Selasa, 16 Januari 2024

KAPAN BERBICARA DAN KAPAN DIAM

KAPAN BERBICARA DAN KAPAN DIAM

Pembahasan ba'da ashar kemarin di daurah asatidz pada halaman 73 kitab Al Hikmah yang ditulis oleh Syekh Ibrahim Ruhaili hafidzahullah disebutkan, 

وكذلك الكلام والصمت فإن الممدوح منهما بحسب الحال فلا يمدح الكلام مطلقا ولا الصمت مطلقا وإنما يكون الكلام ممدوحا إذا كان بخير، كما يمدح الصمت إذا كان عن الشر. 

Dan demikian juga berbicara dan diam, maka sesungguhnya yang terpuji itu dari keduanya sesuai dengan keadaan. Berbicara itu tidak terpuji secara muthlaq dan diam itu tidak secara muthlaq. Dan sesungguhnya bicara itu menjadi terpuji jika itu kebaikan. Sebagaimana diam itu terpuji apabila tentang keburukkan. 

قال النبي صلى الله عليه وسلم من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata yang baik atau diam. (HR. Bukhari dan Muslim). 

فذكر الكلام الممدوح وهو الذي بخير وذكر الصمت الممدوح وهو ما كان عن الشر، ومفهوم المخالفة من الحديث أن الكلام في الشر مذموم والسكوت عن الخير مذموم أيضا

Maka disebut perkataan yang terpuji adalah perkataan yang baik, sedangkan diam yang terpuji adalah diam dari keburukkan. Dan mafhum mukhalafah dari hadits ini bahwa berkata tentang keburukkan adalah tercela dan diam dari kebaikan adalah tercela juga. 

Berkata Imam Ibnu Rajab rahimahullah, 

فليس الكلام مأمورًا به على الإطلاق، ولا السكوت كذلك، بل لابد من الكلام بالخير، والسكوت عن الشرِّ،

Maka bukanlah perkataan yang diperintahkan padanya secara mutlak, tidak juga diam, akan tetapi harus berbicara dengan kebaikan dan diam dari keburukan. (Jami' Ulum Wa Hikam 1/225). (Kitab Al Hikmah). 

Banyak perkataan ulama tentang hal ini, yang bersesuaian dengan apa yang ditulis oleh Syekh Ibrahim Ruhaili hafidzahullah dalam kitab Al Hikam ini. Diantaranya, 

Imam An Nawawi rahimahullah berkata:

وأما قوله صلى الله عليه و سلم فليقل خيرا أو ليصمت فمعناه أنه اذا أراد أن يتكلم فإن كان ما يتكلم به خيرا محققا يثاب عليه واجبا اومندوبا فليتكلم وان لم يظهر له أنه خير يثاب عليه فليمسك عن الكلام سواء ظهر له أنه حرام أو مكروه أو مباح مستوي الطرفين فعلى هذا يكون الكلام المباح مأمورا بتركه مندوبا إلى الإمساك عنه مخافة من انجراره إلى المحرم أو المكروه وهذا يقع في العادة كثيرا أو غالبا

“Adapun sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Maka hendaklah ia berkata yang baik atau hendaklah ia diam”, maka maknanya adalah jika ia ingin berbicara, maka jika apa yang ia bicarakan itu adalah sebuah kebaikan yang diharapkan, diberikan pahala atasnya, baik berupa yang perkataan yang wajib atau dianjurkan, maka hendaklah ia berkata-kata, dan jika tidak terlihat untuknya, bahwa perkataan tersebut adalah sebuah kebaikan yang diberikan pahala atasnya, maka hendaklah ia menahan dari perkataan, baik terlihat untuknya bahwa ia adalah perkataan yang haram atau makruh atau mubah, sama sisi keduanya, oleh karena itu, perkataan yang baik diperintahkan untuk meninggalkannya, dianjurkan untuk menahannya, karena ditakutkan akan menariknya kepada sesuatu yang haram atau yang makruh, dan hal ini sering terjadi dalam kebiasaan.” (Syarah An Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 2/19).

Dan beliau juga berkata, 

وقال لقمان لابنه: لو كان الكلام من فضة، كان السكوت من ذهب، ومعناه - كما قال ابن المبارك -: لو كان الكلام في طاعة الله من فضة، لكان السكوت عن معصية الله من ذهب. 

Berkata Luqman kepada anaknya :
"Seandainya bicara itu perak, maka diam adalah Emas"

Dan maknanya, sebagaimana berkata Ibnu Mubarok 

"Seandainya berbicara dalam mentaati perintah Allah itu adalah perak, maka berdiam diri dari mendurhakai-Nya adalah emas." (Syarah Muslim Imam Nawawi). 

Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata:

وفي هذا الحديث آداب وسنن منها التأكيد في لزوم الصمت وقول الخير أفضل من الصمت لأن قول الخير غنيمة والسكوت سلامة والغنيمة أفضل من السلامة وكذلك قالوا قل خيرا تغنم واسكت عن شر تسلم. قال عمار الكلبي: وقل الخير وإلا فاصمتن ... فإنه من لزم الصمت سلم

“Di dalam hadits ini terdapat adab-adab dan sunan-sunan darinya adalah penekanan dalam keharusan berdiam dan perkataan baik lebih utama daripada diam, karena perkataan baik adalah harta rampasan dan diam adalah keselamatan, dan harta rampasan lebih utama daripaa keselamatan, dan demikian pula mereka mengatakan: “Katakanlah kebaikan maka kamu akan mendapatkan harta banyak dan diamlah dari keburukan maka kamu akan selamat, berkata ‘Ammar Al Kalbi:

“Dan katakanlah yang baik, kalau tidak, maka diamlah...karena sesungguhnya barangsiapa yang selalu diam maka ia akan selamat.” (At tamhid lima Fi Al Muwaththa’ min Al ma’ani wa Al Sanid, 21/35).

Dan Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata:

أن الكلام بالخير من ذكر الله وتلاوة القرآن وأعمال البر أفضل من الصمت وكذلك القول بالحق كله والإصلاح بين الناس وما كان مثله وإنما الصمت المحمود الصمت عن الباطل.

“Bahwa berkata yang baik seperti berdzikir kepada Allah, membaca Al Quran dan amalan-amalan baik lebih baik daripada berdiam, demikian pula berbicara dengan kebenaran seluruhnya dan mengadakan perdamaian diantara manusia, dan apa saja yang semisal dengannya, dan sesungguhnya diam yang terpuji adalah diam dari perkataan yang batil.” (At Tamhid Lima Fi Al Muwaththa’ Min Al Ma’ani wa Al Asanid, 22/20).

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah,

‏فَالتَّكَلُّمُ بِالْخَيْرِ خَيْرٌ مِنَ السُّكُوتِ عَنْهُ، وَالسُّكُوتُ عَنِ الشَّرِ خَيْرٌ مِنَ التَّكَلُّمِ بِهِ

"Maka berbicara yang baik, lebih baik daripada diam darinya. Dan diam dari (berbicara) jelek, lebih baik daripada berbicara dengannya." (Majmu'ul Fatawa, 11/200). 

AFM

Copas dari berbagai sumber

--------
Alhamdulillah, selesai sudah acara daurah asatidz di Makassar dari tanggal 15 - 16 Januari 2024, jazakumullahu khoiron kepada seluruh panitia yang telah mengorbankan segala sesuatunya untuk kesuksesan berlangsungnya acara daurah. Semoga Allah Ta'ala membalas dengan balasan yang lebih baik. Dan kepada seluruh peserta, semoga Allah Ta'ala pertemukan kembali di lain kesempatan.