KEBIASAAN MEMBUKA ACARA DENGAN SARI TILAWAH
Asy-Syaikh Abu Khoolid Waliid bin Idriis as-Silmiy menceritakan :
حدثني شيخنا العلامة عبد الرزاق عفيفي أن هيئة كبار العلماء بالمملكة في بداية تأسيسها كانت تفتتح اجتماعاتها بتلاوة القرآن الكريم على حسب العادة المتعارف عليها وكان الشيخ عبد الرزاق يرى بدعية ذلك وأشار عليهم بتركه فوافقوه ومنعوا هذه العادة .
"Telah menceritakan kepadaku syaikhunaa al-'Alamah Abdur Razaq 'Afiifiy bahwa Hai`ah Kibaar Ulama kerajaan Saudi Arabia waktu awal pertamakali berdiri, biasanya membuka acara pertemuan dengan bacaan Al Qur`anul Kariim sesuai dengan kebiasaan yang ma'ruf pada waktu itu. Maka asy-Syaikh Abdur Razaaq berpandangan bahwa itu adalah bid'ah dan memerintahkan agar meninggalkan hal ini, maka mereka pun berhenti dan melarang dari kebiasaan tersebut."
Al-'Alamah Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam salah satu acara tanya jawab ketika ditanya seputar permasalahan diatas, maka beliau menjawab :
"Memulai ceramah dan acara-acara dan yang semisalnya dengan Al Qur`anul Kariim dengan senantiasa melakukannya, maka ini BUKANLAH TERMASUK SUNNAH. Tidak terjadi pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, jika hendak berceramah, Beliau membukanya dengan Al Qur`an, ini adalah sesuatu yang dibuat-buat sebagaimana apa yang dibuat-buat ketika selesai membaca Al Qur`an dengan "shodaqallahul 'Azhiim", engkau dapati sebagain orang ketika membaca Al Qur`an setelah selesai membaca akan mengucapkan "shodaqallahul 'Azhiim". Ini juga termasuk muhdats yang tidak ada pada zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan tidak juga pada masa sahabat. Oleh sebab itu, tidak selayaknya menjadikan pembuka acara dengan sari tilawah terus-menerus.
Namun jika disana ada dauroh dan dauroh tentang puasa misalnya, lalu salah satu membaca ayat tentang puasa sebagai mukadimah dauroh, ini tidak mengapa, karena tujuannya adalah kita memperdengarkan ayat-ayat terkait puasa, yangmana dauroh tersebut membahas ayat-ayat tersebut."
(https://youtu.be/fraaf7kgkRI).
Abu Sa'id Neno Triyono