menoleh ke arah kanan, sekitar 5-10 meter, ternyata ada seorang bapak Indonesia tengah melaksanakan shalat sunnah. Selama shalat, mulutnya tidak bergerak mengucapkan apapun. Murni dengan mulut terkunci. Ini sebuah kekeliruan besar dalam shalat. Terbetik dalam pikiran menemui beliau untuk memberikan pemahaman yang tepat tentang hal ini.
Setelah beliau salam kanan dan kiri, saya segera mendekatinya sembari mengucapkan salam dan berkenalan.
"Bapak dari mana kah?." Saya bertanya.
"Dari Tanjung Pinang." Jawabnya dengan hangat.
"Itu kan masih Riau ya pak?" Tanya saya kembali.
"Betul." Jawabnya.
"Wah, saya juga di Riau pak. Pekanbaru." Lanjut saya sembari menceritakan bahwa saya sebelumnya mulazamah dan kuliah pascasarjana di Pekanbaru.
"Jadi begini, pak. Saya ada oleh-oleh buat bapak sekarang." Tutur saya setelah merasa cukup saling perkenalan singkat dan ngobrol secara umum.
"Dalam dalam shalat itu, ada rukun berupa ucapan, yaitu bacaan-bacaan yang mesti diucapkan lisan/bibir. Semisal takbir, membaca alfatihah, salam dan lain-lain. Ada juga ucapan berupa wajib dan sunnah dalam shalat. Tentunya ucapan/dzikir ini adalah pekerjaan/lisan, bukan amal hati, sehingga setidaknya ada gerakan bibir dan suara yang setidaknya didengar oleh diri sendiri. Pun demikian saat berdoa secaraa umum termasuk amal lisan. Juga baca al-Qur'an. Jadi ini semua tidak dibaca dalam hati."
"oh begitu ya. Wah saya baru tahu." Beliau merespon. "Itu wajib atau sunnah?." Tanya beliau.
"Semua dzikir lisan terhitung dzikir lisan jika ada gerakan bibir yang menandakan adanya lafadz terucap. Tanpa itu, tidak ternilai berdzikir dengan lisan." Jawab saya disertai senyuman.
"Saya yakin, banyak orang kita di Indonesia tidak tahu ini karena kita memang masih awam. Hal-hal sepele ini jarang dibahas lho, padahal setiap hari kita lakukan." Komentar beliau.
"Betul pak. Kita sama-sama belajar." Saya menimpali.
"Kalau begitu, saya pamit dulu pak. Ada yang harus saya kerjakan." Saya ijin undur diri setelah ada obrolan-obrolan tambahan.
"Oh baik. Terima kasih banyak." Tutup beliau.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata saat ditanya terkait bacaan shalat yang hanya dibaca dalam hati:
لابد من تحريك اللسان، ولابد من صوت وإلا ما يسمى قارئًا، ما دام في قلبه فقط ما يسمى قارئًا، لابد من شيء عند القراءة والذكر حتى يسمى ذاكرًا ويسمى قارئًا، ولا يكون ذلك إلا باللسان، بل لابد من كونه يسمع نفسه، إلا إذا كان به صمم فهو معذور يعمل ما يقرأ حسب اجتهاده الذي يظن أنه حصل به المطلوب والحمد لله، ولكن كونه ينوي بقلبه، ويذكر بقلبه ولا يتكلم بلسانه ما يسمى قارئًا ولا يسمى داعيًا ولا يسمى ذاكرًا، بل هذا ذاكر بالقلب يسمى ذكر القلب، لكن المأمور في الصلاة أن تقرأ كما أمرك الرسول ﷺ تقرأ، وكذلك المأمور في الدعاء أن تدعو ولا تسمى داعيًا ولا قارئًا إلا إذا تلفظت.
“Harus ada gerakan lisan. Harus ada suara. Kalau tidak, selama itu di hati saja, tidak disebut membaca. Harus ada suatu lafadz terbaca saat membaca dan dzikir sehingga disebut berdzikir atau membaca. Itu tak mungkin kecuali dengan lisan. Harus ia perdengarkan dirinya sendiri kecuali ia bisu maka ini termaafkan/ma’dzur, ia mesti membaca semampunya sesuai dengan upaya yang ia bisa dan ia nilai sudah cukup bisa membaca sesua yang dituntut.
Alhamdulillah. Perihal ia meniatkan bacaan dengan hati dan dzikir dengan hati, tidak ia lafadzkan dengan lisannya itu tak terhitung membaca, tak terhitung berdzikir, tak terhitung berdoa. Itu namanya dzikir hati. Padahal yang dituntut dalam shalat adalah anda membaca sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam perintahkan untuk baca. Demikian pula yang diperintahkan dalam doa adalah anda berdoa dan tidak disebut berdoa atau membaca kecuali jika anda lafadzkan.”
______
Madinah yang sejuk, kota Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Penyusun: Yani Fahriansyah, M.H