Melanjutkan yang sebelumnya (https://www.facebook.com/share/p/1D57xpAGTL/), ini tulisan kedua mengenai Akidah, yaitu mengenai Keimanan terhadap Takdir. Saya kutipan sajiannya yang ini sebagai berikut:
//
ARTI MENGIMANI TAKDIR MENURUT AHLUSSUNNAH
1. Meyakini bahwa Allah Ta'ala secara azali telah mengetahui semua ciptaan-Nya dan semua perbuatan dan keadaan mereka, baik yang berupa ketaatan, kemaksiatan, rizki, ajal, kebahagiaan, maupun kesengsaraan.
2. Meyakini bahwa Allah Ta'ala telah mencatat hal itu dan menuliskannya di Lauh Mahfuzh (Lembaran yang Terjaga) .. Atau sebagaimana sabda Nabi SAW, "Sesungguhnya pertama kali Allah menciptakan Qalam (Pena), Allah berfirman kepadanya: Tulislah! Ia pun bertanya: Tuhanku, apa yang harus aku tulis? Allah menjawab: Tuliskan takdir-takdir segala sesuatu sampai datangnya Hari Kiamat." Konsekuensi dari keyakinan ini adalah bahwa apa yang memang menimpa manusia itu memang tidak akan meleset, dan apa yang memang meleset tidak akan menimpanya.
3. Meyakini akan menyeluruhnya kehendak Allah Ta'ala untuk segala sesuatu (yang terjadi), dan bahwa kejadian yang dikehendaki oleh Allah itu pasti ada, sementara peristiwa yang tidak dikehendaki oleh-Nya tidak akan ada. Meyakini bahwa dalam kerajaan Allah Ta'ala ini tidak akan ada kejadian apa pun yang tidak dikehendaki oleh-Nya dan bahwa perbuatan para hamba itu tercapai adalah atas kehendak-Nya.
4. Meyakini bahwa semua hal (di alam semesta) itu tercapai atas kekuasaan Allah Ta'ala, dan bahwasanya itu semua adalah ciptaan-Nya. Tidak ada Sang Pencipta selain Allah Ta'ala, dan dalam hal itu tidak ada perbedaan antara perbuatan para hamba maupun jenis makhluk yang lainnya (semuanya sama-sama diciptakan oleh Allah), sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Dan, Allah itu menciptakan kalian serta apa yang kalian perbuat." (Ash_Shaffat: 6).
Referensi:
Al-`Aqidah Al-Wasithiyyah karya Ibnu Taimiyyah, beserta syarah Syaikh Muhammad Khalil Harras (hal. 108-110). Mengenai hadis-hadis yang berkaitan dengan Takdir, silakan lihat: Al-Ibanah `An Ushulid Diyanah karya Al-Asy'ari (hal. 131 dst.)
//
Dua rujukan di atas sangat penting. Matan yang pertama termasuk karya rangkuman akidah Ibnu Taimiyah RH yang paling supel dan paling tersohor. Isinya, setelah disidang, disepakati sebagai akidah Salafiyyah yang bagus. Adapun kitab kedua adalah karya paparan dan argumentasi Akidah Abul Hasan Al-Asy'ari RH yang juga paling valid dan paling tersohor. Dipuji isinya oleh kalangan lain semisal Hanabilah dan Imam Abu Utsman Ash-Shabuni RH.
Ustadz babanya sofia
Antara lain, ada 3 topik yang tergolong sangat penting dan krusial dalam urusan Akidah, yaitu (1) Pengertian Ibadah, (2) Pemahaman Takdir, dan (3) Penetapan Sifat Allah Ta'ala.
Ini salah satu tulisan mengenai topik pertama, yaitu mengenai pengertian "Ibadah" dalam Islam, cukup penting untuk saya kutipkan:
//
Ibadah secara bahasa punya banyak arti. Arti yang terpenting antara lain: ketaatan, ketundukan, dan merendahkan diri. Adapun secara istilah Agama, yang termasuk definisi terbaiknya adalah bahwa ibadah itu merupakan gabungan dari dua perkara: merendahkan diri dan mencintai.
Dari gabungan kedua unsur inilah konsep beribadah kepada Allah Ta'ala itu tercapai dan pengertiannya tergenapi, yang bilamana salah satu dari kedua unsur itu hilang maka ibadah pun akan kehilangan konsepnya dan menjadi perkara yang lain yang tidak sesuai dengan definisi ibadah secara Agama.
Ketundukan atau sikap merendahkan diri itu kadang muncul tanpa unsur cinta, bahkan acap kali disertai dengan kebencian dan kejengkelan terhadap pihak yang ditunduki. Jenis hubungan kedua pihak tersebut tidaklah disebut "ibadah". Sebaliknya, rasa cinta terkadang muncul tanpa ketundukan atau perendahan diri, sebagaimana ketika seorang manusia mencintai sahabat atau anaknya. Salah satu saja dari dua unsur ini tidaklah cukup untuk tercapainya hubungan "peribadahan" antara hamba dengan Allah SWT.
Oleh karena itu, Ibnu Taimiyyah mendefinisikan ibadah sebagai "puncak perendahan diri kepada Allah diiringi dengan puncak rasa cinta kepada-Nya". Beliau kemudian mengatakan: "Oleh karena itu, salah satu dari keduanya tidaklah cukup untuk ibadah kepada Allah. Justru, wajiblah Allah SWT itu dicintai oleh si hamba dibandingkan apa pun, dan wajib diagungkan melebihi apa pun. Bahkan, tidak ada yang layak untuk dipersembahi kecintaan dan ketundukan yang sempurna selain Allah SWT."
Definisi yang presisi untuk pengertian "ibadah" ini merupakan batas penentu antara ibadah yang benar menurut Islam dan ibadah yang diklaim oleh kalangan sesat yang hanya mencukupkan diri dengan "rasa cinta" saja dalam menyatakan hubungan antara mereka dengan Allah SWT, sementara dalam urusan ketundukan terhadap perintah dan larangan ilahi mereka melepaskan keterikatan diri mereka dengan hal itu.
Walhasil, mereka pun melanggar tugas-tugas Agama dan menggugurkannya dari diri mereka lantas mereka menjerumuskan diri ke dalam kubangan syahwat dan nafsu duniawi pada hal-hal yang diharamkan oleh Allah, seraya mereka mengaku-ngaku sudah mencapai status kecintaan dan kedekatan yang membuat mereka tak lagi dituntut dengan beban keagamaan apa pun.
Para imam kaum muslimin telah menjelaskan bahwa mereka itu sama sekali tidak sesuai dengan Islam. Tidak sesuai secara sedikit, apalagi secara banyak.
//
.
.
TITIPAN PERTANYAAN:
Bukan tentang itu tulisan siapa, dan bukan tentang kenapa kok berpijaknya ke rumusan Ibnu Taimiyyah, tetapi mengenai: Adakah yang bisa menerjemahkan tulisan tersebut ke dalam bahasa Arab dan Inggris (secara probono)?
Ustadz babanya sofia