Al Hafizh Ibnu Hajar menulis Bulughul Maram untuk memudahkan anaknya menaiki tangga ilmu, terutama dalam dalil-dalil fiqih. Beliau merangkum dari kitab-kutab induk yang tidak cocok untuk dinaiki sang anak di usianya yang masih sangat belia.
Badruddin Abul Ma'aali, nama sang Anak. Ia disiapkan untuk menjadi ulama besar oleh ayahnya. Namun taqdir Allah berkata lain; Sang Anak lebih mendahului Ayahnya menghadap Rabb-nya.
Di tahun ke-11 Bulughul Maram ditulis ketika Ibnu Hajar Al 'Asqalaniy tengah menggarap proyek besar menulis Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhariy yang kelak menghabiskan waktu sekira 25 tahun. Jadi di tengah masa penulisan Fathul Bari itulah Bulughul Maram ditulis untuk buah hatinya.
Andaikata Allah memanjangkan umur Abul Ma'aali, tentu yang mengajarkan pada generasi setelahnya kitab Bulughul Maram adalah dirinya, diri sang Anak. Bahkan mungkin ia akan melebihi keimaman Sang Ayah. Namun Allah telah memilih Sang Ayah untuk tetap menjadi 'Alim yang tiada banding di zamannya, Amirul Mukminin fil Hadiits di masanya. Sampai As-Suyuthi sendiri berbicara tentangnya bahwa puncak keilmuan telah dicapai Ibnu Hajar, dan tak ada setelahnya yang menyamainya.
Mari kita lihat tentang Bulughul Maram. Kitab itu begitu diberkahi oleh Allah Jalla fi 'Ulaah. Ia menjadi bahan penelitian semua Madrasah Fiqih dari berbagai madzhab. Mau tidak mau seluruh madzhab seakan "dipaksa" untuk berinteraksi secara ilmiah dengannya. Syarahnya begitu banyak. Dikaji disana sini. Diajarkan disana sini. Padahal sebenarnya kitab itu untuk SEKELAS TK menurut Ibnu Hajar. Bisa dibayangkan kan betapa kecilnya kita dibanding beliau?
Lihat juga bagaimana perhatiannya pada Anaknya. Ia melihat anak mana yang punya potensi untuk jadi Ulama, itu yang beliau dorong. Seakan memberi inspirasi bahwa tak semua anak mesti dipaksa menjadi 'Ulama, namun yang berpotensilah yang bia digagas sedari muda.
Allah melihat niat baiknya. Meski sang Anak lebih dahulu menuju Rabb-nya, ia punya banyak "anak-anak" generasi berikutnya yang berinteraksi ilmiah dengan kitabnya itu ilaa maasyaaAllah...
Wahai Para Alim, Wahai Para Ustadz, Wahai para Thullab...
Kita tetap mesti memiliki niat yang baik demi generasi Islam nan gemilang...
—Abu Hazim Mochamad Teguh Azhar, MA.—