Rabu, 17 Januari 2024

Perspektif Syafiiyyah soal nafkah anak wanita yg telah baligh memang memberatkan, dan sudah terkenal di kalangan ulama kalau pendapat Syafiiyyah paling berat terkait nafkah jika dibandingkan dengan perspektif fikih madzhab lain.

Perspektif Syafiiyyah soal nafkah anak wanita yg telah baligh memang memberatkan, dan sudah terkenal di kalangan ulama kalau pendapat Syafiiyyah paling berat terkait nafkah jika dibandingkan dengan perspektif fikih madzhab lain.

Bayangkan, anak wanita yg telah baligh, menurut Syafi'iyah nafkahnya gugur, mau dia belum menikah, belum bekerja, tidak punya harta, tetap saja tidak wajib ditanggung nafkahnya, pilihannya, ortu menyuruh dia bekerja atau boleh juga ortu yg menafkahi sendiri.

Agama Islam itu mudah, tidak memberatkan. Kalau tidak mampu beramal di pendapat satu madzhab, boleh pindah ke madzhab lain, sesuai kebutuhan. Dalam hal ini, pendapat Hanabilah yg lebih mudah. Kata mereka, anak wanita yg baligh diberi nafkah, sekalipun dia belum bekerja, tidak punya harta, atau belum menikah. 

Pendapat Hanafiyah, nafkah anak wanita gugur jika anak sudah dinikahi, kalau belum dinikahi masih tanggung jawab ayah. Pendapat Malikiyah, nafkah anak wanita belum gugur sekalipun sudah dinikahi, dan akan gugur kalau sudah dijimak oleh suaminya. 

Dari uraian diatas, yg paling mudah dan ringan jelas pendapat Hanabilah dan Malikiyah. Silahkan anda pindah madzhab dan amalkan jika memang dibutuhkan, sebab ta'ayyun (menetap) di satu madzhab tidak wajib, yg wajib adalah taqlid kepada pendapat ulama madzhab selama tidak keluar dari rangkaian ijma' atau tidak dianggap syadz, demikian.

Kitab Ijma' Aimmah Arba'ah wa Ikhtilafuhum
Ustsdz Al fatih