Senin, 15 Januari 2024

PERLU PEMBAGIAN DAN RINCIAN

PERLU PEMBAGIAN DAN RINCIAN

Di season kedua daurah bada ashar kemarin, Syekh Ibrahim Ruhaili hafidzahullah melanjutkan kitab Al Hikmah, di halaman 25 dan 26 disebutkan, 

....ويظن أن الشيء واحد وهو منقسم؛ كانقسام الإيمان الى مطلق الإيمان وهو الأصل، والإيمان المطلق وهو الكمال، والتكفير إلى أكبر و أصغر والى تكفير مطلق و تكفير معين، وكذلك الشرك والنفاق والفسق والظلم، كل واحد منها منقسم الى أكبر وأصغر

"Dia mengira bahwa sesuatu itu satu, padahal dia terbagi. Seperti iman terbagi kepada iman muthlaq dan dia adalah pokok. Dan iman yang muthlaq adalah iman yang sempurna. Dan kekufuran itu ada kekufuran akbar dan asghar dan ada takfir muthlaq dan takfir muayyan. Demikian pula syirik, nifak, fasik dan zalim. Setiap salah satu darinya terbagi kepada akbar dan asghar." (Al Hikmah Haqiqatuha Fadhluha Maratibuha Tathbiqatuha). 
--------

Itulah kutipan singkat dari kitab yang dibahas. Bahwa para ulama dalam segala sesuatu ada rincian dan pembagiannya.

Contoh jika seseorang pakai jimat untuk menangkal kemudharatan, apakah ini jatuh pada syirik akbar atau syirik kecil?  Maka ini perlu rincian untuk menghukuminya. Tidak langsung mengatakan syirik besar. 

Berkata Syekh Shaleh Al Fauzan hafidzahullloh, 

وأما الأفعال: فمثل لبس الحلقة والخيط لرفع البلاء أو دفعه ومثل تعليق التمائم خوفا من العين وغيرها إذا اعتقد أن هذه أسباب لرفع البلاء أو دفعه فهذا شرك أصغر. لأن الله لم يجعل هذه أسبابا. أما إن اعتقد أنها تدفع أو ترفع البلاء بنفسها فهذا شرك أكبر لأنه تعلق بغير الله

Adapun yang berbentuk perbuatan adalah seperti memakai kalung atau benang sebagai pengusir atau penangkal mara bahaya atau menggantungkan tamimah karena takut kena ain atau perbuatan lainnya, jika ia berkeyakinan bahwa perbuatannya tersebut merupakan sebab-sebab pengusir atau penangkal mara bahaya (yakin yang mengusir dan menangkal itu Allah), maka ia termasuk syirik kecil. Sebab Allah tidak menjadikan sebab-sebab (hilangnya mara bahaya) dengan hal-hal tersebut. Sedang jika ia berkeyakinan bahwa hal-hal tersebut bisa menolak atau mengusir mara bahaya maka ia adalah syirik besar, sebab berarti ia menggantungkan diri kepada selain Allah.  Sumber :www.moslim.se/maktaba/kotob/ageedah-tawheed-fozan.htm

Nah kalau memang terjatuh kepada syirik besar, dirinci lagi, apakah perbuatannya karena kebodohan dan mungkin hujjah belum sampai kepadanya, tidak langsung tunjuk hidung dan langsung mentakfir, bahwa kamu kafir. 

Berkata asy-Syaikh Sulaiman bin Samhaan rahimahumullah ,

ومسألة تَكْفِيرِ المُعَيَّن مسألة معروفة، إذا قال قولاً يكون القول به كفرًا، فيقال: مَن قال بهذا القول فهو كافِر؛ ولكن الشخص المُعَيَّن إذا قال ذلك لا يُحْكَم بكفره، حتى تقومَ عليه الحجة التي يكفر تاركُها"

Dan masalah takfir mu'ayyan (mengkafirkan secara individu) masalah yang sudah makruf. Apabila dia berkata dengan perkataan yang ada padanya kekufuran, maka dikatakan, barangsiapa berkata dengan perkataan ini maka dia kafir. Akan tetapi orang (individu) tertentu, apabila dia berkata seperti itu tidak dihukumi kafir, sampai tegak atasnya hujjah, yang meninggalkan (hujjah yang telah disampaikan), jatuh pada kekafiran. (Ad-Duraar as-saniyah 10/432-433). Sumber : http://iswy.co/e1570k

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

أَنَّ التَّكْفِيرَ لَهُ شُرُوطٌ وَمَوَانِعُ قَدْ تَنْتَقِي فِي حَقِّ الْمُعَيَّنِ وَأَنَّ تَكْفِيرَ الْمُطْلَقِ لَا يَسْتَلْزِمُ تَكْفِيرَ الْمُعَيَّنِإلَّا إذَا وُجِدَتْ الشُّرُوطُ وَانْتَفَتْ الْمَوَانِعُ

“Bahwa takfir memiliki syarat-syarat dan penghalang-penghalang dalam mengkafirkan individu tertentu (mu’ayyan), dan bahwa takfir secara umum (muthlaq) tidak mengharuskan takfir terhadap individu tertentu (mu’ayyan), kecuali apabila terpenuhi syarat-syarat dan terangkat penghalang-penghalang.” [Majmu’ Al-Fatawa, 12/488]

Kasus lain, jika seseorang mengolok-olok tentang jenggot atau celana tidak isbal, tidak langsung mengatakan kamu mengolok-olok agama, kafir, batal keislamannya. Tetapi mesti dirinci dulu, apakah dia mengolok-olok agama atau mengolok-olok individunya. Kalau mengolok-olok agama, bukan karena kebodohan dan hujjah sudah nyampe, maka jatuhlah vonis kafir. 

Syekh Bin Baaz rahimahullah ditanya :

هل من يستهزئ بالدين بأن يسخر من اللحية أو من تقصير الثياب هل يعد ذلك من الكفر ؟ .

“Apakah orang yang mengolok-olok jenggot atau karena memendekkan kain/celananya, itu termasuk mengolok-olok agama dimana pelakunya termasuk kafir ?”

Beliau menjawab :

"هذا يختلف ؛ إذا كان قصده الاستهزاء بالدِّين : فهي ردة ، كما قال تعالى : ( قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ . لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ )
أما إذا كان يستهزئ من الشخص نفسه بأسباب أخرى من جهة اللحية أو من جهة تقصير الثياب ، ويعني بذلك أنه متزمت ، وأن يستهزئ بأمور أخرى يشدد في هذا أو يتساهل في أمور أخرى يعلم أنه جاء بها الدين ، وليس قصده الاستهزاء بالدين ، بل يقصد استهزاءه بالشخص بتقصيره لثوبه أو لأسباب أخرى .
أما إذا كان قصده الاستهزاء بالدين والتنقص للدين : فيكون ردة ، نسأل الله العافية .

“Hal ini perlu dibedakan, jika ia bertujuan untuk menghina agama, maka termasuk murtad, sebagaimana firman Allah:

“Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". (QS. At Taubah: 65)

Adapun jika dia menghina personal dengan beberapa sebab lain, seperti; karena jenggotnya atau karena dia memendekkan kain (celananya) karena dia berlebihan atau menghina karena hal lain yang berlebihan atau karena meremehkan urusan tertentu yang menjadi bagian dari agama, dan tujuannya tidak ingin menghina agama, hanya untuk menghina personal (individu), maka tidak sampai murtad.

Namun jika dia tujuannya untuk menghina agama atau menganggap ketidaksempurnaan agama, maka dia tergolong murtad, semoga Allah menjaga kita semuanya.

وسئل – بعدها - :

Kemudian beliau ditanya lagi setelahnya:

إن كان يقول : أنا أقول ذلك للناس من باب الضحك والمزاح ؟

“Jika dia mengatakan: “Saya mengatakan hal itu kepada banyak orang hanya untuk bercanda dan mengundang tawa saja”.

Maka beliau menjawab:

هذا لا يجوز ، وهذا منكر وصاحبه على خطر ، وإن كان قصده الاستهزاء بالدين : يكون كفراً" انتهى .
" فتاوى الشيخ ابن باز " ( 28 / 365 ، 366 ) .

“Hal ini tidak boleh dilakukan, karena termasuk kemungkaran dan pelakunya dalam bahaya, jika dia sampai tergolong pada menghina agama, maka dia kafir”.(Fatawa Syeikh Bin Baaz: 28/365-366).

Begitu pula jika ada orang minta-minta atau beristighosah ke kuburan, tidak langsung dikatakan kamu kafir dan telah batal syahadatmu. Tetapi ini pun perlu dirinci dulu, apa karena kebodohan atau hujjah belum tegak kepadanya. 

Syeikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah ditanya :

إن رأيت أحداً يدعو صاحب القبر ويستغيث به , فهو مصاب بالشرك فهل أدعوه على أنه مسلم , أم أدعوه على أنه مشرك , إذا أردت أن أدعوه إلى الله عز وجل , وأن أبين له ؟

“Jika aku melihat seseorang, dia berdoa kepada penghuni kubur dan beristighatsah kepadanya, maka ia terjatuh pada kesyirikan, apakah aku menyeru kepadanya dalam kapasitasnya sebagai seorang yang muslim ataukah seorang musyrik, jika aku ingin berdakwah kepada Allah ‘azza wa jalla dan aku akan menjelaskan kepadanya ?”.

Beliau menjawab :

ادعه بعبارة أخرى , لا هذه ولا هذه , قل له : يا فلان يا عبدالله عملك هذا الذي فعلته شرك , وليس عبادة هو عمل المشركين الجاهلين , عمل قريش وأشباه قريش ؛ لأن هنا مانعاً من تكفيره ؛ ولأن فيه تنفيره , أول ما تدعوه

Serulah ia dengan ungkapan yang lain, tidak ini (Muslim) dan tidak ini (musyrik). Katakan kepadanya : "Wahai Fulaan, wahai hamba Allah, amalmu ini yang kamu perbuat adalah kesyirikan, bukan ibadah. Itu adalah amalan orang-orang musyrik yang bodoh. Amalan orang-orang Quraisy dan yang semisal Quraisy. Karena sesungguhnya disini ada penghalang dari pengkafirannya. Dan karena sesungguhnya padanya (mengkafirkannya) akan ada penolakan darinya, jika ini yang pertama kali kamu seru kepadanya.

ولأن تكفير المعين غير العمل الذي هو شرك , فالعمل شرك , ولا يكون العامل مشركاً , فقد يكون المانع من تكفيره جهله أو عدم بصيرته على حد قول العلماء. وأيضاً في دعوته بالشرك تنفير , فتدعوه باسمه , ثم تبين له أن هذا العمل شرك.

Dan karena sesungguhnya pengkafiran individu adalah permasalahan lain dari amalanya yang mengandung kesyirikan. Maka amalan itu syirik, akan tetapi pelakunya tidak mesti musyrik. Kadang terdapat penghalang dalam pengkafiran terhadapnya yaitu kebodohannya atau ketiadaan bashiirahnya (pengetahuan) terhadap definisi perkataan ulama. Selain itu, menyerunya dengan cap kesyirikan akan membuatnya lari. Maka, serulah ia dengan namanya, kemudian jelaskan kepadanya bahwa perbuatan tersebut adalah kesyirikan”. Sumber : http://m-noor.com/showthread.php?t=3040

Berkata Syeikh Ibnu Baaz rahimahullah :

إذا قامت عليه الأدلة والحجة الدالة على كفره ووضح له السبيل ثم أصر فهو كافر.

Jika telah tegak atasnya dalil dan hujjah atas kekafirannya dan diterangkan kepadanya jalan (yang benar), kemudian dia tetap menjalankannya, maka dia kafir.

لكن بعض العلماء يرى أن من وقعت عنده بعض الأشياء الشركية وقد يكون ملبساً عليه وقد يكون جاهلاً , ولا يعرف الحقيقة فلا يكفره ,حتى يبين له ويرشده إلى أن هذا كفر وضلال , وأن هذا عمل المشركين الأولين , وإذا أصر بعد البيان يحكم عليه بكفر معين.

Akan tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa siapa saja yang terjatuh dalam sebagian perkara kesyirikan, kadang ada kesamaran atasnya (perkara kesyirikan itu), kadang karena bodoh dan tidak tahu hakikatnya, maka dia tidak kafir. Sampai dijelaskan dan ditunjukkan kepadanya bahwa perkara ini kufur dan sesat. Sesungguhnya ini amalan orang-orang musyrik yang terdahulu. Dan apabila tetap mengerjakannya setelah adanya penjelasan, dijuluki atasnya dengan kafir individu. Sumber : 
http://m-noor.com/showthread.php?t=3040  

Demikian pula ada orang yang sujud kepada manusia atau ke kuburan, apakah langsung divonis kafir? Ulama ahlussunnah kembali merinci lagi, tidak langsung menjatuhkan kekafiran kepada individu. 

Berkata Al-Imam Mula Al-Qari ketika ketika menjelaskan perkataan Al Qadhi Iyadl, beliau berkata:

بخلاف السجود للسلطان ونحوه بدون قصد العبادة بل بإرادة التعظيم في التحية فإنه حرام ولا كفر وقيل كفرـ [شرح الشفا 2/212].

“Berbeda halnya dengan sujud kepada penguasa atau kepada sultan dan yang semacamnya tanpa maksud ibadah, akan tetapi dalam rangka pengagungan dalam penghormatan maka ia adalah HARAM bukan KEKAFIRAN dan ada juga yang mengatakan itu KEKAFIRAN. (Syarah Asy Syifa 2 : 212. Sumber :http://www.ilmway.com/site/maqdis/FAQ/MS_33758.html ).

Berkata Asy Syaikh Mar’i Al-Karni rahimahullah:

"أن السجود للحكام بقصد العبادة كفر، وبقصد التحية كبيرة".اهـ [غاية المنتهي في الجمع بين الإقناع والمنتهى 3/337].

“Sesungguhnya sujud kepada penguasa dalam rangka ibadah adalah KEKAFIRAN sedangkan dalam rangka penghormatan itu adalah DOSA BESAR ” (Kitab Ghayatul Muntaha juz 3 halaman 337. Sumber : http://www.ilmway.com/site/maqdis/FAQ/MS_33758.html ).

Berkata Adz Dzahabi rahimahullah :

ألا ترى الصحابة من فرط حبهم للنبي صلى الله عليه وسلم قالوا: ألا نسجد لك؟ فقال: لا، فلو أذن لهم لسجدوا سجود إجلال وتوقير لا سجود عبادة كما سجد إخوة يوسف عليه السلام ليوسف، وكذلك القول في سجود المسلم لقبر النبي صلى الله عليه وسلم على سبيل التعظيم والتبجيل لا يكفر به أصلا بل يكون عاصيا. فليعرف أن هذا منهي عنه وكذلك الصلاة إلى القبر

"Tidakkah engkau melihat shahabat yang sangat cintanya kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, mereka berkata : 'Bolehkah kami sujud kepadamu ?'. Beliau menjawab : 'Tidak boleh'. Seandainya beliau mengizinkan mereka, niscaya mereka akan sujud dengan sujud penghormatan dan pemuliaan, bukan sujud ibadah, sebagaimana sujudnya saudara Yuusuf 'alaihis-salaam kepada Yuusuf. Dan begitu pula dalam masalah sujudnya seorang muslim kepada kubur Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dengan alasan pengagungan dan penghormatan, maka ia TIDAK DIKAFIRKAN pada asalnya. Akan tetapi itu (tetap) merupakan kemaksiatan. Maka hendaklah diketahui akan larangan ini, sebagaimana larangan shalat menghadap kuburan" [Mu'jamusy-Syuyyuukh, 1/55].

AFM

Copas dari berbagai sumber