Minggu, 13 Agustus 2023

Ibnu Jarir Ath-Thabari Di Mekkah

Ibnu Jarir Ath-Thabari Di Mekkah

🖋 Ustadz Thoriq Abdul Aziz At-Tamimi, LC.MA حفظه الله تعالى

Ibnu Jarir (Tokoh Ahli Tafsir) berkata, 
Di suatu musim haji, aku berada di Mekkah. Diriku melihat seorang dari Khurasan (antara Iran & Afganistan sekarang) sedang berteriak mengumumkan di tengah kerumunan massa; “Wahai para jamaah haji, wahai penduduk Mekkah, kota maupun desanya aku kehilangan kantong sanguku yang berisi uang seribu dinar (1 dinar = 4,25gr emas murni, silahkan hitung!). Barangsiapa mengembalikannya padaku, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan & menjauhkannya dari neraka. Baginya pahala & ganjaran di hari hisab kelak”. 

Lalu berdirilah seorang lelaki sepuh sambil berkata, “Wahai orang Khurasan, sungguh negeri kami ini sulit keadaannya, sedang musim haji singkat, pintu rizkinya lagi seret. Boleh jadi hartamu itu jatuh di tangan orang mukmin, fakir lagi tua. Andai dia mengembalikan hartamu itu hendaklah engkau beri hadiah, meski sedikit”. 

Khurasan: Berapa dia minta hadiah?
Pak tua: Sepersepuluhnya yaitu 100 dinar. 
Khurasan: Tidak, banyak sekali. Itu adalah luqathah (barang temuan/pungutan) yang tak sepatutnya diambil dari tanah Haram. Kalau begitu akan ku adukan pada Allah & aku tagih kelak di padang mahsyar. 

Ibnu Jarir: Diriku mengira kakek itu telah menemukan kantong tsb sehingga dia minta bagian darinya. Lalu aku membuntuti kakek itu yang hendak pulang menuju rumahnya. 
Aku pun mendengar ia memanggil istrinya….

Wahai lubabah, dimana kau?
Lubabah: ya, abu Ghayyats (nama sang kakek).
Abu Ghayyats: Aku tahu pemilik kantong dinar itu, tadi dia sedang mengumumkan barangnya yang hilang. Sedang dia tak mau memberi apa-apa bagi penemunya. Aku minta seratus dinar, dia kukuh tak sudi memberi. Dan mengancam orang yang mengambilnya, mau dituntut kelak di akhirat. Apa yang harus kita perbuat Lubabah? Biarlah ku kembalikan barangnya, ku takut murka Allah juga dosa yang menumpuk. 

Lubabah: Hai suamiku, kita telah mereguk pahit kepapahan 50th. Sedang engkau menanggung 4 anak wanita, dua saudarimu, ibumu & istrimu lalu dirimu sendiri. Tidak seekor kambing pun kau punya. Ambillah dinar itu semua, buatlah untuk mengenyangkan kami, membeli pakaian untuk kami, membayar hutangmu lalu sisanya untuk simpanan. Semoga sesudah ini engkau jadi kaya. 

 Abu Ghayyats: Hai lubabah, setelah umurku 86th lalu aku bakar ususku dengan api neraka, setelah sabar puluhan tahun dalam kefakiran. Sementara kuburan sudah di depan mata, umur yang tersisa tentu lebih sedikit dari yang sudah lewat. Demi Allah aku takkan melakukannya. 

Ibnu Jarir: Aku pun meninggalkan rumah kakek dengan rasa takjub pada dialog antar pasutri tadi.  

Keesokan harinya, kembali si Khurasan berteriak mengumumkan barang hilangnya….
“Wahai para jamaah haji, wahai penduduk Mekkah, kota maupun desanya aku kehilangan kantong sanguku yang berisi uang seribu dinar. Barangsiapa mengembalikannya padaku, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan & menjauhkannya dari neraka. Baginya pahala & ganjaran di hari hisab kelak”. 

Lalu berdirilah Abu Ghayyats, “Wahai orang Khurasan, sudah kukatakan & nasihatkan padamu kemarin, negeri kami sulit tanaman & ternak. Maka lomanlah sedikit dengan memberi pada penemu sepuluh dinar saja kalau seratus itu banyak bagimu. Boleh jadi hartamu itu jatuh di tangan orang mukmin lagi takut pada Allah. Lalu hadiahmu itu menjadi penyambung hidup, penutup aurat, pencegah meminta-minta & menjadi simbul amanah baginya”. 

Khurasan: Tidak, banyak sekali. Luqathah tak sepatutnya diambil di tanah Haram. Kalau begitu akan ku adukan pada Allah & aku tagih kelak di padang mahsyar. Hasbiyallah wani’mal wakil.  

Orang-orang pun berpencar & pergi. Di hari ke-3 kembali si Khurasan mengumumkan lagi barangnya yang hilang. 

Abu Ghayyats menyela lagi, “Wahai orang Khurasan, sudah kukatakan sejak kemarin lusa kasih seratus dinar engkau enggan. Kasih sepuluh juga ogah. Tidakkah engkau beri penemunya walau satu dinar? Dengan itu ia beri makan keluarganya, ia bisa beli  susu kambing perah dan beberapa kebutuhan lain”.

Khurasan: Tidak sudi. Biar ku adukan pada Allah & aku tagih kelak di padang mahsyar. Hasbiyallah wanikmal wakil. 

Setelah itu Abu Ghayyats menarik orang khurasan tadi pergi berbicara empat mata, “Ikutlah aku & ambil uangmu! Aku ingin tidur malam ini, sungguh sejak kantongmu ada di rumah diriku tak bisa tidur nyenyak”. 

Ibnu Jarir berkata: Keduanya lantas pergi sedang aku membuntuti keduanya sampai ke rumah kakek tua. Begitu tiba di rumahnya, ia cepat-cepat mengambil kantong dinar lalu menyerahkannya pada si Khurasan sambil berkata, “Aku mohon ampun kepada Allah atas dosaku & meminta dari karunia-Nya yang luas”. 

Orang Khurasan itu beranjak pergi, namun tiba di pintu depan rumah kakek dia berkata, “Ayahku telah wafat. Dia meninggalkan tiga ribu dinar dengan pesan agar 1/3 hartanya disedehkan kepada orang yang layak menerimanya. Aku pun melaksanakan wasiatnya dengan mengkhususkan seribu dinar di kantong ini. Sejak aku keluar dari negeriku sampai ke Mekkah, aku tidak menemukan orang yang lebih layak menerima seribu dinar ini daripada dirimu. Terimalah ini dari kami, semoga Allah berikan berkah padanya, terima kasih atas amanah & kesabaranmu menghadapi kefakiran”. 
 
Dia pun pamit pergi …
Abu Ghayyats tak kuasa menahan airmatanya sambil berdoa: Semoga Allah merahmati pemilik harta ini di kuburnya & memberikan berkah kepada putranya. 

Ibnu Jarir berkata: aku pun membuntuti orang Khurasan itu meninggalkan sang kakek. Namun beliau memegang & menarikku seraya berkata, “Mau ke mana? Aku tahu engkau mengikuti kejadianku dengan dia sejak hari pertama. Maka engkau akan mendapat bagian. Lalu beliau menyebutkan suatu sanad hadis sampai kepada Ibnu Umar bahwa Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita menolak hadiah.  

Kemudian Abu Ghayyats memanggil ibu, Lubabah istrinya & seisi rumahnya untuk membagikan isi kantong tsb. Kami semuanya genap berjumlah sepuluh orang sehingga masing-masing dari kami mendapat seratus dinar.   

Ibnu Jarir berkata: Aku pun riang tak terkira.  
Abu Ghayyats melepasku dengan berkata: wahai pemuda, engkau orang yang diberkahi. Harta sebanyak ini tak pernah ku lihat seumur hidup bahkan membayangkannya pun tak pernah. Ini harta halal, maka jaga & gunakanlah sebaik-baiknya. Sungguh tadinya aku bangun untuk shalat subuh dengan baju lusuh ini, lalu cepat-cepat pulang untuk membukanya sehingga anak-anakku bergiliran shalat dengan memakainya. Kemudian aku pergi keluar untuk bekerja sampai waktu antara zuhur dengan asar, lalu aku pulang dengan membawa beberapa butir kurma & sobekan roti. Selanjutnya aku buka baju, lalu kembali mereka memakainya untuk shalat zuhur & asar. Begitu pula dengan magrib & isyanya. Kami tak pernah menyangka akan melihat dinar ini sehingga Allah berikan manfaat dinar itu pada kita semua. Semoga Allah merahmati pemiliknya di kubur, & melipat gandakan pahala bagi anaknya. 

Ibnu Jarir berkata: Aku berpisah dengan kakek sedang di tanganku seratus dinar. Dengannya dua tahun aku makan minum, menulis & membeli kertas, safar menuntut ilmu, & membayar ongkosnya. Setelah 16th aku kembali datang ke Mekkah, ku bertanya kepada orang-orang yang ku kenal tentang Abu Ghayyats. Akhirnya ku tahu kalau beliau tidak lama setelah kejadian itu yakni beberapa bulan meninggal. Disusul oleh ibu, istri & kedua saudarinya. Tinggallah empat putrinya, ku tanyakan tentang mereka. Ternyata mereka dinikahi oleh raja & pangeran-pangeran karena tersebarnya kisah kesalihan ayah mereka. Aku pun berusaha menyambung hubungan dengan suami-suami mereka yang menghormati & memuliakanku. Begitulah Allah memberkahi keluarga Abu Ghayyats. 

Sumber: Jamharatul Ajza’ Al-Haditsiyyah hal.251.
Ustadz abu rozyn at atamimi