Minggu, 12 Januari 2025

KEDUDUKAN_IBNU_TAIMIYYAH

#KEDUDUKAN_IBNU_TAIMIYYAH

Berkata Al Qadhi Syamsuddin bin Al Hariri Al Hanafi (W 728 H):

إن لم يكن ابن تيمية شيخ الإسلام فمن؟

"Jika Ibnu Taimiyyah bukan Syaikhul Islam terus siapa?" [Al Bidayah wan Nihayah, 18/307).

Perhatikan bagaimana pujian ulama yang langsung melihat keilmuan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله, bandingkan dengan manusia yang baru lahir 7 abad setelah Ibnu Taimiyyah yang mulut dan tangannya tak bisa menahan untuk mengungkapkan kedengkian dan kebencian hatinya kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله.

Para ulama kibar Al Azhar sangat hormat dengan keilmuan dan kedudukan Ibnu Taimiyyah, meski kitab-kitab Ibnu Taimiyyah tidak dijadikan sebagai diktat resmi di lembaga sekolah dan kampus Al Azhar tetapi kitab-kitab Ibnu Taimiyyah banyak dinukil dalam diktat-diktat kuliah Al Azhar, bahkan lebih dari itu sebagian pasal hukum undang-undang resmi Negara Mesir menjadikan fatwa-fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sebagai landasan dan rujukan terutama dalam bab pernikahan dan talaq sampai hari ini.

Ulama Al Azhar sekaligus pakar hukum dan undang-undang di Mesir Syaikh Muhammad Abu Zahrah رحمه الله [W 1974] dalam kitabnya yang terkenal [Ibnu Taimiyyah, hayatuhu wa ashruhu, hal. 4] ia mengatakan: "Kami orang Mesir dalam hukum pernikahan, wasiat, dan wakaf telah banyak mengambil dari pendapat-pendapatnya Ibnu Taimiyyah. Banyak dari apa yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1929 diambil dari pendapat-pendapatnya, dipetik dari pilihan-pilihannya, dan syarat-syarat para wakif serta wasiatnya diambil dalam hukum wakaf dan wasiat dari ucapannya".

Fatwa Ibnu Taimiyyah ini diakui dalam hukum sipil Mesir, di mana dalam Pasal (3) dari Undang-Undang Mesir Nomor 25 Tahun 1929, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 100 Tahun 1985, disebutkan: "Perceraian yang disertai dengan jumlah bilangan (3 lebih) -baik secara lisan atau isyarat- hanya sah satu kali thalaq". 

Fatwa Ibnu Taimiyyah juga yang dipilih dalam Undang-Undang Mesir Nomor 25 Tahun 1929, yang diubah pada 1985, yang menyebutkan: "Perceraian orang mabuk tidak sah". 

Ulama-ulama mesir sepanjang sejarah setelah zamannya Ibnu Taimiyyah telah memuji keilmuan dan kedudukannya sebagai ulama dan Syaikhul Islam, dari sejak Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Hafidz Badruddin Al Aini Al Hanafi, Al Hafidz As Suyuthi dan setelahnya sampai persaksian ulama Al Azhar terhadap Ibnu Taimiyyah رحمه الله diantaranya Syaikh Muhammad Abu Zahrah رحمه الله di dalam kitabnya yang berjudul [ابن تيمية، حياته وعصره، وفكره وفقهه] hal. 5, beliau mensifati:

عالماً بين العلماء، ومرجعاً يرجع إليه في الإفتاء، قد اجتمعت له صفات لم تجتمع في أحد من أهل عصره، فهو الذكي الألمعي، وهو الكاتب العبقري، وهو الخطيب المصقع، وهو الباحث المنقب، وهو العالم المطلع الذي درس أقوال السابقين.

"Ibnu Taimiyyah seorang ulama di antara para ulama dan sebagai rujukan yang dikembalikan kepadanya dalam hal fatwa, pada dirinya terdapat sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh siapa pun di kalangan orang-orang sezamannya. Dia adalah orang yang cerdas dan berbakat, seorang penulis yang produktif dan jenius, seorang orator yang fasih, seorang peneliti yang tekun, dan seorang ilmuwan yang berpengetahuan luas yang mempelajari pendapat-pendapat para ulama terdahulu".

Syaikhul Azhar [Grand Syaikh Al Azhar dan Anggota kibar ulamanya] Hasanain Muhammad Makhluf رحمه الله (W 1990) dalam kitabnya [ترجمة وجيزة لشيخ الإسلام أحمد بن تيمية] sangat memuji Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dengan gerakan reformasi keagamaan yang bawanya dan jihadnya dalam membela sunnah. 

Begitu juga rektor kami di Al Azhar dahulu, [menjabat tahun 1995 - 2003] yaitu Syaikh Prof. Dr. Ahmad Umar Hasyim [Rektor Al Azhar kami saat S1 dan Dosen Ilmu hadits kami saat S2] juga memuji Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله, beliau mengatakan:

شيخ الإسلام ابن تيمية، خدم الإسلام.

"Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah berkhidmah untuk Islam". 

Syaikh Prof. Dr. Ahmad Ma'bad [Guru besar hadits dan anggota kibar Ulama Al Azhar] mengatakan:
"Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Al Hafidz As Suyuthi menukil pendapat-pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam ilmu hadits, padahal berbeda madzhab fiqih, tapi ilmu hadits adalah ilmu yang banyak disepakati oleh kalangan berbagai madzhab". [ucapan ini disampaikan saat beliau mensyarah kitab yang dibacakan oleh Usamah Al Azhari -dan diapun terdiam-].

Ini sekelumit tentang kedudukan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di Undang-undang Mesir dan di mata ulama Al Azhar yang tentu Aqidah dan Manhaj mereka banyak berbeda dari Ibnu Taimiyyah,.

Sedangkan ucapan Dr. Ali Jumah, Dr. Yusri Jabr (dokter ahli bedah), Dr. Usamah Azhari, M Al Ya'qubi, dan M Nuruddin maka tidak akan membahayakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله dan kedudukannya di kalangan kaum muslimin secara umum dan para ulama lebih khusus.

📚Pelajaran yang bisa dipetik:
1. Kita diingatkan untuk senantiasa mendoakan kebaikan dan rahmat bagi ulama kita.
2. Mengingatkan umat tentang kedudukan Ibnu Taimiyyah dan jihadnya bagi Islam dan kaum muslimin.
3. Supaya kita mempelajari sejarah kehidupan dan kitab-kitab Ibnu Taimiyyah.
4. Permusuhan antara hak dan bathil, antara ahlil bida' dan Ahlis Sunnah akan terus ada disetiap zaman.
5. Semua firaq dan ahlil bida' dari berbagai sekte memushui Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah karena beliau orang yang telah berjihad dengan lisan, tulisan dan pedangnya. Bahkan karya tulis Ibnu Taimiyyah mayoritas membantah kekufuran, kesyirikan dan berbagai bid'ah keyakinan dan amalan yang menyimpang.
6. Daging para ulama Sunnah itu beracun, jika tidak bertaubat maka keburukan yang akan menimpa para pencela dan pemfitnah.
7. Agar kita waspada dan berhati-hati tidak mudah tertipu dengan retorika seseorang atau titel akademik, karena ilmu diambil dari ahlinya yang terpercaya aqidah dan manhajnya. 

والله أعلم
وفق الله الجميع لاتباع الحق ورحم الله علمائنا،.
Ustadz alif el qibty