Jumat, 06 Desember 2024

Syarat Shahih dan Syarat Fasid

Syarat Shahih dan Syarat Fasid

Kadang demi kemaslahatan tertentu, salah satu pihak yang bertransaksi dalam jual beli memberikan syarat-syarat tertentu yang mengikat pihak satunya lagi. Dan para ahli fiqih, membagi syarat-syarat ini secara garis besar menjadi dua: syarat shahih dan syarat fasid.

1. Syarat shahih, adalah syarat yang tidak menyelisihi konsekuensi akad jual beli, dan syarat semacam ini wajib dipenuhi, berdasarkan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ (Kaum muslimin wajib memenuhi syarat-syarat yang mereka sepakati), juga karena kaidah asal untuk syarat adalah ia sah, selama tidak dibatalkan dan dilarang oleh syariat.

Syarat shahih ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu:

(a) Syarat untuk kemaslahatan akad, yang dengannya transaksi jual beli menjadi lebih kuat, dan kemaslahatannya kembali pada pihak yang mensyaratkan. Contohnya: syarat disediakannya rahn (barang gadaian) dan adanya penjamin, yang kemaslahatannya kembali pada penjual; syarat penundaan pembayaran atau dicicilnya pembayaran dengan tempo waktu tertentu, yang kemaslahatannya kembali pada pembeli.

(b) Syarat yang diminta oleh satu pihak yang bertransaksi, untuk mendapatkan manfaat yang mubah dari barang yang diperjualbelikan. Contohnya: syarat yang diajukan penjual, agar dia dibolehkan mendiami rumah yang dijual selama waktu tertentu, sebelum diserahkan pada pembeli.

2. Syarat fasid, yaitu syarat yang menyelisihi konsekuensi akad, dan ia terbagi dua:

(a) Syarat fasid yang membuat akad jual beli menjadi tidak sah sejak awal. Contoh: salah satu pihak mensyaratkan ada akad lain selain akad jual beli, misalnya dia berkata, “Saya jual barang ini seharga sekian kepada anda, dengan syarat anda harus menyewakan rumah anda kepada saya.” Pada kondisi ini, bukan hanya syaratnya yang tidak sah dan tidak dianggap, namun transaksi jual belinya juga dianggap tidak sah.

(b) Syarat fasid, sehingga syaratnya tidak sah dan tidak perlu dipenuhi, namun transaksi jual belinya tetap sah. Contoh: Seorang penjual ketika menjual suatu barang, dia mensyaratkan agar pembeli tidak menjual kembali barang tersebut nantinya kepada orang lain. Pada kondisi ini, syaratnya tidak sah, tidak dianggap dan tidak perlu dipenuhi oleh pembeli, namun jual belinya sendiri tetap sah.

(Al-Mulakhkhash al-Fiqhi, Dr. Shalih al-Fauzan, Juz 2)
MAN